SDF

Ir. SARAH LERY MBOEIK - ANGGOTA DPD RI ASAL NTT - KOMITE 4, PANITIA PERANCANG UNDANG UNDANG(PPUU), PANITIA AKUNTABILITAS PUBLIK DPD RI TIMEX | POS KUPANG | KURSOR | NTT ON LINE | MEDIA INDONESIA | SUARA PEMBARUAN | KOMPAS | KORAN SINDO | BOLA | METRO TV | TV ON LINE | HUMOR
Sarah Lery Mboeik Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
widgeo.net

Sabtu, 05 Januari 2013

KUNJUNGAN KERJA DI DESA HUEKNUTU KAB KUPANG




                                        DISKUSI  DENGAN  MASY ADAT   FATUKONA


KONDISI SD NEGERI KUAFETU(BEGINILAH PROFIL BANGUN FISIK SEKOLAH DASAR DI NTT)



KUNJUNGAN KERJA ANGGOTA DPD RI SENATOR PROP. NTT IR.SARAH LERY MBOEIK B 76



LAPORAN NARASI  
 KUNJUNGAN KERJA ANGGOTA DPD RI SENATOR PROP. NTT 
 IR.SARAH LERY MBOEIK B 76
TANGGAL, 25 Oktober     18  Nopember 2012

PENGANTAR :

Misi Dewan Perwakilan Daerah RI memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah demi mewujudkan pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat dalam rangka memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkesinambungan, mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu-isu penting di daerah serta mengembangkan pola hubungan dan kerjasama yang sinergis dan startegis dengan pemilik kepentingan utama di daerah dan di pusat adalah satu dari beberapa misi yang di emban DPD RI.

Menindaklanjuti penugasan tersebut  maka  pada Kunjungan kerja ke daerah pemilihan kali ini, mulai  tanggal, 25 Oktober     – 18 Oktober  2012  dengan harapan adanya penyerapan aspirasi berbagai hal mengenai  kepentingan daerah dan konstituen  yang dapat dibahas dan ditindaklanjutin secara bertanggung jawab pada tingkat nasional sebagai bagian akuntabilitas legislator pada konstituennya

Sebagai anggota dari alat kelengkapan di Komite IV, dan Panitia Akuntabilitas Publik serta Panitia Hubungan Antar Lembaga   DPD RI, informasi tentang alat kelengkapan dan kewenangan masing-masing anggota sesuai alat kelengkapannya seringkali diabaikan oleh masyarakat, untuk itu pada laporan reses saat ini,  aspirasi yang masuk kami  tidak membatasinya pada ruang lingkup kerja kami sebagai anggota komite IV,  PAP DPD RI maupun Panitia Hubungan Antar Lembaga, tetapi hampir semua persoalan masyarakat disampaikan pada forum forum publik yang kami sampaikan  pada laporan reses periode ini.

Kami sadari bahwa temuan kami dari waktu ke waktu adalah hal yang sama, karena secara kelembagaan banyak hal yang belum di tindaklanjutin secara serius misalnya soal penegakan hukum kasus-kasus korupsi di Daerah khususnya kasus korupsi,kasus penyiksaan sampai meninggal, dan kasus pembunuhan,   aspirasi masyarakat soal perencanaan pembangunan mulai dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten yang tidak menjadi pembahasan serius, demikian pula masalah pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, infrastrukur ekonomi, Pilkada daerah dan berbagai Kasus sumberdaya alam karena tidak terfokusnya agenda politik kelembagaan 

Menyadari hambatan dan kelemahan inilah maka diharapkan laporan yang telah dibuat  yang merupakan bagian pertanggungjawaban anggota baik kepada konstituen maupun kelembagaan DPD RI untuk dapat dibahas, dicari penyelesaian sesuai dengan mekanime dan kewenangan DPD yang tercantum dalam UU 10 tahun 2009 karena  pengalaman dua tahun menjadi anggota DPD RI, banyak sekali aspirasi yang masuk hanya dibaca dalam paripurna tanpa ditindaklanjutin lebih konkrit khususnya masalah-masalah yang sistemik. Keseriusan pimpinan dan alat kelengkapan untuk menindaklanjutin berbagai temuan persoalan yang diterima seluruh anggota pada masa reses ini adalah prioritas dan tak bisa diabaikan ataupun ditunda, demi membangunlegitimasi rakyat terhadap kerja lembaga parlemen khususnya DPD RI 



HASIL PENYERAPAN ASPIRASI
  1. TENAGA KERJA
Nusa Tenggara Timur adalah salah satu propinsi yang cukup tinggi presentasenya mengirim tenaga kerja ke Luar negeri dengan permintaan calo tertinggi pada Pembantu Rumah Tangga dikarenakan beberapa sebab, rendahnya biaya perekrutan dibandingkan di Filiphina. Kebanyakan TKI asal NTT memilih sektor PRT karena persoalan pendidikan, ketrampilan dll.  Dalam dua tahun terakhir ini banyak TKW asal NTT yang selalu saja menjadi korban kekerasan oleh sesama warganya (calo-trafeker) tapi yang anehnya pelaku tak pernah tersentuh hukum.
Keinginan masyarakat NTT bekerja diluar negeri karena tidak tersedianya lapangan kerja di NTT apalagi rata-rata pendidikan mereka hanya setinggi SMP dan tidak memiliki ketrampilan lain.

Ada beberapa hal mendasar yang terungkap dalam diskusi dengan berbagai stake holder di NTT kaitannya dengan persoalan tenaga kerja yang cenderung mencari pekerjaan di luar negeri antara lain :
·         Lemahnya sosialisasi tentang hak dan kewajiban para tenaga kerja sehingga sangat rentan mengalami kekerasan
·         Perlindungan hukum bagi para tenaga kerja yang bekerja diluar negeri
·         Penegakan hukum yang tidak berpihak bagi pekerja dan keterlibatan aparat baik dari kepolisian maupun Angkatan Udara sehingga para pelaku perdagangan orang tetap melakukan kejahatan ini
·         Desk (kelompok kerja bersama/gugus tugas) berbagai SKPD dan stakeholder lainnya yang tidak bisa berfungsi optimal karena minimnya ketersdiaan dana
·         Peran Aparat Desa, yang kurang memahami tentang tugas dan tanggung jawabnya sehingga seringkali mengeluarkan surat rekomendasi soal usia yang tidak layak menjadi layak
·         Konflik yang tak jelas antara pihak kepolisian dan Pihak Angkatan udara sehingga tak dijinkannya pos kepolisian di area aerport yang adalah untuk menjaga keamanan masyarakat sipil
·         Selain itu adanya korban meninggal di Malasyia atas nama Zakarias Mali Mau (LK) asal Kecamatan Lamknen Kab.Belu yang meninggal pada tanggal, 24 Februari 2012 dengan alasan penyebab CHEST AND INTRA-ABDOMINAL INJURIES DUE TO BLUNT FORCETRAUMA yang telah dikirim ke Indoensia tanggal, 02 Maret 2012 namun  hingga saat ini asuransi kematiannya tak pernah diberikan kepada keluarga korban

REKOMENDASI :
ñ  Komite III dan Kom I DPD RI perlu mendorong dan menekan Pemerintah baik pusat maupun daerah untuk  wajib dan serius menyelesaikan semua kasus terkait perdagangan manusia dan memastikan bahwa hal ini tidak terjadi lagi. Secara khusus menertibkan dan menindak tegas PJTKI dan aparat yang memback up proses ini dan mendorong pemerintah daerah untuk menyiapkan anggaran bagi gugustugas tersebut
ñ  Komite III dan Komite I dan PAP perlu mendorong Kapolri dan AURI untuk melakukan dialog dan mencari solusi untuk menyelesaikan masalah konflik rebutan lahan di Airport El Tari Kupang
ñ  Komite III DPD RI agar  :
     Perlu mendorong Aparat penegak hukum serius melakukan penindakan hukum terhadap pelaku perdagangan manusia dengan mengutamakan penggunaan instrument UU nomor 21 tahun 2007 selain KUHP.
     Menodorong BNP2TKI dan PJTKI yang mengirimkan korban untuk menyelesaikan asuransi kematian TKI dimaksud

ñ  Komite IV DPD RI: Perlu mendorong pemerintah pusat demi memastikan pembangunan yang setara antar daerah melalui alokasi anggaran yang memadai dan equal dan dapat menciptakan lapangan kerja didaerah bagi para pencari kerja khususnya yang ada diwilayah pengiriman Tenaga kerja

B.KONFLIK TANAH MASY VS KEHUTANAN

1.       Sistem pertanahan di Indonesia sendiri cukup rumit dengan dua sistem administrasi pertanahan di bawah Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kehutanan dan Indonesia juga mengakui hukum adat di samping kebijakan nasional atas tanah seperti yang tertuang di dalam UUP Agraria No. 5/1960. Tumpang tindih administrasi pertanahan di Indonesia ini yang seringkali memicu terjadinya konflik agraria di Indonesia, bukan semata konflik pertanahan. Waktu lalu, masalah agraria menjadi masalah yang  tidak terlihat secara nyata dan tidak dibicarakan secara terbuka, saat ini sudah menjadi sebuah isu nasional malahan makin meningkatnya konflik agraria dengan kekerasan di berbagai wilayah di Indonesia.
2.       Dalam beberapa temuan reses masyarakat menyampaikan tindakan sepihak negara mengambil lahan mereka dengan cara pemetaan kemabli hutan negara secara sepihak tanpa ada persetujuan masyarakat. Desa Besipae Kabupaten TTS serta Desa Oesusu Kabupaten Takari, menyampaikan aspirasi mereka agar Departemen melakukan peninjauan ulang/kembali tata hutan yang tak pernah melibatkan masyarakat dalam pemetaan batas. Dua Desa ini meminta Pemerintah pusat melalui departemen kehuatan untuk melakukan peninjauan dan pemetaan kembali dengan mengeluarkan kepemilikan adat keluar dari hutan negara yang didalamnya juga ada sumber air bersih dan sumber air pertanian yang bisa dimanfaatkan masyarakat demi pembangunan pertanian dan kehidupan sehari-haridemikian juga yang terjadi di Desa Oesusu Kabupaten Kupang, Wanggameti Kabupaten Sumba Timur, Besipae Kabupaten Timor Tengah Selatan

3.       Konflik Kepemilikan tanah sekitar hutan  terjadi bukan melulu karena benturan kepentingan para pihak dalam praktik dilapangan, melainkan dipicu oleh kebijakan negara yang memang belum mengakomodir secara serius klaim pengelolaan sumber daya alam secara adat atau tradisional oleh berbagai komunitas lokal yang hingga kini masih mewarisi tradisi penguasaan lahan secara turun temurun baik individual maupun komunal. Pola penguasaan dan pemilikan ini memang tidak sama dengan standar hukum pertanahan formal yang didasarkan atas sertifikat kepemilikan, akibatnya terjadi benturan serius hukum positif dengan hukum adat/turuntemurun/tradisional masyarakat dalam mengelola hutan tanah. Keputusan Mahkamah Konstitusi no. No.45/PUU-IX/2011  terkait yudisial review pasal 1 ayat 3 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan ,membingungkan masyarakat pemilik sumberdaya alam sekitar hutan.

4.       Selain itu Masalah kawasan pertanian yang semakin berkurang akibat dialihfungsikan dari fungsi pertanian ke pertambangan. Fungsi  pemetaan kembali hutan-hutan yang diklaim hutan negara tanpa memperhatikan kepadatan penduduk dan pemanfaatn sumber2 air untuk rakyat disekitar hutan yang adalah bagian dati ekosisitim pengelolaan hutan. Ini dapat meruncing menjadi konflik terbuka yang akan memungkinkan terjadi potensi konflik sumber daya alam dan agraria di tahun-tahun berikutnya

REKOMENDASI :
Untuk Komite I dan II
1.       Keputusan Mahkamah Konstitusi  No.45/PUU-IX/2011  terkait yudisial review pasal 1 ayat 3 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan, dimana MK memerintahkan supaya hak-hak property perorangan, badan hukum maupun hak-hak lain di lindungi.  Dalam pertimbangan MK poin [3.14] Menimbang bahwa adapun mengenai ketentuan peralihan dari UU Kehutanan, khususnya Pasal 81 yang menyatakan, “Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebelum berlakunya UU ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini”, menurut Mahkamah Konstitusi , meskipun Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 UU a quo mempergunakan frasa “ditunjuk dan atau ditetapkan”, namun berlakunya untuk yang “ditunjuk dan atau ditetapkan” dalam Pasal 81 Undang-Undang a quo tetap sah dan mengikat;

2.       Pertanyaannya adalah, apakah dengan mengacu pada pertimbangan Poin 3.14, maka kita kembali menggunakan acuan TGHK (Tata Guna Hutan Kawasan)? Jawabannya tidak. Memang benar, Putusan MK tidak dapat mencabut TGHK atau Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan, karena dalam asas hukum administrasi negara bahwa sebuah Keputusan Menteri Kehutanan tersebut masih rechmatiged, sebelum dicabut oleh sang pembuat atau dicabut oleh Mahkamah Agung. Bukan domain MK untuk menyatakan keputusan atau peraturan menteri tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Peraturan yang ada di bawah UU hanya dapat dicabut oleh si penerbit peraturan atau melalui mekanisme judicial review di Mahkamah. Oleh karena itu, TGHK maupun Penunjukan Kawasan hutan masih tetap berlaku.

3.       Tetapi yang perlu dipertegas di sini, keberlakuan TGHK maupun Penunjukan kawasan hutan tidak memiliki kepastian hukum, sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menghukum seseorang. Menurut MK dalam pertimbangan Poin 3.12.3, kawasan hutan memiliki kepastian hukum setelah melalui 4 tahapan, yakni penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan. Kalau kita baca subtansi Keputusan Menteri tentang TGHK pun, juga secara jelas menyatakan penunjukan yang ada dalam Peta TGHK hanyalah bersifat sementara. Artinya secara substansi, TGHK juga menyatakan penunjukan hanya bersifat awal atau sementara. Menurut TGHK, suatu kawasan memiliki kepastian hukum (batas tetap)  setelah dilaksanakan pengukuran dan penataan batas di lapangan.

4.       Dengan adanya Putusan MK, maka penunjukan kawasan hutan masih tetap berlaku, tetapi tidak mempunyai nilai kepastian hukum dan tidak dapat dijadikan acuan dalam menentukan kawasan hutan. Jika menteri kehutanan tetap menyatakan TGHK mempunyai nilai kepastian hukum dan dapat digunakan acuan dalam menentukan kawasan hutan (khususnya untuk menghukum seseorang), maka sama saja tindakan tersebut melanggar UUD 1945 yang merupakan hukum tertinggi

Untuk itu direkomendasikan kepada Komite I dan II :
·         Perlu mengundang/RDPU dengan Kementrian Kehutanan, Kementrian Hukum dan HAM,  Bappenas (Badan Perencanaan Pembagunan Nasional) sebagai intitusi negara yang mengkordinasikan proses perencanaan pembangunan yang berbasi keruangan antar sektor di tingkat nasional dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dan paraketua Bappeda provinsi dan kabupaten oleh Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah)yang melaksanakan bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah Prov/Kab/Kota (RTRWP/K), karena  terbukti masih gagal merumuskan perencanaan keruangan yang bisa meminimalisir terjadi konflik penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam antara masyarakat dengan dunia bisnis bahkan dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah sendiri.

·         RDPU dengan Kehutanan demi mencari solusi yang adil bagi rakyat disekitar hutan terkait dengan Keputusan No.45/PUU-IX/2011  terkait yudisial review pasal 1 ayat 3 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan agar masyarakat dapat memahami substansi keputusan yudicial refiew dimaksud

C.     INFRA STRUKTUR  :
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk  mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah  tidak dapat pisahkan dari ketersediaan infrastruktur dasar dan infrastrukur seperti transportasi,  sanitasi, dan energi dll. Oleh karena itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya. Fakta lain menunjukkan bahwa, BESARNYA Dana Silpa (sisa lebih perhitungan anggaran) di NTT akibat ketidakmampuan SKPD (satuan kerja perangkat daerah) merencanakan dan melaksanakan program-program pembangunan yang sudah ditetapkan Pemerintah Provinsi NTT. Padahal tahun ini NTT akan di turunkan anggaran Rp.1,6 T untuk infra struktur karena hampir 80 % jalan kabupaten di kecamatan-kecamatan se kabupaten TTS sangat buruk bahkan di NTT masih dalam kondisi memprihatinkan misalnya :
·      Beberapa daerah yang dikunjungi ditemukan akan adanya Kebutuhan infrastruktur dasar dan  jalan  antara lain di Desa Helebeik Kecamatan Lobalain, Desa Kolobolon Kecamatan Lobalain, Desa Keka-Talae Kecamatan Rote Selatan  Kabupaten Rote Ndao(kabupaten perbatasan - laut), Desa Fatukona , Desa Hueknutu - Kabupaten Kupang, Pariti – Sulamu Kabupaten Kupang, Kupang-Amfoang Utara (daerah perbatasan-daratan) Atambua-Betun, Kapan-Laob Kabupaten TTS
·      Minimnya infrastrukur Pertanian dalam mendukung ketersedian pangan masyrakat dibeberapa lokasi antara lain :
·         Sumur bor Kapasiok Desa Helebeik Kabupaten Rote-Ndao yang tak bisa di manfaatkan,
·         Minimnya embung (minimal 1 Desa 1 embung baik untuk kabupaten Rote Ndao, Kupang, Sabu, Dan Kabupaten Timor Tengah Selatan) agar usaha pertanian berkesinambungan bisa dilaksanakan
·         Irigasi yang minim dan perlu direhabilitasi karena tak mampu menampung air lagi seperti di Desa Helebeik
·         Ketidak tersediaan listrik hampir 50% Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten kupang, perbatasan Belu (Haekesak dan lamaknen)

REKOMENDASI
a.     Besarnya alokasi APBD untuk membayar gaji aparatur di daerah menyebabkan pembiayaan pelayanan publik mengecil, padahal sebagian besar infrastruktur jalan tergolong jalan Kabupaten berakibat daerah tak mampu membiayai pelayanan publik yang lebih memadai seperti infrastruktur jalan, jembatan, irigasi dll.
b.    Untuk itu kepada Komite 4 DPD RI agar terus mendorong agar DAU harus dialokasikan minimal 26 % dan kedepan didorong agar segera revisi UU 33 tahun 2004 demi pembangunan infrastrukur dasar didaerah-daerah miskin seperti Provinsi NTT, karena dengan ketersediaan infrastruktur yang baik akan mendorong investasi masuk kedaerah karena aliran investasi akan membuat perekonomian daerah lebih merata
c.     Komite II DPD RI agar mendorong Kementrian PU, Pertanian, dan kemetrian yang terkait untuk mengatasi masalah infrastruktur dimaksud dengan memprioritaskan kebutuhan hak dasar yang sangat tergantung ketersediaan infrastruktur

Terus mendorong Pemda agar dengan keterbatasan dana APBD, Pemdda harus  mengalokasikan sisa anggaran untuk diprioritaskan dalam pembangunan layanan publik, bukan mengalokasikan perjalanan dinas, mobil mewah dan dana Bantuan Sosial yang cenderung untuk di korup.
d.    Bahwa infrastruktur merupakan aspek tata kelola ekonomi daerah terpenting bagi pelaku usaha maka direkomendasikan bagi Komite 4 dan PAP DPD RI  agar tetap mengawal aspirasi daerah yang diusulan dalam APBNP 2011 dan RAPBN 2012 agar tetap memproiritaskan kebutuhan daerah khususnya infrastruktur dan layanan publik
e.     Komite IV agar tetap melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran yang cenderung di jadikan silpa dan merugikan masyarakat,apalagi pada tahun anggaran ini propinsi  NTT akan mendapatkan kucuran dana untuk infrastruktus sebesar Rp.1,6.. Untuk itu pengawasan ini sangat penting agar tidak diskenariokan di silpakan,  akan lebih baik di investasi ke infrastruktur.

D.    KESEHATAN :
Fakta yang ada bahwa kesehatan penduduk di NTT masih jauh tertinggal dari rata-rata status kesehatan. angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup (KH) di NTT misalnya, masih mencapai 306, dibandingkan 228 KH ditingkat nasional (SDKI, 2007). Bahkan AKI NTT ini lebih dekat dengan AKI Timor Leste yang merupakan negara tetangga yang baru merdeka 10 tahun Timor Leste 370 daripada dengan daerah lain di Indonesia yang sudah sama-sama merdeka 65 tahun.

Padahal untuk memastikan bahwa ibu hamil sehat dan melahirkan anaknya dengan selamat,  adalah bagian dari tanggung jawab negara untuk memenuhi hak hidup sehat bagi warganya, dimanapun mereka tinggal di wilayah republik ini. Dalam kunjungan ke Kabupaten Rote Ndao,Kab.Kupang, Kab.belu dan TTS  ditemukan bahwa  persoalan2 kesehatan nya adalah:
  1. Managemen Rumah sakit yang masih lemah sehingga pengelolaan RSUD banyak yang amburadul  (adminstrasi, kebersihan, pelayanan dll), Rendahnya kwalitas pelayanan Rumah-rumah sakit terhadap para pasien
  2. Minimnya/belum memiliki dokter ahli/spesialis di masing-masing Kabupaten padahal para pemerintah daerah telah menyiapkan insentif bagi para dokter yang ingin mengabdi di daerah mereka. Misalnya di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) para ibu hamil harus berkonsultasi ke dokter kandungan yang ada di Kab.Belu sehingga selalu membahyakan keselamatan ibu Hamil
  3. Tidak dimilkinya dokter ahli di Rote Ndao, Timor Tengah utara maka ikut mempengaruhi target pembangunan kesehatan, Padahal Pemerintah Daerah telah menyiapkan insentif bagi dokter ahli yang berkeiginan melakukan pengabdian di Kabupaten Rote NdaoDi Kabupaten TTS dirasakan oleh para dokter belum mendapatkan tunjangan insentive mereka

Rekomendasi :
Komite III DPD RI agar :
  • Mendorong Departemen Kesehatan agar membuat kebijakan yang mempermudah pemda bisa mengakses dokter ahli untuk mau mengabdi di Rumah sakit di daerah/kabupaten
  • Mensinkronkan berbagi kebijakan yang berkaitan dengan berbagai persoalan kesehatan mulai dari  perencanaan dan pelaksanaan, maupun kurangnya informasi terkait program pemerintah disektor kesehatan  dan : Meminta Depkes untuk mendorong para dokter ahli mau mengabdi di daerah
  • Mengawasi kualitas pelayanan kesehatan oleh rumah sakit dan puskesmas bagi warga miskin dan tidak mampu. Dalam proses pengawasan ini Depkes dapat mendorong partisipasi warga miskin dan tidak mampu dengan mengintensifkan sosialisasi Jaminan Sosial Kesehatan serta manfaatnya pada kelompok sasaran. Selain itu, Depkes juga dapat mengintensifkan pengawasan serta memberikan sanksi tegas terhadap rumah sakit yang terbukti menolak dan mengabaikan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin dan tidak mampu.
·         Komite III DPD RI untuk segera melakukan pansus Jaminan Kesehatan untuk dapat menilai berbagai persoalan kesehatan di Seluruh nusantara dan merumuskan rekomendasi yang tepat demi tercapainya tujuan MDGS

E.      KASUS KORUPSI DAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Ada banyak kasus korupsi di NTT yang tidak ditindaklanjuti secara baik oleh aparat penegak hukum. Bahkan yang sudah cukup lama dan berulang tahun di tahap penyidikan seperti kasus SARKES, ataupun yang masif di banyak kabupaten dan juga tingkat propinsi seperti BANSOS. Berbagai keprihatinan diatas berakar pada kinerja aparat penegak hukum yang tidak maksimal bahkan tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi. Penegak hukum yang seharusnya menjadi benteng kokoh keadilan sekaligus tumpuan para pencari keadilan, di sejumlah kasus malahan dinyatakan tak berdaya dan cenderung tak independen.Ini  mengindikasikan masih adanya oknum yang memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi.
Permasalahan penegak hukum yang bermasalah menunjukkan persoalan krisis integritas pada lembaga hukum, bukan hanya persoalan individual, tetapi sudah sistemik. Sistem penegakan hukum di Indonesia khususnya di NTT  masih jauh dari harapan, mental dan moral para penegak hukum masih banyak yang perlu dibenahi. Untuk itu tidak bisa hanya diselesaikan persoalan korupsiny melalui pendekatan hukum
Dalam reses periode ini ditemukan beberapa persoalan penegakan hukum baik untuk kasus korupsi maupun pidana umum lainnya yang dapat disampaikan sbb:
1.       Catatan koalisi masyarakat sipil Ada banyak kasus korupsi di NTT yang tidak ditindaklanjuti secara baik oleh aparat penegak hukum. Bahkan yang sudah cukup tua dan berulangtahun di tahap penyidikan seperti kasus SARKES, ataupun yang masif di banyak kabupaten dan juga tingkat propinsi seperti BANSOS
2.       Tebang pilih kasus terkesan untuk menyelamatkan kepala daerah yang bermasalah misalnya kasus korupsi bansos di Kabupaten Sikka, Kasus korupsi dana pupuk ADD di Kabupaten Rote Ndao dengan modus melakukan penindakan hukum pada kasus korupsi yang kerugian negaranya di bawah nominal Rp.14 Juta rupiah yang diduga hanya kurang administrasi dengan maksud untuk menyelematkan keterlibatan kepala daerah dalam kasus dugaan Korupsi pembelian pupuk dengan menggunakan dana ADD dengan Tahun Anggaran yang berbeda Rp. 7,8 Milyar. Modus kasus penyelewengan dana Alokasi Dana Desa (ADD)  untuk pembelian pupuk petani pada pihak ke tiga Tahun Anggaran 2009 Pos Belania Daerah Kode Rekening 1.2O.1.20.03.00.00.5 Unit Satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Rote Ndao, Objek Belanja Tidak Langsung Kode Rekening 120.120.00.00.5:1 dengan rincian Objek Belania Bantuan Keuangan Kepada Desa Kode Rekening 1.20.1.20.03.00.00.5.1.7.03.01(ADD) yang  dicairkan dari kas Daerah/I Bank NTT Cabang Rote Ndao berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) No: Keu. 900/ 134 / IV/LS/2009 oleh Bendahara umum Daerah (BUD) Kabupaten Rote-Ndao dengan nilai pencairan sebesar Rp. 7.817.090.000,- (Tujuh Milyar Delapan Ratus Tujuh Belas Juta Sembilan puluh ribu rupiah) dari total keseluruhan dana ADD TA 2009 sebesar Rp. 12.730.400.000,- (Dua Belas Milyar Tujuh Ratus Tiga Puluh Juta Empat ratus Ribu rupiah) padahal dalam TA 2009 dan PerBup no.3 Tahun 2009 tentang penjebaran APBD 2009 di duga tak ada alokasi untuk belanja pupuk dan tak ada alasan KLB
3.       Kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah, enggan dilakukan penyidikan oleh aparat penegakan hukum baik oleh kepolisian maupun kejaksaan sehingga rakyat cenderung membawa berbagai kasus korupsi ke KPK RI akibat dari ketidakpercayaan rakyat terhadap lembaga penegakan hukum yang ada di NTT, walaupun disisi lain ada juga yang di proses namun tak tersentuh top level managemen
4.       Kasus korupsi Dana Bansos yang menjadi fenomena belakangan ini di seluruh daerah, dibeberapa propinsi misalnya Jawa Tengah dan jawa barat, ada komitmen aparat hukum untuk memprosesnya dan mampu membawa pelaku ke meja hijau yang melibatkan top level managemen.
5.       Berbeda dengan di Propinsi NTT hingga saat ini kasus dugaan korupsi dana Bansos tak pernah tersentuh hukum baik yang terjadi di Pemda Propinsi,  Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Kupang. Alasan tidak dilakukannya penegakan hukum semakin diperkuat oleh argumentasi BPK bahwa ini hanyalah salah peruntukan. Pertanyaannya adalah rujukan sistim akuntansi dan aturan hukum yang mana yang digunakan oleh BPK RI, sehingga perbedaan antara Jawa Tengah, Jawa Barat dapat diproses dugaan korupsi Bansos sedangkan di Propinsi NTT dibuat dalil oleh BPK RI sebagai “salah peruntukan”.  Dalam temuan Hapsem BPK TA 2010 tertulis :
Realisasi Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp10.595.500.000,00 (Rp6.509.000.000 +Rp2.666.500.000 + Rp1.420.000.000,00) tidak dapat diyakini kewajarannya; dan d. realisasi Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp149.304.000,00 tidak mencerminkan kegiatan sebenarnya, yaitu pemberian bantuan kepada masyarakat dan realisasi tersebut digunakan untuk pemberian bantuan tunai kepada masyarakat pada saat pihak internal Pemerintah Provinsi NTT melaksanakan kunjungan ke daerah-daerah di wilayah Provinsi NTT. Tidak ada bukti tanda terima dan proposal dari pihak penerima bantuan sebagai dokumen pertanggungjawaban pemberian bantuan tersebut. Selain itu, tidak ada dokumen pendukung berupa rincian penggunaan dana atau proposal/permohonan dana

6.       Prihatin atas penindakan hukum kayak begini, ada main mata antara aparat hukum dengan pengambil kebijakan untuk meloloskan mereka dalam berbagai kasus dugaan korupsi di Rote Ndao khususnya, seperti sudah menjadi berita umum dan transparan bagi rakyat Rote Ndao,.. Dealnya juga gampang di baca masyarakat misalnya ada aparat tertentu yang istrinya sarjana, kalau dilihat dari NIP/TMT nya masuk Januari  tahun 2010 dan ketika di masuk di Pemkab Rote pada 03 maret 2012 sudah diangkat menjadi Kep.seksi. Logikanya ia belum memenuhi syarat utuk menduduki jabatan karena masih masa CPNS dimana belum memenuhi satu tahun masa kerja sebagai PNS. Ada juga yang deal memakai kendaraan dinas pemda padahal sementara menyidik kasus dugaan korupsi  (dokumen lengkap dilampirkan)
7.       Ditemukan juga adanya 3  proyek fiktif antara lain :
a.        penampungan air baku oleh PT Marga Indra jaya (210 hari kerja) dengan nilai proyek  Rp.4,3 M
b.       Proyek rehabilitasi irigasi air tanah sebesar Rp.2,8 M yang dikerjakan oleh PT Trans Melakom Indonesia (210 hari kerja)
c.       Proyek aspirasi dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah sebesar Rp.750 juta oleh CV Noor Ambjak

F.     KASUS PIDANA UMUM LAINNYA :
Selain kasus korupsi, juga kasus-kasus pembunuhan yang banyak terjadi di Propinsi NTT . Catatan masyarakat sipil jumlah kasus pembunhan yang terjadi adalah 29 kasus dan baru 4 kasus yang di tindaklanjutin sedangkan 25 kasusnya tidak jelas hingga saat ini contohnya di Kabupaten Rote Ndao yang tak pernah tersentuh hukum antara lain, pembunuhan di Desa Lenggu Selu-Rote Selatan, Desa Helebeik-Tuanatuk, Namodale, Sanggaoen Kec.Lobalain, Desa Modosina dan Translok Rote Barat Laut dll. Betapa besar harapan masyarakat untuk pengusutan kasus-kasus tersebut namun hingga saat ini tak jelas. Beberapa waktu lalu dalam suatu pertemuan dengan polres Rote Ndao ketika mempertanyakan kasus pembunuhan Johanis Mboeik di Desa Namodale, tanggapan Kapolres bahwa masih uji DNA di Denpasar. Cukup aneh untuk uji DNAnya  saja sudah hampir menjelang 2 tahun belum ada hasilnya.

Bottom of Form
REKOMENDASI :
Fungsi pengawasan yang memegang peranan penting dalam pencapaian visi dan misi dari kepolisian dan Kejaksaan  saat ini dirasakan belum mampu meningkatkan kinerja atau setidak-tidaknya memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Berbagai permasalahan yang sering dikemukakan masyarakat tentang ketidakefektifan sistem pengawasan diKepolosian dan Kejaksaan  merupakan alasan yang sangat kuat untuk segera dilakukan pembaharuan atas sistem tersebut selain sistim, dalam jangka pendek menggantikan aparat hukum di NTT yang tidak kredibel dan tidak profesional. Perlu diingat bahwa  harusnya NTT bukan menjadi tempat pembuangan aparatur bermasalah, karena ini berimplikasi pada kinerja aparat penegakan hukum. Untuk itu ada beberapa rekomendasi yang disampaikan:
·         DPD RI melalui PAP : Walaupun PAP telah melakukan rapat konsultasi dengan Pimpinan Polri maupun Kejaksaan Agung tapi belum ada kemajuan hingga saat ini. Untuk itu diharapkan Komite I dan PAP untuk  merekomendasikan pada Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk meningkatkan pengawasan,kapasitas para jaksa dan polisi  serta memperbaiki mekanisme manajemen perkara agar kelemahan penyidikan,kualitas dakwaan dan tuntutan tidak terjadi lagi di daerah baik di tingkat kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dan Polda derta Polres/polresta.  DPD RI juga harus perlu memikirkan rekomendasi kebijakan untuk membangun kepercayaan publik terhadap institusi hukum di Indonesia khususnya di Propinsi NTT dan perlu menggunakan metode pencegahan/preventip dalam mengatasi persoalan korupsi
·         PAP DPD RI perlu menodorong peran serta publik yang menjadi faktor penting dalam pengawasan di Kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Publik harus selalu berperan aktif memberikan masukan dan dorongan yang obyektif untuk bersama-sama menciptakat kepolisian, kejaksaan dan pengadilan seperti yang selalu kita cita-citakan
·         PAP, Kom I dan Kom 4 DPD RI Pendalaman terhadap kasus korupsi yang telah berulangtahun lama dalam tahap penyidikan;Pendalaman dan lebih transparan dalam penanganan kasus – kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah secara langsug dan mendorong aparat penegak hukum untuk hendaknya menjadikan penyelesaian kasus – kasus korupsi secara tegas dan adil sebagai tonggak positif untuk memperbaiki citra institusi penegak hukum, terutama kepolisian dan kejaksaan.
·         DPD RI perlu mendorong Kejaksaan dan Kepolisian  segera membuat mekanisme akuntabilitas kinerja penanganan perkara korupsi dan perkara lainnya melalui penyampaian perkembangan penanganan perkara secara berkala kepada publik dan melibatkan pelapor dalam gelar perkara khususnya di daerah
·         Komite IV dan PAP DPD RI  perlu mendalami audit BPK khusus pada bantuan sosial yang terkesan fiktif (tidak ada dokumen-kwitansi dan realisasi) karena hampir sebagian besar korupsi dana Bansos dinilai terkait dengan penyelenggaraan pemilu/pilkada dan balas jasa politik (menjelang pemilu) yang diduga disalah gunakan untuk kampanye baik di Kabupaten Rote Ndao, Lembata dan Propinsi NTT
·         DPD RI melalui komite I dan atau PAP  untuk segera melakukan RDPU dengan KPK dengan memintak KPK Melakukan kajian ulang (review) terhadap kasus-kasus korupsi yang telah dihentikan penyidikannya oleh kepolisan dan kejaksaan. Dengan tidak menutup kemungkinan untuk mengambil alih kasus yang dihentikan tersebut atau mendesak instansi pemberi SP3 melanjutkan kembali kasus tersebut. KPK juga diminta untuk mengambil alih 9 kasus dugaan korupsi di Kab.Rote Ndao yang berjalan di tempat karena melibatkan istri Bupati dan Bupati Rote Ndao 
·         DPD RI melalui PAP:  agar dapat memanggil Kementrian PU untuk mengklarifikasi berbagai temuan proyek fiktif yang ada

G.    PENDIDIKAN :

Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik. Ia bersangkut paut dengan kepentingan manusia untuk mencerdaskan diri serta membangun harkat dan martabatnya. Karenaya, pendidikan merupakan wahana pengembangan potensi semua manusia. Namun, “pendidikan bukanlah wilayah yang terpisah dari perkembangn ekonomi dan politik yang ada dalam masyarakat.  Hal ini nampak jelas berlaku dalam konteks perumusan kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik, yang selalu terkait dengan proses perumusan dan implementasi keputusan politik. Oleh karena itu, dalam perumusan kebijakan, tidak terhindarkan pertarungan kepentingan. Dengan perkataan lain, pertarungan politik dan ideologi memang berlangsung melalui arena pendidikan. Sehingga, seperti apa sebuah kebijakan pendidikan dihasilkan, selalu mencerminkan pandangan ideologis pihak yang berkuasa.

Beberapa persoalan pendidikan antara lain sumber pembiayaan daerah (terutama daerah miskin), ketidakjelasan jenis otonomi dan perhelatan kekuasaan antara pusat dan daerah. Selain itu, dalam konteks kepentingan kapital, otonomi diperlukan sebagai bentuk memimalisir keuangan negara (APBN) untuk membangun wilayah-wilayah negara dan kebutuhan publik. Serta, mempermudah akses untuk mengeksploitasi sumber daya alam di daerah-daerah.

Dalam reses periode ini , beberapa persoalan pendidikan ditemukan antara lain :
1.      Kebijakan pendidikan di NTT  ialah lahirnya kebijakan-kebijakan reaksioner, pragmatis dan cenderung bias dari substansi persoalan pendidikan. Beberapa diantaranya;
  • Siaga UN pada 2011 sebagai respons pemerintah rendahnya hasil UN 2010 di mana NTT menempati posisi juru kunci, 33 dari 33 provinsi. Padahal dana  dana yang digelontorkan sebesar 801 miliar, untuk merealisasikan program ini sekaligus program peningkatan kualitas pendidikan lainnya.
  • Gong Belajar, dengan sasaran sekolah yang hasil Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2010/2011 rendah. Ini salah kaprah! Justru yang perlu dilakukan pemerintah adalah meningkatkan mutu pemebelajaran di sekolah-sekolah (infastruktur, guru, sumber belajar, dll), dan bukannya mengarahkan siswa pada tuntutan UN, yang prakmatis, dan tentu saja merupakan bagain dari paket agenda neoliberalisme dalam dunia pendidikan
2.      Pemerintah seharusnya merumuskan kebijakan strategis untuk menyelesaikan persoalan pendidikan yang lebih mendasar karena terkait secara langsung dengan berbagai aspek dasar/vital dari kehidupan masyarakat. Misalnya, pada 2009, Dinas P&K NTT, melaporkan bahwa terdapat 40.000 anak NTT yang putus sekolah dimana 36.533 anak usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah,  23.103 anak di bawah umur berstatus pekerja anak; 12.012 pengangguran terbuka dan 29.135 setengah pegangguran dari kalangan PT; serta berbagai problem seperti kemiskinan, rawan pangan, kelaparan, sanitasi, penyakit, TKI, dan rupa-rupa problem sosial ekonomi lainnya
3.      Masih ditemukannya banyak fasilitas pendidikan seperti bangunan sekolah yang masih darurat seperti di Desa oesusu, Fatukona dan beberapa tempat lainnya
4.      Dana Tunjangan Sertifikasi pada Tahun 2011 di Kab.Rote Ndao, dibayar tunjangan tapi di potong sampai Rp.2 juta karena dampak dari 2 SK yang berbeda yaitu, SK 2010 dan SK 2011 yang belum  memperhitungkan kenaikan gaji dimana Dinas PPO Rote Ndao membayar sesuai SK 2011 akhirnya ada tunjangan yang dipotong karena tahun 2010 sudah menerima kenaikan terlebih dahulu.
  • Informasi dari Dinas PPO ada 411 guru yang belum mendapatkan tunjangan sertfikasi di kab.rote Ndao. Masalah ini pernah ditanyakan oleh dinas PPO Kab.rote Ndao pada Kementrian Pendidikan direktur P2TK, tanggapan Dir P2TK bahwa kementrian tidak memiliki utang tersbut (u 411 guru yang belum menerima). Dinas PPO mempertanyakan kemungkinan transver dari Kementrian melalui BRI, namun tanggapan BRI bahwa tidak ada. Yang menjadi keheranan Dinas PPO Rote Ndao bahwa ada sebagian guru yang belum menerima ketika ke bank bersangkutan mereka bisa mengaksesnya. Dinas PPO merasa seperti tidak punya peran untuk mengawasi ataupun bisa mengakses seberapa banyak guru yang sudah ataupun belum mendapatkanya tetapi ketika ada masalah, dinas yang selalu dituntut untuk menyelesaikan pembayaran tersebut
5.      Tunjangan perbatasan : Tunjangan perbatasan hanya dibayar bagi beberapa kecamatan saja yang ada di perbatasan karena menurut Juknis Tahun 2011 bukan kabupaten perbatasan tapi kecamatan perbatasan dan ini diperkuat dengan SK Bupati, Anehnya pemerintah pusat hanya melihat  kuota orang/guru  bukan kuota sekolah namun kuota guru sehingga dalam 1 sekolah tidak semua guru mendapatkannya sehingga menimbulkan kecemburuan antara 1 guru dengan guru lainnya dalam 1 sekolah
·         Dari 749 Guru yang diusulkan untuk mendapatkan tunjangan perbatasan dan terpencil), sesuai kuota orang maka  Kabupaten Rote Ndao hanya mendapatkan 336 orang sehingga kebijakan Dinas PPO Kab.Rote Ndao maka ada guru yang mendapatkan hanya di tahun 2010 (336) dan ada yang hanya mendapatkan di tahun 2011 (413) dan penambahan kuota hanya 95 orang yang dibiayi oleh APBNP 2012 namun hingga saat ini belum diterima
6.      Informasi program Dapodatik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat terkesan terburu-buru terhadap server sehingga banyak sekolah yang belum menyeleseikan secara teknik IT karena belum dikuasai/dipahami secara baik operasionalnya
7.      Laporan dari 41 mahasiswa penerima beasiswa dari Kabupaten Rote Ndao bekerjasama dengan departemen pendidikan dirjen pendidikan tinggi pada Tahun 2009 kerjasama Dikti dengan Universitas Negeri Surabaya untuk dipersiapkan sebagai guru di Kabupaten Rote Ndao melalui seleksi yang dikuti oleh 386 calon mahasiswa dan yang lulus adalah 41 mahasiswa dan telah selesai mengikuti pendidikan beasiswa tersebut namun hingga saat ini setelah Bulan Desember 2011 para mahasiswa tersebut balik dari pendidikan  tidak ada tindak lanjut penempatan mereka.
·         Ketika ada rekruitmen PNS awal pebruari 2012 lalu, mereka pun tak diikutkan dalam rekritmen tersebut malahan yang direkruitmen guru adalah bukan mereka yang berpendidikan sarjana pendidikan guru untuk menjadi guru dan mereka direkomendasikan untuk ikut saja menjadi honor guru komite. Para penerima beasiswa pernah mempertanyakan kepada Dinas PPO Kabupaten Rote Ndao namun responnya dengan alasan yang tidak bertanggung jawab bahwa berkasnya hilang

REKOMENDASI :
DPD RI melalui Komite III diharapkan dalam melaksanakan Rapat kerja dengan Kementrian Pendidikan kiranya dapat mempertanyakan:
  • Tunjangan sertifikasi, tunjangan perbatasan/terpencil yang datur melalui juklaknya tentang  kuota guru yang  bisa menimbulkan salah tafsir dan konflik di daerah
  • Disarankan untuk adanya evaluasi pemerintah pusat terhadap program Dapodatik karena tidak optimal didaerah sehingga banyak informasi yang belum terakomodir secara baik
  • Kepada Dikti untuk dapat mengklarifikasi soal beassiwa kerjasama pemerintah Rote Ndao dengan Universitas Negeri Surabaya yang didalam Memorandum of Understanding nya akan ditempatkan mereka yang telah menyelesaikan studynya untuk menjadi guru di Kab.Rote Ndao
  • Mendorong Kementrian Pendidikan agar segera membangun sekolah-sekolah negeri khususnya yang masih darurat bangunan sekolahnya dan menghimbau kepala daerah agar memenuhi kuota guru PNS di berbagai Kabup[aten khususnya Kab.Rote-Ndao, Kupang, Timor Tengah Selatan, Belu, Sabu dan Kab. Timor Tengah Utara

DPD RI melalui PAP  diharapkan :
  • Merekomendasikan BPK RI untuk melakukan audit investigasi terhadap dana pendidikan di NTT yang tidak berimplikasi terhadap kwalitas pendidikan di NTT karena memiliki tingkat kelulusan paling rendah, tunjangan sertifikasi guru yang bermasalah dll