SDF

Ir. SARAH LERY MBOEIK - ANGGOTA DPD RI ASAL NTT - KOMITE 4, PANITIA PERANCANG UNDANG UNDANG(PPUU), PANITIA AKUNTABILITAS PUBLIK DPD RI TIMEX | POS KUPANG | KURSOR | NTT ON LINE | MEDIA INDONESIA | SUARA PEMBARUAN | KOMPAS | KORAN SINDO | BOLA | METRO TV | TV ON LINE | HUMOR
Sarah Lery Mboeik Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
widgeo.net

Senin, 28 Juni 2010

RDPU dg perpajakan

DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-------
NOTULEN
SIDANG DENGAR PENDAPAT UMUM
KOMITE IV
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA

1. Hari/tanggal : Senin, 18 Januari 2010
2. Pukul : 10.00 – 12.30 WIB
3. Tempat : Ruang Sidang Komite IV, lantai 2 Gedung B DPD RI
4. Pimpinan Rapat : Bapak Tonny Tesar (Ketua Komite IV DPD RI)
5. Acara : SDPU dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia

A. Pembukaan
Ketua Komite IV DPD RI, Bapak Tonny Tesar membuka SDPU dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). IKPI diwakili oleh Suryohadi (Pimpinan Departemen Litbang) dan Sri Wahyuni (Departemen Luar Negeri).

B. Hal-hal yang berkembang
1. Peranan IKPI yaitu mewakili Wajib Pajak (WP) dalam berhubungan dengan Ditjen Pajak sampai ke tingkat banding. IKPI juga mewakili kepentingan Ditjen Pajak memberikan penjelasan bagaimana mengaplikasikan ketentuan perpajakan. Apabila ada kasus pidana pajak maka IKPI tidak berwenang karena sudah masuk wilayah pidana.
2. Jumlah wajib pajak orang pribadi baik karyawan maupun bukan karyawan saat ini 2009 mencapai 13.861.000. Akhir tahun 2007 ada kebijakan bahwa setiap orang wajib memiliki NPWP asalkan penghasilannya melebihi penghasilan tidak kena pajak.
3. Kekuasaan legislatif berada di Ditjen Pajak karena berbagai peraturan pelaksanaan UU dibuat oleh Ditjen Pajak, sedangkan kekuasaan yudikatif terlihat dari masuknya keberatan kepada Ditjen Pajak. Dalam praktiknya 90 persen keberatan WP ditolak oleh Ditjen Pajak. Apabila WP melakukan banding pada pengadilan pajak, Ditjen Pajak mengajukan kasasi ke MA. Di MA kasus menumpuk dan tidak bisa diproses karena keterbatasan hakim agung yang memahami pajak.
4. Peraturan yang dikeluarkan perubahannya terlalu cepat. Selain itu, peraturan pelaksanaannya (PP) yang secara yuridis merupakan aturan pelaksanaan UU tetapi yang terjadi PP bidang perpajakan justru mengatur hal-hal yang prinsipil. PP juga sering memperluas materi UU.
5. Salah satu peraturan yang dianggap bermasalah oleh Kadin, misalnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor 61/PJ/2009. Apabila ada transaksi antara WP Indonesia dan WP asing, WP Indonesia membayar pajak atas penghasilan yang diberikan, baik atas royalty, imbalan, atau deviden. Untuk pungutan itu, ada ikatan perjanjian penghindaran pajak berganda dimana untuk menentukan tarif yang tepat, WP Luar Negeri harus melampirkan Surat Keterangan Domisili. Format surat keterangan domisili diatur oleh Ditjen Pajak, sehingga ini berarti mengatur otoritas negara lain yang memiliki format tersendiri. Ini menjadi masalah sehingga dalam pembayaran atau pemotongan pajak. Kadin telah menyampaikan masalah ini kepada Ditjen Pajak tetapi belum mendapatkan jawaban.
6. Peraturan pajak tidak mungkin mengatur hal-hal detail, misalnya mengenai transaksi terkena pajak dan tidak terkena pajak, sehingga selalu ada “grey area”. Apabila terjadi dispute maka yang dimenangkan adalah Ditjen Pajak. Misalnya, salah satu klien mengekspor kendaraaan menurut UU PPN ekspor terkena tarif 0 %. Perusahaan ini mengekspor atas dasar Nilai On Board, aparat pajak membandingkan dengan perusahaan sepeda motor berdasarkan CIF. Dalam hal ini, Ditjen Pajak menggunakan alasan perusahaan ini melakukan pengurangan nilai ekspor. Dampaknya dia dianggap tidak membuat faktur pajak.
7. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara WP dengan aparat dalam hal pengisian SPT, aparat justru menyampaikan ancaman pidana yang harus ditanggung WP. Oleh karena itu, diperlukan definisi yang lebih jelas tentang tindak pidana dalam hal dimaksud.
8. Pelayanan dalam sosialisasi pajak sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, seperti website dan registrasi on line. Reformasi birokrasi di tubuh Depkeu sudah memberi hasil yang cukup signifikan, namun, kompetensi pajak belum memadai dalam pelayanan pajak, apalagi di tingkat daerah.
9. Permasalahan sering terjadi ketika WP merasa adanya kesalahan dalam penghitungan penetapan. Misalnya, WP merasa ada kelebihan pada tahun sebelumnya dan ingin dikurangi pada tahun sekarang, dan meminta dikoreksi. Hal ini jika diajukan ke kantor pajak tidak mendapat jawaban padahal dalam UU ada pengaturannya, dimana pembetulan ketetapan pajak yang salah harus dikoreksi dalam waktu 6 bulan. Namun, dalam hal ini, umumnya wajib pajak tidak dipuaskan oleh Ditjen Pajak.
10. Dari peraturan Ditjen Pajak, pemeriksaan pajak amatlah ketat. Pemeriksaan pajak ada penelitian formil sampai materiil, pemeriksaan kantor, pemeriksaan lapangan dengan mendatangi wajib pajak, pemeriksaan mandatory jika ada claim dari WP. Secara umum pemeriksaan Ditjen Pajak sudah terawasi dengan baik. Namun, titik lemah terletak pada seberapa jauh otoritas pemeriksa pajak, bagaimana atasan memeriksa bawahannya terhadap WP.
11. Di Amerika Serikat, pendataan pajak sudah sangat baik. Akurasi data pajak seperti NPWP sangat diyakini kebenarannya.
12. BPK sudah melakukan judicial review terhadap kewenangan pemeriksaan atas perpajakan. Namun, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa audit BPK terbatas pada penerimaan pajak dan tidak dapat menyentuh wajib pajak.
13. Pajak daerah diatur dengan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dilaksanakan dengan perda. UU PDRD mengatur mengenai jenis pajak yang boleh dipungut dan maksimum pungutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi duplikasi dengan pajak pusat.
14. Peraturan perpajakan di Indonesia ada yang tunduk pada UU Pajak dan ada pula yang tunduk aturan khusus, misalnya pajak pertambangan dan migas. Peraturan pertambangan ini kerapkali mengatur hal-hal substansial tanpa berkonsultasi dengan Depkeu. Oleh karena itu Depkeu, dalam hal ini Ditjen Pajak tengah menganulir berbagai peraturan tersebut.
15. Transfer pricing merugikan semua negara dan hanya menguntungkan perusahaan tertentu saja. Oleh karena itu, dapat diantisipasi dengan perjanjian perpajakan dengan negara lain. Transfer pricing juga dapat terjadi di dalam negeri misalnya dengan perusahaan yang mengurangi pajaknya.
16. Transfer pricing yang dideteksi oleh Ditjen Pajak pada tahun 2009 mencapai Rp300 triliun. Untuk tahun 2010, Ditjen Pajak dan DPR sedang menentukan berapa budget dari transfer pricing yang dapat dikumpulkan pada tahun 2010 dan diperkirakan senilai Rp18 triliun.
17. Pajak terdiri dari pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat meliputi PPh, PPNBM, PBB, BPHTB, Bea Materai, Bea Cukai; sedangkan Pajak daerah yaitu pajak hotel dan restoran, pajak kendaraan bemotor, pajak hiburan, pajak reklame, dsb. Ada juga pajak dimana daerah mendapatkan bagi hasil, yaitu PBB, BPHTB, dan pajak penghasilan atas orang pribadi.
18. Free trade zone memebebaskan pajak yang dikenakan atas objek perdagangan antar negara meliputi Pajak Pertambagan Nilai dan bea masuk tertentu.
19. NPWP dimaksudkan untu mempermudah transaksi pajak, misalnya dalam transaksi jual beli, dsb. Ke depan perlu diciptakan single identity number sebagaimana diterapkan di negara lain.
20. Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan, DPD RI dapat mengirim surat ke Kanwil DJP atau Dispenda untuk meminta informasi pajak dalam rangka transparansi dan akuntabilitas. DPD juga dapat membuka forum diskusi untuk pemanfaatan pajak tersebut. DPD RI juga dapat membuka kotak pos untuk menampung keluhan dari masyarakat.
21. Kantor Pajak kerapkali membuat kesalahan dalam mengimplementasikan tujuan pajak yang diatur dalam KUP. Dalam hal ini, Kantor Pajak hanya menjalankan fungsi budgeting saja. Fungsi lainnya yaitu bagaimana pajak mengatur perekonomian, kurang mendapatkan perhatian.
22. Di Indonesia, informasi mengenai WP bersifat rahasia. Namun, menjadi perdebatan seberapa jauh sifat kerahasiaan tersebut. Di Amerika Serikat, apabila diperlukan audit untuk kepentingan negara bagian, maka dimungkinkan fleksibilitas pada kerahasiaan tersebut.
23. Kebijakan sunset policy memberikan tambahan penerimaan negara sebesar Rp8 Triliun. Kondisi saat ini, pemilik NPWP pribadi sebesar 70 persen dan perusahaan hanya mencapai 30 persen. Seharusnya komposisi tersebut dibalik, yaitu NPWP perusahaan sebesar 70 persen dan NPWP pribadi 30 persen.
24. Pemda mengusulkan agar perusahaan-perusahaan besar untuk berkantor di daerah, sehingga daerah dapat memperoleh bagi hasil pajak.
25. Ditjen Pajak diharapkan menyosialisasikan terlebih dahulu peraturan yang dibuatnya.

D. Penutup
Sidang Dengar Pendapat Umum tidak bersifat menyimpulkan. Hal-hal yang berkembang dalam sidang akan dicatat dan diinventarisir untuk dijadikan bahan pembahasan dalam rangka pengawasan pelaksanaan perpajakan.
Sidang ditutup pada pukul 12.30 WIB.