SDF

Ir. SARAH LERY MBOEIK - ANGGOTA DPD RI ASAL NTT - KOMITE 4, PANITIA PERANCANG UNDANG UNDANG(PPUU), PANITIA AKUNTABILITAS PUBLIK DPD RI TIMEX | POS KUPANG | KURSOR | NTT ON LINE | MEDIA INDONESIA | SUARA PEMBARUAN | KOMPAS | KORAN SINDO | BOLA | METRO TV | TV ON LINE | HUMOR
Sarah Lery Mboeik Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
widgeo.net

Senin, 28 Juni 2010

REKAPITULASI JUMLAH DAN NILAI TEMUAN

RESUME
IKHTISAR HASIL PEMERIKSAAN BPK-RI
SEMESTER II TAHUN 2009


I. U M U M
1. Dalam Semester II Tahun 2009, BPK-RI melakukan pemeriksaaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan pada 769 obyek pemeriksaan baik di tingkat pusat maupun daerah dengan rincian sebagai berikut :

Entitas Pemeriksa keuangan Pemeriksa kinerja PDTT Jumlah
Pemerintah pusat - 18 126 144
Pemerintah daerah 190 55 312 557
BUMN 1 1 23 25
BUMD 1 3 35 39
BHMN/BLU/lainnya 2 1 1 4
Jumlah 194 78 497 769

2. Cakupan pemeriksaan dari 769 obrik tersebut di atas meliputi :
a. Pemeriksaan keuangan : - Neraca : Rp. 692,65 T
- LRA : Rp. 258,70 T
b. PDTT senilai Rp. 209,60 T
Khusus untuk pemeriksaan kinerja tidak secara spesifik menunjuk pada suatu nilai tertentu.

3. Total temuan dari 769 obyek pemeriksaan BPK sebanyak 10.498 kasus senilai Rp 46,55 triliun. Diantara temuan tersebut terdapat temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan sebanyak 4.494 kasus dengan nilai Rp 16,26 triliun, dan dari jumlah tersebut sebanyak 439 kasus senilai Rp 102,73 miliar telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke Kas Negara/Daerah selama periode pemeriksaan sampai dengan terbitnya LHP.

II. HASIL PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Keuangan

a. Pemeriksaan atas LKPD tahun 2008
1) Dalam Semester II Tahun 2009 BPK telah memeriksa LKPD Tahun 2008 pada 190 Pemda (termasuk satu LKPD Tahun 2007 pada Kabupaten Yahukimo, Papua). Kenyataan ini menunjukkan bahwa masih amat banyak Pemda yang tidak secara tepat waktu menyelesaikan LKPD-mya untuk diperiksa oleh BPK. Bahkan sampai berakhirnya Tahun 2009 masih ada LKPD Tahun 2008 yang belum diperiksa oleh BPK, yaitu LKPD Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku.
2) Terhadap 189 LKPD Tahun 2008 yang diperiksa dalam Semester II Tahun 2009, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 4 entitas, opini Wajat Dengan Pengecualian (WDP) atas 107 entitas, opini Tidak Wajar (TW) atas 11 entitas, dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atas 67 entitas. Sedangkan terhadap satu LKPD Tahun 2007 (Kabupaten Yahukimo, Papua), BPK memberikan opini TMP.
3) Opini atas LKPD tahun 2008 secara persentual mengalami peningkatan, yang ditunjukkan dengan kenaikan dalam opini WTP dan WDP serta penurunan pada opini TW dan TMP.
Hal ini berarti adanya perbaikan yang dicapai oleh pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban pemerintah.
4) Selain opini, pemeriksaan atas LKPD masih menunjukkan adanya kelemahan SPI dan ketidak patuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
5) Hasil evaluasi atas 189 LKPD menunjukkan terdapat 1.649 kasus kelemahan SPI yang terdiri dari :
- 825 kasus kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan.
- 522 kasus kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan APBD, dan
- 302 kasus kelemahan struktur pengendalian intern.

6) Hasil pemeriksaaan atas 189 LKPD Tahun 2008 menemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan sebanyak 2.983 kasus senilai Rp. 2,89 triliun dengan rincian sebagai berikut :




No Kelompok Temuan Jumlah Kasus Nilai
(Jumlah Rp)
1 Kerugian daerah 870 677.244,63
2 Potensi kerugian daerah 233 911.911,20
3 Kekurangan penerimaan 572 806.111,04
4 Administrasi 981 -
5 Ketidakhematan 121 86.217.85
6 Ketidakefektifan 206 409.753,39
Jumlah 2.983 2.891.238,11


b. Pemeriksaan atas laporan keuangan badan lainnya
1) Dalam semester II Tahun 2009 BPK-RI melakukan pemeriksaan atas 4 (empat) laporan keuangan badan lainnya Tahun 2008, yaitu LK Tahun 2007 PT Pelayaran Nasional Indonesia (PT Pelni), LK Konsolidasi Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Tahun 2008, LK PDAM Kota Padang Tahun 2008, dan LK Konsolidasi atas Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETESP) Project Management Office (PMO) ADB Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias Tahun 2008.
2) Atas 4 (empat) LK badan tersebut, BPK memberikan opini sebagai berikut :

No Entitas Opini
1 PT Pelni Tahun 2007 WDP
2 Otorita Batam Tahun 2008 WDP
3 ETESP PMO ADB BRR NAD-Nias 2008 WTP
4 PDAM Kota Padang Th 2008 TMP

2. Pemeriksaan Kinerja
a. Dalam semester II Tahun 2009 BPK-RI melaksanakan pemeriksaan kinerja atas 15 obyek pemeriksaan di lingkungan pemerintah pusat, 44 obyek pemeriksaan di lingkungan pemerintah daerah, 15 RSUD, 3 PDAM, dan 1 (satu) BUMN.
b. Pemeriksaan kinerja tersebut dilakukan atas beberapa tema sbb. :
1) Daerah pemekaran ;
2) Pengelolaan sarana dan prasarana serta tenaga pendidik pendidikan dasar dalam menunjang program wajib belajar sembilan tahun ;
3) Pengelolaan sampah perkotaan ;
4) Pengukuhan kawasan hutan ;
5) Penyelenggaraan pananggulangan bencana dalam pengelolaan situ di wilayah Sungai Ciliwung Cisadane termasuk Situ Gintung ;
6) Pelayanan kesehatan Rumah Sakit ;
7) PDAM, dan
8) Kinerja lainnya (pada 7 entitas pusat dan 1 BUMN).
c. Hasil pemeriksaan kinerja atas tema-tema tersebut di atas antara lain sebagai berikut.
1) Sebagian besar daerah otonom baru (DOB) belum memenuhi kewajibannya selama masa transisi pemerintahan. Selain itu, beberapa indikator kinerja daerah induk dan DOB yang meliputi aspek kesejahteraan, belanja modal dan jumlah ketersediaan dokter rata-rata tidak tercapai karena masih di bawah rata-rata nasional seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
2) Sebagian besar pemerintah kabupaten/kota kurang efektif melaksanakan pengelolaan sarana prasarana pendidikan dasar dan tenaga pendidik serta pengolahan data pendidikan.
3) Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kota Bekasi, Pemerintah Kota Denpasar, dan Pemerintah Kabupaten Gianyar belum efektif dalam melakukan pengelolaan sampah perkotaan karena kelemahan dalam aspek kebijakan dan pelaksanaan pelayanan persampahan. Hal tersebut mengakibatkan kinerja pengelolaan sampah belum mendukung pencapaian sasaran pembangunan persampahan nasional yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009.
4) Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur belum efektif dan ekonomis dalam melaksanakan kegiatan pengukuhan kawasan hutan karena adanya kelemahan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan pengukuhan kawasan hutan.
5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten tidak tepat dan tidak efektif dalam pengelolaan Situ di daerah aliran Sungai Ciliwung Cisadane termasuk Situ Gintung karena tidak terencana, terpadu dan terintegrasi.
6) RSUD secara umum belum optimal dalam mengelola pelayanan kesehatan dan masih harus ditingkatkan karena tidak tercapainya beberapa indikator pelayanan kesehatan.
7) PDAM Kabupaten Rejang Lebong, Kota Bengkulu, dan Kota Ternate secara umum belum efektif dalam merencanakan dan memberikan pelayanan kepada pelanggan, serta mengelola proses produksi dan distribusi air.

3. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT)
a. Dalam semester II Tahun 2009 BPK melakukan PDTT atas 497 obyek pemeriksaan, yang meliputi 126 obrik pada pemerintah pusat, 312 obrik pada pemerintah daerah, 23 obrik pada BUMN, dan 35 obrik pada BUMD serta satu obrik pada BHMN.
b. Hasil pemeriksaan mengungkapkan 1.270 temuan yang berkaitan dengan kelemahan SPI dan 4.036 temuan yang berkaitan dengan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dengan nilai Rp 14,81 triliun.
c. Temuan signifikan PDTT antara lain sebagai berikut :
1) Pemeriksaan Pendapatan Negara.
Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jambi, PT WKS, PT RHM, dan PT TMA tidak melaporkan hasil tebangan kayu sebanyak 4.300.332,51 m3 yang mengakibatkan kekurangan penerimaan Negara berupa PSDH senilai Rp 50,84 miliar dan sanksi denda pelanggaran eksploitasi hutan senilai Rp 130,95 miliar.





2) Pemeriksaan Pendapatan Daerah.
Kota Palembang, Prop. Sumatera Selatan : Pendapatan atas bagian keuntungan PDAM Tirta Mukti senilai Rp 5,00 miliar belum diterima.
3) PNBP Perguruan Tinggi.
Penggunaan langsung PNBP pada 12 Perguruan Tinggi senilai Rp 147,33 miliar, di antaranya terjadi di Universitas Tanjungpura Tahun 2008 senilai Rp 23,57 miliar dan Tahun 2009 senilai Rp 6,52 miliar.
4) Pemeriksaan belanja Negara.
Kementerian Keuangan : Perhitungan harga eskalasi kontrak pembangunan Gedung Sekretariat Jenderal Tower I kepada PT AK tidak sesuai ketentuan sehingga terdapat kelebihan pembayaran eskalasi harga senilai Rp 18,27 miliar.
5) Pemeriksaan belanja daerah.
Kota Samarinda, Kaltim : Pelaksanaan pekerjaan peningkatan daya guna Waduk Benanga tidak sesuai kontrak, mengakibatkan terjadi kelebihan pembayaran senilai Rp 6,99 miliar.
6) Pemeriksaan manajemen asset.
Provinsi Bengkulu : status kepemilikan tanah sebanyak 123 bidang seluas 2.073.233 m2 senilai Rp 63,34 miliar belum jelas, sehingga rawan terhadap permasalahan/perselisihan hukum dan penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
7) Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
Belum ada penjabaran lebih lanjut atas PP No.38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya terhadap urusan yang sifatnya concurrent (urusan bersama).
8) Pelaksanaan belanja bidang infrastruktur jalan dan jembatan.
Provinsi Papua Barat : Pelaksanaan pekerjaan pembangunan Jalan Ayawasi – Kebar Tahun 2008 dan Tahun 2009 tidak sesuai kontrak, dan berakibat kekurangan volume pekerjaan, sehingga terjadi kelebihan pembayaran senilai Rp 24,72 miliar.
9) Pengelolaan dan pertanggungjawaban Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.
• Sebanyak 51 dari 63 Pemda yang diperiksa belum menetapkan prosedur pendataan masyarakat miskin (maskin) sehingga terdapat data ganda, data maskin tidak dilengkapi dengan alamat dan pekerjaan, mencantumkan data maskin yang telah meninggal dunia/pindah alamat, dan terdapat data maskin berstatus PNS.
• Minimal sebanyak 422.696 kartu gagal didistribusikan karena data tidak valid dan akurat.
• Biaya operasional yang telah dikeluarkan PT Askes Tahun 2009 (s.d.Juni 2009) senilai Rp 51,09 miliar belum diikat dengan perjanjian kerja sama dengan Kementerian Kesehatan sehingga hak dan kewajiban termasuk harga barang belum ditetapkan nilainya.
10) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM- MPd).
Pada 16 kabupaten di 8 provinsi terdapat tunggakan pengembalian dana usaha ekonomi produktif (UEP) dan simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP) senilai Rp 11,70 miliar, yang mengakibatkan dana tersebut tidak dapat segera dimanfaatkan untuk perguliran lebih lanjut.
11) Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan penyelenggaraan ibadah haji Tahun 2008 (1429 H) di Departemen Agama.
Terdapat pembayaran kompensasi biaya hidup kepada jemaah haji yang tinggal melebihi 39 hari akibat kesalahan Garuda belum dibagikan kepada jemaah haji oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) senilai Rp 480,25 juta.
12) Kegiatan penanganan bencana dan pengelolaan dana rehabilitasi serta rekonstruksi pasca bencana.
Realisasi bantuan langsung masyarakat yang seharusnya digunakan untuk pembangunan kembali rumah yang rusak, ternyata dibagikan kepada aparat desa/kecamatan dan tokoh masyarakat senilai Rp 2,06 miliar.
13) Pemeriksaan investigasi kasus PT Bank Century Tbk.
BI tidak tegas dalam melakukan pengawasan atas Bank Century (BC), sehingga permasalahan yang dihadapi BC sejak merger Tahun 2004 tidak terselesaikan, yang pada akhirnya ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik dan diselamatkan oleh LPS pada 21 Nopember 2008. BI patut diduga membiarkan BC melakukan rekayasa akuntansi sehingga seolah-olah BC masih memenuhi kecukupan modal (CAR) dengan cara membiarkan BC melanggar ketentuan PBI No.7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Bank Umum. BI baru bersikap tegas menerapkan ketentuan BI mengenai PPAP pada saat BC telah ditangani oleh LPS.
14) Kegiatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
Pemerintah belum menetapkan kode etik auditor maupun standar yang berlaku untuk APIP. Hal ini mengakibatkan masing-masing APIP menggunakan kode etik yang berbeda-beda, bahkan ada APIP yang belum menggunakan kode etik.
15) Pelaksanaan kontrak kerja sama minyak dan gas bumi.
Terdapat koreksi cost recovery pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) senilai Rp 3,42 miliar, USD 235,53 ribu, dan SGD 5,30 ribu, termasuk pengembalian untuk penggantian PPN atas barang/jasa kena pajak yang tidak dapat di-cost recovery.
16) Pemeriksaan subsidi pemerintah.
Terdapat dana yang masih harus disetor PT SHS (Persero) ke Kas Negara senilai Rp 1,28 miliar.
17) Pemeriksaan operasional BUMN.
Proyek pembangunan kapal ikan Mina Jaya (MJ) yang diprakarsai oleh Menristek/Kepala BPPT senilai USD 200,00 juta yang dilaksanakan PT IKI dan PT PANN MF mengalami kegagalan sehingga mengakibatkan program pengembangan industry perikanan nasional Indonesia Bagian Timur tersebut tidak berhasil, sebanyak 31 unit kapal tuna long liner 300 GT senilai USD 182,25 juta terancam menjadi besi tua (merupakan tanggungjawab PT PANN MF), PT IKI mengalami kerugian atas hilangnya 185 unit container material shipset.
18) Pemeriksaan operasional RSUD, Bank, dan PDAM.
Pemberian pinjaman melalui pola Channeling pada PD BPR Sarimadu, Kabupaten Kampar, Prov. Riau atas dana bergulir tahap awal milik Pemkab Kampar Tahun 2002 dan 2003 mengalami macet minimal senilai Rp 57,31 miliar.

III. PERKEMBANGAN TINDAK LANJUT
Hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK-RI mengungkapkan bahwa sampai dengan akhir semester II Tahun 2009 secara keseluruhan terdapat 70.375 temuan dengan 128.898 rekomendasi senilai Rp. 1.528,40 triliun. Dari jumlah tersebut tindak lanjutnya adalah :
a. 61.711 rekomendasi (47,87 %) senilai Rp. 465,85 triliun sudah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi.
b. 29.020 rekomendasi (22,51 %) senilai Rp. 876,69 triliun dalam proses tindaklanjut.
c. 38.167 rekomendasi (29,61 %) senilai Rp. 185,85 triliun belum ditindaklanjuti.
Adapun temuan pemeriksaan BPK yang telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke Kas Negara dan Kas Daerah selama proses pemeriksaan pada Semester II Tahun 2009 adalah senilai Rp 102,73 miliar, dengan rincian setoran dari Pemerintah Pusat senilai Rp 9,15 miliar dan Pemerintah Daerah senilai Rp 93,57 miliar.



---------------------------------------------



RINCIAN TEMUAN PER PROVINSI

1. PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM.
a. Kabupaten Aceh Tenggara : Pencatatan tidak akurat, yaitu masih ditemukan penyajian angka tidak selaras antara neraca dengan buku inventaris senilai Rp 6,9 miliar ; mutasi asset buku inventaris dengan belanja modal selisih Rp 1,03 triliun, sehingga nilai asset tetap dalam neraca Pemkab Aceh Tenggara senilai Rp 1,41 triliun belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
b. Kabupaten Aceh Tenggara : Terdapat kasbon senilai Rp 8,50 miliar yang berpeluang disalahgunakan sehingga berpotensi merugikan keuangan daerah.
c. Kabupaten Aceh Jaya : Terdapat 2.122 lembar SP2D Tahun 2008 senilai Rp 94,54 miliar yang diterbitkan melampaui Tahun 2008.
d. Kabupaten Aceh Utara : Terjadi pemalsuan warkat deposito Pemkab Aceh Utara pada PT Bank Mandiri senilai Rp 220 miliar sehingga Pemkab Aceh Utara mengalami kerugian. Kasus tersebut sedang ditangani Kepolisian Daerah.
e. Kabupaten Aceh Besar : Tunggakan kredit penguatan modal usaha kecil dan rumah tangga, kredit pemberdayaan ekonomi rakyat senilai Rp 7,49 miliar berpotensi merugikan daerah.
f. Kabupaten Bireuen : PPN dan PPh yang telah dipungut selama Tahun 2007 dan 2008 sejumlah Rp 15,30 miliar belum disetor ke Kas Negara.
g. Kabupaten Aceh Tamiang : Pengelolaan kas daerah belum tertib sehingga penerimaan pajak belum dapat segera dimanfaatkan sebesar Rp 12,76 miliar.
h. Kabupaten Aceh Singkil : Aset tetap yang diserahkan kepada Pemkab Subulussalam senilai Rp111,56 miliar belum disertai berita acara serah terima asset.

2. PROVINSI SUMATERA UTARA.
a. Kabupaten Padang Lawas Utara : Pemkab Tapanuli Selatan belum merealisasikan pembayaran dana hibah senilai Rp 6,32 miliar.
b. Kota Medan : Paket pekerjaan pembangunan jalan dan jembatan berkala Tahun 2008 dan 2009 tidak sesuai kontrak sehingga terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp 7,58 miliar.
c. Pelaksanaan pekerjaan pembangunan jalan dan jembatan serta pemeliharaan berkala Tahun 2008 dan 2009 tidak sesuai kontrak sehingga berpotensi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 11,22 miliar.
d. Pemberian kredit SPK kepada PT Widya Indria Sari, PT Dian Wira Putra, PT Res Karya, PT Karya Harun Nauli, dan PT Alumtani Sarana Merdikari oleh PT Bank Sumatera Utara tidak memedomani prinsip kehati-hatian perbankan sehingga mengakibatkan kredit macet senilai Rp 43,44 miliar.
e. Pemberian hak dan fasilitas Direksi dan Karyawan PT Bank Sumatera Utara tidak menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Gevernance), sehingga memboroskan keuangan PT Bank Sumut senilai Rp 6,25 miliar.



3. PROVINSI KEPULAUAN RIAU.
Kabupaten Karimun : Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan belum didukung SDM yang memadai ; angka yang disajikan dalam neraca senilai Rp 1,01 triliun tidak didukung daftar asset sehingga penyajian saldo asset tetap per 31 Desember 2008 tidak dapat diyakini kewajarannya.

4. PROVINSI RIAU.
a. Kabupaten Siak : Terdapat pengeluaran belanja perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan dan menimbulkan kerugian daerah sebesar Rp 2,55 miliar.
b. Kabupaten Bengkalis : Pembayaran uang muka peningkatan jalan Duri – Sei Pakning Tahun 2008 melebihi prestasi pekerjaan kontraktor dan berpotensi merugikan daerah sebesar Rp 5,17 miliar.
c. PDAM Tirta Siak Kota Pekanbaru berpotensi tidak dapat melunasi pinjaman kepada Pemerintah (Regional Development Agreement/RDA dan Soft Loan Agreement/SLA) per 19 Agustus 2008 senilai Rp 58,09 miliar.
d. Kerjasama dengan PT Karsa Tirta Darma Pangada terkait Program Capacity Building membebani keuangan PDAM Tirta Siak Kota Pekanbaru senilai Rp 184,61 juta.
e. Pelanggan yang menunggak pembayaran tidak dikenakan sanksi tegas sehingga berpotensi merugikan PDAM Tirta Siak sebesar Rp 19,59 miliar.
f. Struktur organisasi PDAM Tirta Siak terlalu besar sehingga menimbulkan ketidakhematan sebesar Rp 844,88 juta per tahun.

5. PROVINSI SUMATERA SELATAN.
a. Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan : Penyelesaian tunggakan PSDH dan DR sebesar Rp 67,41 miliar berlarut-larut. Selain itu terdapat kekurangan pembayaran PNBP dan Ganti Rugi Tegakan (GRT), serta PSDH dan DR sebesar Rp 51,52 miliar atas pembukaan kawasan hutan oleh PT. L dan PT. H.
b. Kota Lubuk Linggau : Penetapan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian C tidak sesuai ketentuan senilai Rp 44,39 miliar.
c. Kota Palembang : Piutang Pajak Penerangan Jalan non PLN senilai Rp 1,52 miliar dari PT.PSP tidak diakui, sehingga sulit untuk ditagih. Selain itu terdapat tunggakan retribusi kebersihan/persampahan senilai Rp 1,42 miliar.
d. Kota Palembang : Pendapatan bagian keuntungan PDAM Tirta Musi senilai Rp 5,00 miliar belum diterima.
e. Kabupaten Musi Banyuasin : Pembangunan komplek Gedung Perkantoran Sekretariat Daerah senilai Rp 84,15 miliar belum dapat dimanfaatkan.

6. PROVINSI SUMATERA BARAT.
a. Kabupaten Pasaman Barat : Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan, yaitu jumlah dan nilai akun asset tetap dan akun diinvestasikan dalam asset tetap pada neraca Kabupaten Pasaman Barat per 31 Desember 2008 senilai Rp 1,00 triliun tidak menggambarkan kondisi senyatanya.
b. Kota Bukittinggi : Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan, yaitu pencatatan asset tetap senilai Rp 898,69 miliar pada neraca per 31 Desember 2008 tidak tertib sehingga nilai asset tetap selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan belum memberikan informasi akurat kepada pengguna laporan keuangan.
c. Kota Bukittinggi : Aset tanah seluas 520.424,24 m2 senilai Rp 58,66 miliar tidak bersertifikat.
d. Kabupaten Dharmasraya : Kegiatan rapat-rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah tilah memboroskan keuangan daerah sebesar Rp 2,50 miliar.
e. Kabupaten Kepulauan Mentawai : DAK Tahun 2008 kurang dimanfaatkan secara maksimal dan sebesar Rp 32,85 miliar tidak direalisasikan.
f. PDAM Kota Padang : Ketidak-patuhan yang mengakibatkan ketidakhematan senilai Rp 8,72 miliar, terjadi karena realisasi biaya tenaga kerja Tahun 2008 melebihi batas yang diperkenankan.
g. Jangka waktu masa berlaku jaminan pelaksanaan beberapa kegiatan pada Dinas PU tidak sesuai ketentuan senilai Rp 79,01 juta.
h. Pengadaan obat Tahun 2008 dan 2009 di Instalasi Farmasi RSUD Dr Achmad Mochtar, Kota Bukittinggi, tidak sesuai formularium senilai Rp 1,28 miliar.
i. Pengadaan bahan kimia pada RSUD Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering, sebesar Rp 678,33 juta tidak dianggarkan dan belum dibayar pada Tahun 2008, tetapi dibayar dan dilaporkan sebagai realisasi belanja Tahun 2009.
j. Harga satuan pengadaan bahan makanan dan minuman pasien Tahun 2008 dan 2009 pada RSUD Dr Ibnu Slebih tinggi dari standar satuan harga barang dan jasa Kabupaten Ogan Komering Ulu senilai Rp 121,44 juta.
k. Bunga rekening Dana Jamkesmas Tahun 2008 dan 2009 pada PT. BRI dan PT. Bank Nagari senilai Rp 82,50 juta belum disetor ke Kas Negara oleh RSUD Dr Achmad Mochtar, Kota Bukittinggi.
l. Penerimaan dari kontribusi Apotek Ibnu Shina digunakan langsung oleh RSUD Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, sebesar Rp 20,00 juta.
m. Pengadaan inventaris senilai Rp 317,14 juta pada RSUD Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2008 tidak berdasarkan perencanaan yang cermat sehingga belum dapat dimanfaatkan.
n. Kota Padang : Dana bantuan langsung pengganti kerusakan rumah masyarakat untuk tahap rekonstruksi dan rehabilitasi akibat gempa bulan September 2007 belum disalurkan kepada masyarakat senilai Rp 9,36 miliar.
o. Kabupaten Padang Pariaman : Penyaluran uang lauk pauk (ULP) tidak tertib dan kurang dibayarkan minimal senilai Rp 12,76 miliar.

7. PROVINSI BANGKA BELITUNG.
a. Kabupaten Bangka Selatan : Pembukaan rekening kas daerah Pemkab Bangka Selatan senilai Rp 116,54 miliar belum ditetapkan dengan SK Bupati, serta belum diberitahukan kepada DPRD. Rekening tersebut hanya didukung oleh surat permohonan pembukaan rekening yang ditandatangani oleh Kepala BPKD sehingga berpotensi timbulnya pengeluaran kas yang tidak sesuai tujuan.
b. Kabupaten Belitung Timur : Pemda kehilangan potensi pendapatan bunga deposito Tahun 2008 dan Semester I Tahun 2009 senilai Rp 5,95 miliar. Selain itu pemungutan retribusi pemakaian kekayaan daerah dan retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus senilai Rp 281,92 juta belum didasarkan atas Perda.

8. PROVINSI JAMBI.
a. Kabupaten Merangin : Realisasi belanja makan dan minum pada Sekretariat Daerah berindikasi fiktif sehingga merugikan daerah sebesar Rp 3,52 miliar.
b. Kabupaten Kerinci : Bidang Pengelola Pasar Dinas Perindustrian dan Perdagangan kurang intensif dalam menagih tunggakan pembayaran angsuran uang muka dan cicilan kredit penjualan kios dan los Pasar Beringin Jaya III Sungai Penuh senilai Rp 7,10 miliar sehingga tertundanya penerimaan daerah.
c. Kabupaten Merangin : Aset daerah senilai Rp 75,66 miliar tidak didukung bukti kepemilikan.
d. Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten.Kota di Jambi : Pembukuan DBH SDA Kehutanan pada Kas Umum Daerah senilai Rp 1,12 miliar tidak tertib. Selain itu Dinas Kehutanan, PT. WKS, PT. RHM, dan PT. TMA tidak melaporkan hasil tebangan kayu sebanyak 4,3 juta m3 dengan nilai PSDH, DR, dan denda pelanggaran eksploitasi hutan sebesar Rp 181,79 miliar.
e. Kota Jambi : Tunggakan retribusi pendaftaran ulang izin praktek dikter, bidan, ahli gizi, pengobatan tradisional, apoteker, dan asisten apoteker sebesar Rp 758,81 juta belum ditagih.
f. Kota Jambi : Pendapatan Pajak Penerangan Jalan terlambat disetor sebesar Rp 17,24 miliar.
g. Kota Jambi : Potensi pendapatan daerah dari retribusi akte pencatatan kelahiran belum optimal senilai Rp 5,67 miliar.

9. PROVINSI BENGKULU.
a. Kabupaten Rejang Lebong : Terdapat tunggakan PBB Tahun 2008 sebesar Rp 330,60 juta belum dapat dicairkan.
b. Aset tetap milik Pemerintah Pusat berupa tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor senilai Rp 14,07 miliar dicatat dalam Laporan Barang Milik Daerah Provinsi Bengkulu.
c. SKPD belum menyampaikan Laporan Mutasi Barang, dan Pengurus Barang belum seluruhnya mencatat barang milik daerah.
d. Sebanyak 123 unit kendaraan bermotor senilai Rp 2,22 miliar tidak diketahui keberadaannya.
e. Status kepemilikan 123 bidang tanah seluas 2.073.233 m2 senilai Rp 63,34 miliar belum jelas sehingga rawan terhadap penyalahgunaan.



10. PROVINSI LAMPUNG.
a. Rasio angsuran kredit anggota DPRD melebihi rasio angsuran yang ditentukan dalam SK Direksi dengan plafond pinjaman total senilai Rp 750,00 juta mengakibatkan peningkatan kredit macet pada PT Bank Lampung.
b. Uang titipan dinas/instansi pada rekening kewajiban lainnya pada PT Bank Lampung senilai Rp 534,48 juta tidak jelas status hokum pemilik titipan dinas/instansi, dan mengakibatkan adanya potensi kehilangan dana titipan.
c. Pemberian kredit kepada pegawai Kantor Camat Abung Timur oleh PT Bank Lampung Cabang Kotabumi senilai Rp 1,87 miliar berpotensi macet.
d. Fungsi PT Bank Lampung sebagai penyimpan uang daerah belum dilakukan secara optimal sehingga mengakibatkan tertundanya penerimaan pajak daerah sebesar Rp 4,57 miliar.
e. Realisasi biaya transfer payment pada PT Bank Lampung tidak didukung bukti-bukti pengeluaran yang sah senilai Rp 287,90 juta.

11. PROVINSI BANTEN.
a. Enam bendahara pengeluaran pada SKPD memalsukan SSP atas pajak yang dipungut/dipotong dari realisasi belanja daerah seniulai Rp 1,20 miliar.
b. Kota Tangerang : Bendahara pengeluaran Sekretariat Daerah memalsukan SSP senilai Rp 825,27 juta.
c. Pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan jalan Th 2008 dan 2009 tidak sesuai kontrak dan merugikan keuangan daerah senilai Rp 4,81 miliar.

12. PROVINSI JAWA BARAT.
a. Peningkatan Jalan KH Abdul Halim Majalengka Th 2009 tidak dapat diselesaikan.
b. Penatausahaan rekening air bersih dan penagihan pada PDAM Tirta Dharma, Kota Cirebon, TB 2008 dan 2009 tidak memadai, dan Pendapatan Air Bersih yang disajikan dalam Laporan Rugi Laba sebesar Rp 47,67 miliar tidak didukung bukti pemakaian air setiap pelanggan.
c. Pelaksanaan pekerjaan pembangunan infrastruktur sumber dan pipa transmisi air bersih Dago Bengkok pada PDAM Tirtawening, Kota Bandung, belum membayar PPN sebesar Rp 1,69 miliar.
d. PDAM Bekasi belum meyetorkan PPN yang diterima dari rekanan sebesar Rp 587,32 juta.
e. Kabupaten Karawang : Tim Anggaran tidak cermat dalam menyusun anggaran, sehingga belanja modal Dinas Bina Marga dan Pengairan senilai Rp 13,12 miliar tidak dapat diakui sebagai asset tetap.
f. Tanah seluas 321.794 m2 dengan nilai perolehan Rp 8,85 miliar yang dimiliki/dikuasai PDAM Tirta Kerta Raharja, Kabupaten Tangerang, belum didukung dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat.


13. PROVINSI DKI JAKARTA.
a. Pendapatan lain-lain Unit Pengelola Perparkiran senilai Rp 120,04 juta belum dicatat dan dilaporkan.
b. Pengelolaan BBM di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana belum memadai senilai Rp 4,09 miliar. Pengeluaran BBM masing-masing unit kerja dilakukan tanpa otorisasi dari pejabat berwenang serta di setiap suku dinas dan UPT tidak terdapat kartu kendali untuk mengontrol pemberian BBM pada setiap kendaraan.
c. Pengelolaan administrasi kegiatan perawatan mobil di UPT Bengkel Induk Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana senilai Rp 3,82 miliar tidak memiliki pembukuan bengkel dan monitoring suku cadang.
d. Pertanggungjawaban penggunaan bantuan social senilai Rp 31,16 miliar tidak dilengkapi bukti-bukti yang memadai.
e. Dana hibah yang berasal dari Sekretariat Daerah dibelanjakan oleh KPUD Prov DKI Jakarta untuk membiayai kegiatan operasional persiapan penyelenggaraan pemilu 2009 sehingga membebani APBD senilai Rp 7,94 miliar.
f. Perencanaan kegiatan tidak memadai, yaitu penetapan komposisi campuran dalam mspesifikasi teknis yang digunakan sebagai dasar penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tidak memperhatikan kualitas material setempat. Hal tersebut mengakibatkan harga komposisi campuran dalam HPS lebih mahal dari Job Mix Formula (JMF) senilai Rp 1,01 miliar dan penawaran kontraktor lebih mahal dari JMF senilai Rp 142,05 juta.
14. PROVINSI JAWA TENGAH.
a. Kabupaten Grobogan : Penerbitan SP2D yang diterima oleh SKPD tidak sama dengan jumlah SP2D yang diterbitkan Bagian Perbendaharaan senilai Rp 874,28 miliar. Hal tersebut terjadi karena SP2D dicairkan dua kali dan atas kasus tersebut telah disetor ke Kas Daerah, SP2D dicatat dua kali, serta adanya SP2D yang belum dicatat oleh SKPD.
b. Kabupaten Grobogan : Perencanaan pekerjaan jalan dan jembatan Tahun 2008 tidak sepenuhnya mengacu pada Kebijakan Umum APBD serta skala prioritas.
c. Kabupaten Sragen : Penyimpanan uang Kas Daerah dalam bentuk deposito dan tabungan senilai Rp 27,77 miliar pada BPR yang bukan merupakan bank umum. Hal ini sangat beresiko karena berpotensi uang daerah tidak dapat ditarik pada saat diperlukan, karena kurang terjamin keamanannya.
d. Pembangunan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah dan Preservasi & Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Semarang, pelaksanaannya tidak sesuai kontrak sehiingga merugikan keuangan daerah masing-masing sebesar Rp 4,43 miliar dan Rp 3,87 miliar.
e. Hasil pekerjaan perencanaan senilai Rp 1,92 miliar pada Proyek PJJ dan PPJJ Metropolitan Semarang tidak dimanfaatkan secara optimal.
f. Pelaksanaan pekerjaan pada Proyek PJJ Jawa Tengan tidak sesuai kontrak sehingga berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp 2,67 miliar.

15. PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.
a. Kabupaten Sleman : Tata cara pemberian keringanan retribusi izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) belum diatur dengan Keputusan Bupati.
b. Kabupaten Sleman : Penentuan besaran pajak terhutang dalam SPT Pajak Daerah (SPTPD) dhi Pajak Restoran, hanya didasarkan pada kesediaan membayar dari WP, sehingga potensi pendapatan daerah yang tidak terpungut mencapai Rp 1,22 miliar.
c. Kabupaten Bantul : Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) senilai Rp 117,00 juta tidak seluruhnya digunakan untuk membangun rumah dan masih terdapat rumah yang belum selesai dibangun.

16. PROVINSI JAWA TIMUR.
a. Kabupaten Jember : Pajak Hotel Tahun 2008 dan 2009 kurang ditetapkan/diterima senilai Rp 1,92 miliar.
b. Kabupaten Malang : Retribusi Taman Wisata Wandit digunakan langsung senilai Rp 880,06 juta.
c. Pelunasan kredit senilai Rp 14,33 miliar atas nama CV Jaya Makmur pada PT Bank Jatim berlarut-larut.
d. Klaim subsidi bunga kredit ketahanan pangan dan energy (KKPE) oleh PT Bank Jatim kepada Pemerintah terlambat direalisasikan sebesar Rp 1,17 miliar.
e. Pemberian kredit karyawan kepada Anggota DPRD Kabupaten Mojokerto oleh PD BPR Bank Pasar Kabupaten Mojokerto tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian senilai Rp 816,16 juta.
f. Pemberian bunga penempatan deposito atas nama Pemkot Kediri senilai Rp 525,00 juta tidak sesuai ketentuan, sehingga mengakibatkan berkurangnya pendapatan daerah yang berasal dari bunga deposito sehubungan dengan penempatan dana di PD BPR Kota Kediri.
g. PD BPR Bank Pasar Kabupaten Lumajang tidak mencatat penyertaan modal Pemkab Lumajang sebesar Rp 2,24 miliar.

17. PROVINSI BALI.
a. Pendataan dan penetapan pemakaian air bawah tanah dan air permukaan (ABT/AP) oleh instansi yang berwenang terlambat senilai Rp 26,57 miliar.
b. Kota Denpasar : Pendapatan retribusi pelayanan kebersihan Tahun 2009 sebesar Rp 1,65 miliar terlambat diterima.
c. Pengeluaran bantuan dana pension senilai Rp 10,00 miliar pada PT. BPD Bali tidak berdasarkan prinsip efisiensi dan efektivitas sehingga pemegang saham kehilangan kesempatan untuk memperoleh deviden.
d. Terdapat kelebihan pemberian tunjangan kesehatan pegawai pada PT. BPD Bali senilai Rp 10,25 miliar.
e. Terdapat pemberian insentif pada PT. BPD Bali sebesar Rp 19,10 miliar tidak memperhatikan prinsip efisiensi.
f. Pemberian uang jasa penghargaan dan pengabdian kepada Direksi dan Dewan Komisaris PT. BPD Bali sebesar Rp 10,89 miliar dilakukan sebelum masa jabatan Direksi dan Dewan Komisaris berakhir.
g. Beban perekrutan karyawan PT. BPD Bali senilai Rp 292,41 juta dan biaya rencana pembukaan kantor baru senilai Rp 978,28 juta tidak efektif.

18. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT (NTB).
Pengadaan bahan konstruksi jalan senilai Rp 1,35 miliar dilaksanakan dengan cara dipecah-pecah untuk menghindari lelang dan pengenaan pajak.

19. PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (NTT).
a. Kabupaten Timor Tengan Utara : DAK senilai Rp 15,61 miliar pada Dinas Pendidikan tidak dimanfaatkan sehingga belum dapat menunjang program wajib belajar 9 tahun.
b. Kabupaten Manggarai : Pengakuan realisasi pendapatan retribusi penjualan produksi usaha daerah Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Tahun 2008 dan 2009 senilai Rp 462,80 juta tidak tepat.
c. Kabupaten Sikka : Pengelolaan penerimaan retribusi daerah pada empat SKPD tidak tertib.
d. Kabupaten Sikka : Empat Perda Retribusi Daerah yang telah lewat lima tahun belum ditinjau ulang sehingga realisasi penerimaan Retribusi Daerah Tahun 2008 dan 2009 tidak mencapai target sebesar Rp 939,33 juta.
e. Kabupaten Belu : Penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah dari kelompok tani senilai Rp 434,88 juta tidak optimal.
f. Kabupaten Belu : Pendapatan retribusi penggantian biaya KTP dan akte catatan sipil pada Dinas Kependudukan Tahun 2008 dan 2009 senilai Rp 1,07 miliar terlambat disetor.
g. Kabupaten Kupang : Kegiatan pembangunan gedung kantor Dinas/Badan pada 18 SKPD senilai Rp 95,46 miliar berpotensi tidak diselesaikan tepat waktu sehingga tidak dapat segera dimanfaatkan.
h. Aset tetap senilai Rp 38,84 miliar yang mengalami pemisahan dan penggabungan belum dialihkan pencatatannya sesuai Buku Inventaris SKPD pengguna barang.
i. Kabupaten Manggarai Barat : Aset daerah yang bersumber dari Dana Dekonsentrasi senilai Rp 4,31 miliar belum dicatat dalam kartu inventaris barang.
j. Kabupaten Manggarai Barat : 194 unit kendaraan dinas senilai Rp 4,50 miliar tidak diketahui keberadaannya.
k. Kabupaten Manggarai Barat : Aset senilai Rp 7,19 miliar belum dimanfaatkan/difungsikan.
l. Pemanfaatan asset tetap berupa tanah dan bangunan milik Pemprov NTT tidak didukung dengan kontrak kerjasama dan berpotensi tidak terealisasinya penerimaan daerah minimal sebesar Rp 100,00 juta.
m. Pengawasan dan pengendalian asset tetap berupa tanah belum optimal, yaitu terdapat bagian tanah yang dikuasai oleh pihak yang tidak berhak, sehingga kepemilikan asset daerah berkurang minimal senilai Rp 4,09 miliar.
n. Terdapat tunggakan hasil penjualan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat senilai Rp 184,10 juta.
o. Kabupaten Timor Tengah Selatan : Sewa alat berat pada Dinas Prasarana Jalan dan Pengembangan Pengairan Tahun 2009 belum dilunasi senilai Rp Rp 61,66 juta.
p. Kabupaten Timor Tengah Selatan : Hasil pengadaan barang Tahun 2008 berupa pabrik air mineral dalam kemasan yang merupakan asset tetap senilai Rp 2,71 miliar belum dimanfaatkan.
q. Aset tetap senilai Rp 38,01 miliar pada neraca RSUD Prof.Dr.WZ Johannes, Kupang, per 31 Desember 2008 hanya berdasarkan realisasi belanja modal Tahun 2007 dan 2008, dan belum ditatausahakan dengan tertib oleh pengelola barang.
r. Pengamanan barang milik daerah non medis belum optimal, dan konstruksi dalam pengerjaan tidak dicatat senilai Rp 5,20 miliar.
s. Pengamanan barang milik daerah senilai Rp 8,00 miliar pada RSUD Prof.Dr.WZ Johannes, Kupang, tidak optimal, sehingga alat-alat tersebut belum dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya.
t. Cadangan dana pemeliharaan meter untuk penggantian meter air pada PDAM Kabupaten Kupang belum digunakan seluruhnya untuk pemeliharaan meter air senilai Rp 3,41 miliar.
u. Kabupaten Kupang : Pekerjaan lanjutan pembangunan Gedung DPRD, Kantor PDE, serta Badan Kesbangpol dan Infokom senilai Rp 26,46 miliar tidak dianggarkan pada APBD Tahun 2009.

20. PROVINSI KALIMANTAN BARAT.
a. Kabupaten Kapuas Hulu : Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan tidak memadai, yaitu nilai mutasi asset tetap belum handal, saldo awal berbeda dengan nilai audited per 31 Desember 2007, dan daftar asset tetap tidak memadai, sehingga penyajian nilai asset tetap senilai Rp 1,32 triliun per 31 Desember 2008 tidak dapat diyakini kewajarannya.
b. Kabupaten Landak : Penyelesaian pembangunan Jembatan Sarimbu/Sei Landak senilai Rp 12,65 miliar terhambat ketidakpastian bantuan dari Pemerintah Pusat.
c. Kota Pontianak : Pelaksanaan pekerjaan struktur beton tidak sepenuhnya sesuai metode pelaksanaan sehingga volume pembelian dan pemasangan kayu cerucuk lebih banyak dari seharusnya senilai Rp 751,03 juta.
d. Hasil pekerjaan perencanaan pada paket PJJ Tahun 2007 sebilai Rp 3,83 miliar tidak dimanfaatkan secara optimal.

21. PROVINSI KALIMANTAN TENGAH.
a. Kabupaten Murung Raya : Pelaksanaan pekerjaan lapis permukaan Asphalt Treated Base (ATB) pada paket pekerjaan peningkatan jalan dalam kota Tahun 2008 berpotensi merugikan daerah senilai Rp 5,69 miliar apabila kontraktor yang telah melakukan wanprestasi tidak melakukan kegiatan overlay seperti yang disepakati.
b. Keterlambatan penyelesaian pekerjaan belum dikenakan denda sebesar Rp 6,15 miliar.
c. Ketidakabsahan pemenang lelang pada 14 paket pekerjaan senilai Rp 24,95 ,iliar.
d. Kabupaten Gunung Mas : Biaya langsung personel tidak dilengkapi dengan dokumen gaji dan bukti setor pajak tenaga ahli.
e. Kabupaten Sukamara : Terjadi salah perhitungan pada pelaksanaan pembuatan dan pemeliharaan jalan yang memboroskan keuangan daerah sebesar Rp 619,65 juta dan berpotensi pemborosan sebesar Rp 215,70 juta.
f. Penyertaan modal Pemda kepada PDAM Kabupaten Kotawaringin Barat senilai Rp 7,49 miliar belum ditetapkan statusnya sebagai penyertaan modal.

22. PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.
a. Kota Samarinda : Perencanaan kegiatan tidak memadai, yaitu terdapat penganggaran dan pelaporan realisasi belanja daerah senilai Rp 111,70 miliar atas beberapa kegiatan pada Tahun 2008 tidak sesuai ketentuan.
b. Kota Samarinda : Pelaksanaan pekerjaan peningkatan daya guna Waduk Benanga tidak sesuai kontrak sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran senilai Rp 6,99 miliar.
c. Kota Samarinda : Terdapat kelebihan bayar senilai Rp 3,54 miliar atas 23 paket pekerjaan yang telah direalisasikan pembayarannya 100 %.
d. Kota Samarinda : Penyelesaian 9 paket pekerjaan pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota, Dinas Pendidikan, serta Dinas Bina Marga dan Pengairan, terlambat dan belum dikenakan sanksi denda senilai Rp 4,95 miliar.
e. Kota Samarinda : Terdapat 13 paket pekerjaan yang dilaksanakan tidak sesuai kontrak senilai Rp 9,50 miliar.
f. Kabupaten Kutai Barat : Pemantauan atas SP2D yang tidak dicairkan oleh Bank Operasional senilai Rp 64,78 miliar tidak dilakukan oleh Kuasa BUD dan pengendalian atas penerbitan SP2D tidak memadai.
g. Kabupaten Kutai Barat : Penerimaan RSUD Harapan Insan Sendawar senilai Rp 11,94 miliar tidak disetor ke kas daerah, di antaranya Rp 4,93 miliar digunakan langsung.
h. Kabupaten Penajam Paser Utara : Pencatatan dan pengelolaan piutang senilai Rp 46,19 miliar tidak dilakukan secara tertib.
i. Kabupaten Kutai Kartanegara : Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan pada BPKD kurang memadai, yakni pertanggungjawaban bendahara pengeluaran BPKD tidak diverifikasi oleh PPK dan tidak disahkan oleh pengguna anggaran sehingga realisasi belanja sebesar Rp 70,45 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya.
j. Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Kaltim : Duplikasi pungutan yang dibebankan kepada pemegang izin usaha kehutanan atas produksi hasil hutan senilai Rp 16,78 miliar. Selain itu penetapan harga patokan kayu oleh Menteri Perdagangan tidak memperhatikan harga pasar sehingga mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh penerimaan Negara sebesar Rp 230,77 miliar, dan penyelesaian tunggakan PSDH dan DR sebesar Rp 58,70 miliar berlarut-larut.
k. Kota Bontang : Pembangunan sarana dan prasarana tebang laying (glider strip) senilai Rp 31,66 miliar dilaksanakan tidak sesuai ketentuan. Rekanan sudah melaksanakan pekerjaan cut to fill untuk perataan kontur tanah sebelum kontrak dibuat.


23. PROVINSI KALIMANTAN SELATAN.
Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan (P3AP) dilaporkan tidak sesuai ketentuan, mengakibatkan PDAM Bandarmasih, Kota Banjarmasin, kurang menyetorkan pajak dan denda keterlambatan senilai Rp 417,21 juta.

24. PROVINSI SULAWESI TENGAH.
Kabupaten Buol : Pelaksanaan pekerjaan pencetakan sawah tidak sesuai surat perjanjian dan berpotensi merugikan daerah sebesar Rp 7,89 miliar.

25. PROVINSI SULAWESI SELATAN.
a. Kabupaten Selayar : Realisasi belanja senilai Rp 125,12 miliar dalam LRA tidak dapat diyakini kewajarannya karena tidak didasari verifikasi yang memadai atas SPJ bersangkutan.
b. Kabupaten Gowa : Penerimaan daerah pada RSUD Syech Yusuf senilai Rp 5,71 miliar digunakan langsung oleh bendahara penerima.
c. Kabupaten Sinjai : Belanja bantuan social senilai Rp 2,73 miliar diberikan secara berulang kepada organisasi2 keolahragaan yang sama untuk mendanai kegiatan yang bersifat rutin, sehingga memboroskan keuangan daerah.
d. Kabupaten Jeneponto : DAK, Dana Penanganan Bencana dan Dana Infrastruktur Sarana dan Prasarana Tahun 2008 senilai Rp 22,77 miliar digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak jelas peruntukannya.

26. PROVINSI GORONTALO.
a. Pengeluaran untuk biaya pegawai PDAM Kota Gorontalo dibayarkan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 721,50 juta.
b. Pemberian pinjaman kepada mantan pegawai PDAM dan bukan pegawai PDAM Kota Gorontalo senilai Rp 490,25 juta tidak tertagih, dengan rata2 umur piutang di atas 2 tahun.
c. Realisasi biaya tenaga kerja pada PDAM Kota Gorontalo Tahun 2008 melebihi ketentuan sebesar Rp 543,84 juta.
d. Cadangan dana meter dan uang jaminan langganan pada PDAM Kota Gorontalo digunakan untuk kegiatan operasional (tidak sesuai tujuan pembentukannya) senilai Rp 2,39 miliar.

27. PROVINSI MALUKU.
a. Penggunaan belanja tak terduga sebesar Rp 16,15 miliar tidak didukung dengan bukti-bukti pertanggungjawaban sehingga pengeluaran tersebut tidak dapat diyajini kewajarannya.
b. Kabupaten Maluku Tenggara Barat : Realisasi tambahan penghasilan untuk kesejahteraan PNS dan tambahan penghasilan aparat pengawas daerah (TPAPD) senilai Rp 12,70 miliar tidak dapat dipertanggungjawabkan kewajaran dan kebenarannya sehingga berpotensi merugikan daerah.
c. Kabupaten Maluku Tenggara : Penagihan piutang pajak dan piutang retribusi tidak optimal sehingga piutang per 30 Juni 2009 senilai Rp 2,40 miliar berpotensi tidak tertagih.
d. Kabupaten Maluku Tenggara : Penyelesaian beberapa pekerjaan terlambat dan belum dikenakan denda senilai Rp 887,52 juta.
e. Dinas PU Provinsi melaksanakan pekerjaan peningkatan jalan dan jembatan pada ruas-ruas jalan kabupaten senilai Rp 4,11 miliar.
f. Kabupaten Seram Barat : Pelaksanaan belanja modal pemeliharaan dan pembangunan jalan/jembatan kebupaten digunakan untuk pembangunan ruas jalan provinsi.
g. Kabupaten Seram Bagian Timur : Pembayaran kegiatan belanja infrastruktur jalan dan jembatan Tahun 2007, 2008, dan 2009 tidak dipungut PPN dan PPh Pasal 23 sebesar Rp 7,65 miliar, dan kurang setor Rp 89,23 juta.

28. PROVINSI MALUKU UTARA.
a. Kota Ternate : Klausul tentang pihak yang berwenang melakukan pemungutan retribusi pelayanan kebersihan dan persampahan untuk sampah rumah tangga Kota Ternate belum diatur.
b. Kabupaten Kepulauan Sula : Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas PU melebihi standar harga satuan Tahun 2009 senilai Rp 6,38 miliar.
c. Kabupaten Halmahera Selatan : Terdapat hutang belanja modal kepada pihak ketiga sebesar Rp 62,14 miliar.

29. PROVINSI PAPUA BARAT.
a. Penganggaran beberapa jenis belanja daerah Tahun 2008 minimal senilai Rp 365,10 miliar tidak tepat.
b. Terdapat pembayaran uang secara tunai kepada Pimpinan dan Anggota DPRD sejumlah Rp 6,70 miliar yang tidak ada bukti pertanggungjawabannya, sehingga merugikan keuangan daerah.
c. Pelaksanaan pekerjaan pembangunan jalan Ayawasi – Kebar Tahun 2008 dan 2009 tidak sesuai kontrak dan merugikan keuangan daerah sebesar Rp 24,72 miliar.
d. Pengadaan 4 unit alat berat merk Caterpillar dan 1 unit dump truck Tahun 2008 senilai Rp 6,41 miliar dan Rp 261,50 juta belum dimanfaatkan.
e. Kabupaten Fak-fak : Realisasi belanja pada beberapa SKPD serta realisasi belanja bantuan social dan bantuan keuangan senilai Rp 4,43 miliar belum dipertanggungjawabkan, dan senilai Rp 93,54 miliar tidak didukung bukti yang memadai.
f. Kabupaten Sorong : Realisasi belanja pada beberapa SKPD tidak didukung bukti yang memadai senilai Rp 79,54 miliar.
g. Kabupaten Kaimana : Barang milik daerah pada empat SKPD senilai Rp 5,05 miliar tidak dikuasai Pemda.
h. Kabupaten Sorong Selatan : Pembangunan pasar sentral Teminabuan senilai Rp 26,68 miliar belum dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
i. Kabupaten Manokwari : Kemahalan harga akibat kesalahan perhitungan analisis harga satuan atas 10 paket pekerjaan senilai Rp 938,47 juta.

30. PROVINSI PAPUA.
a. Kabupaten Keerom : Terdapat kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 5,26 miliar dibandingkan dengan kontrak yang disepakati sehingga terjadi kelebihan pembayaran sejumlah tersebut.
b. Kabupaten Merauke : Pembayaran belanja penunjang operasional Kepala/Wakil Kepala Daerah senilai Rp 4,60 miliar tidak sesuai ketentuan.
c. Kabupaten Merauke : Pendapatan hasil kerja sama operasional (KSO) dengan PT. PM belum diterima sebesar Rp 10,87 miliar.
d. Kabupaten Waropen : Pengeluaran uang daerah sebesar Rp 104,85 miliar tidak melalui mekanisme APBD, yaitu tidak melalui prosedur penerbitan SPM yang sah dan tidak diketahui penggunaannya, sehingga berpotensi merugikan daerah.
e. Kabupaten Waropen : Kekurangan volume pada pekerjaan pengaspalan ruas jalan Waren – Urei Faisei senilai Rp7,03 miliar.
f. Kabupaten Yahukimo : Biaya penggunaan alat berat oleh DPU senilai Rp 4,53 miliar tidak hemat.
g. Kota Jayapura : Biaya hibah senilai Rp 11,67 miliar belum didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang dipersyaratkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.

REKAPITULASI JUMLAH DAN NILAI TEMUAN

No.
PROVINSI Jumlah NilaiTemuan
(Miliar rupiah) Temuan
1. N A D 8 1.880,15
2. Sumatera Utara 5 74,81
3. Kepulauan Riau 1 1.010,00
4 R i a u 6 86,42
5 Sumatera Selatan 5 255,41
6 Sumatera Barat 13 2.004,00
7 Bangka Belitung 2 122,77
8 J a m b i 7 292,86
9 Bengkulu 5 79,96
10 Lampung 5 8,00
11 Banten 3 6,83
12 Jawa Barat 6 71,91
13 DKI Jakarta 6 48,28
14 Jawa Tengah 6 910,51
15 Jawa Timur 7 21,88
16 DI Yogyakarta 3 1,34
17 B a l i 7 79,73
18 Nusa Tenggara Bara 1 1,35
19 Nusa Tenggara Timur 26 257,03
20 Kalimantan Barat 4 1.337,23
21 Kalimantan Tengah 6 45,11
22 Kalimantan Timur 11 672,88
23 Kalimantan Selatan 1 0,42
24 Sulawesi Tengah 1 7,89
25 Sulawesi Selatan 4 156,33
26 Sulawesi Barat - -
27 Sulawesi Tenggara - -
28 Sulawesi Utara - -
29 Gorontalo 4 4,14
30 Maluku 7 43,98
31 Maluku Utara 3 68,52
32 Papua Barat 9 613,37
33 P a p u a 7 148,81

RAPBN 2011

ISU UTAMA RAPBN 2011


A. PERENCANAAN PEMBANGUNAN

1. Rencana Kerja Pemerintah tahun 2011 bertema ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan didukung Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah” merupakan penjabaran dokumen RPJMN 2010-2014, yang meliputi 3 Buku, yaitu: (1) Pencapaian sasaran prioritas nasional, (2) Strategi pembangunan bidang, dan (3) Strategi pengembangan wilayah. Diperlukan kreativitas dan kerja keras seluruh pemangku kepentingan pembangunan untuk mewujudkan tema RKP tahun 2011.
2. DPD RI mendukung 12 prioritas nasional pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2011, meliputi:
i. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola
ii. Pendidikan
iii. Kesehatan
iv. Penanggulangan Kemiskinan
v. Ketahanan Pangan
vi. Infrastruktur
vii. Iklim Investasi dan Iklim Usaha
viii. Energi
ix. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
x. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik
xi. Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi
xii. Prioritas lainnya di bidang Politik, Hukum dan Keamanan; Perekonomian; dan Kesejahteraan Rakyat.
Meskipun demikian, DPD RI menekankan kesinambungan dan keserasian prioritas nasional RKP 2011 dengan prioritas pembangunan sektoral dan prioritas pembangunan daerah/wilayah. Untuk itu, pendekatan top down agar diselaraskan secara harmonis dengan pendekatan bottom up melalui peningkatan efektivitas forum musrenbang dari waktu ke waktu.
3. Untuk mempercepat pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi harus berjalan seiring dengan pemerataan pembangunan di daerah. Oleh karena itu, kualitas belanja agar dipertajam dalam bentuk belanja modal pembangunan, baik oleh Kementerian/Lembaga maupun pemerintah daerah.
4. Pemerintah mencermati dan memperhatikan masukan dari anggota DPD antara lain:
• Pengembangan ketahanan pangan di daerah melalui infrastruktur yang memadai
• Kewenangan bagi daerah untuk mengembangkan energi listrik melalui perusahaan daerah
• Pemerintah perlu menjaga harga komoditas pertanian terutama pada saat panen, sehingga tidak merugikan para petani
• Program yang sejenis PNPM untuk menumbuhkembangkan ekonomi kerakyatan di desa
• Perlu ditinjau kembali pengembangan jaringan transmisi untuk kemandirian pemenuhan kebutuhan energi di Kalimantan, didahului dengan penyiapan infrastruktur yang memadai
• Kajian terhadap wacana pemindahan pusat aktivitas pemerintahan (ibukota negara) di luar Jakarta
• Konsep dan pengawasan Rencana Tata Ruang Wilayah nasional secara terpadu dari Bappenas sehingga ada kesepahaman antara pemerintah dan pemda terhadap prioritas pembangunan nasional dan daerah
• Perlu diciptakan iklim bisnis yang kondusif bagi pengusaha daerah untuk bersaing dengan pengusaha nasional terhadap suatu proyek pembangunan. Dalam hal ini perlu ditinjau kembali Keppres Nomor 80 Tahun 2003
• Daerah agar mendapatkan DBH Pajak penghasilan atas perusahaan nasional yang beroperasi di daerah

B. KEUANGAN NEGARA

5. Pemerintah melalui Menteri Keuangan menyampaikan kepada DPD RI, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal TA 2011. Optimisme proyeksi pertumbuhan ekonomi global serta kinerja ekonomi nasional sampai dengan triwulan I tahun 2010 menjadi basis awal penyusunan kerangka ekonomi makro tahun 2011, dengan juga mempertimbangkan tantangan perekonomian global, kenaikan harga komoditas dunia, serta peningkatan kegiatan sektor riil dan pembangunan infrastruktur di dalam negeri.
6. Guna mendukung penurunan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran di tahun 2011, pertumbuhan ekonomi 2011 direncanakan sebesar 6,2—6,4 persen, lebih tinggi dari tahun 2010. Berbagai program dalam APBN agar semakin dapat diukur keberhasilannya dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran, sebagaimana indikator ekonomi makro lainnya.
7. Pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2011 diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan tahun 2011 guna mendukung penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran di tahun 2011. Sesuai amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DPD RI mengharapkan agar pelaksanaan kebijakan fiskal 2011 berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat di daerah, menyentuh masyarakat di daerah tertinggal dan perbatasan. Untuk itu, pemerataan pembangunan antar daerah/wilayah, termasuk pada pendanaan pembangunan bidang infrastruktur.
8. Defisit sebesar 1,7 persen dari PDB dilakukan antara lain untuk mendukung program pembangunan tahun 2011 serta menjaga kesinambungan fiskal. DPD RI mengharapkan defisit sedapat mungkin ditekan dengan meningkatkan efisiensi pengeluaran pembangunan. Dalam kaitan ini, DPD RI memandang penting aspek akuntabilitas penerimaan negara terutama dari sektor perpajakan, mengingat penerimaan perpajakan menjadi primadona penerimaan tahun 2011. Oleh karena itu, berbagai bentuk penyimpangan oleh oknum aparat pajak harus ditindak secara tegas sesuai hukum yang berlaku.
9. Dana transfer ke daerah amat penting untuk membiayai pembangunan daerah. Alokasi dana transfer ke daerah pada tahun 2011 senilai Rp362,3 triliun patut mendapat apresiasi. Demikian pula dengan komitmen Pemerintah untuk mengalihkan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan yang mendanai urusan daerah ke DAK. Seiring dengan penguatan desentralisasi fiskal, DPD RI mengharapkan dana transfer ke daerah merupakan fungsi dari urusan kepemerintahan yang diserahkan ke daerah sesuai prinsip money follows function. Oleh karena itu, DAU juga harus ditingkatkan dari tahun ke tahun dan diarahkan untuk membiayai kegiatan yang lebih produktif, berupa belanja modal pembangunan di daerah.
10. Usulan pemberian Dana Aspirasi Rp15 miliar untuk setiap daerah pemilihan anggota DPR, sebagaimana diajukan oleh Ketua Badan Anggaran DPR, perlu dikaji mendalam urgensinya bagi percepatan pembangunan daerah, termasuk oleh pemerintah dan lembaga legislatif.
11. Mekanisme Pelaksanaan dana transfer ke daerah agar mempertimbangkan kemudahan penyerapan anggaran oleh daerah, antara lain melalui penyederhanaan mekanisme transfer ke daerah yang melibatkan sektor perbankan, sehingga mempercepat penyalurannya ke daerah.
12. DPD RI dan Kementerian Keuangan memandang penting pengawasan terhadap APBN sesuai prinsip anggaran berbasis kinerja. Untuk itu diperlukan sharing data dari Kementerian Keuangan, khususnya data APBN-P 2010 dan pagu indikatif pada RAPBN 2011, utamanya Dana Perimbangan, Dana Dekonsentrasi, dan Dana Tugas Pembantuan, untuk digunakan sebagai bahan pengawasan DPD RI di daerah.
13. Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan masukan dari Anggota DPD RI antara lain:
• Implementasi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan ibukota negara
• Alokasi DAU bagi setiap daerah agar tetap dipertahankan sebagai pengikat NKRI
• Pemerataan sarana infrastruktur dan transportasi di daerah, termasuk daerah di wilayah perbatasan serta di wilayah laut dan perairan
• Ketepatan waktu penyaluran dan transparansi dalam penghitungan Dana Bagi Hasil Migas
• Peruntukan dana hibah bagi daerah
• Manfaat Free Trade Zone daerah Batam, Bintan, Karimun, belum dirasakan oleh daerah
• Akreditasi kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola urusan kepemerintahan untuk dijadikan sebagai variabel dana transfer ke daerah
• Kriteria kemiskinan yang digunakan dalam kerangka ekonomi makro agar sesuai dengan standar internasional
• Audit terhadap royalti yang diterima oleh pemerintah
• PDAM agar didorong untuk menyediakan air bersih yang layak diminum
• Remunerasi PNS termasuk TNI/Polri
• DBH Pajak yang bersumber dari Pajak Penghasilan perusahaan yang berkedudukan di pusat dipandang kurang adil bagi daerah
• Dana Pendamping agar ditiadakan karena membebani daerah
• Peningkatan SDM pengelola keuangan di daerah
• Sistem reimbursment diubah menjadi sistem lumpsum bagi Anggota DPD RI sebagaimana yang diberlakukan kepada Anggota DPR RI

C. MIGAS
14. Dengar Pendapat dengan BPH MIGAS membahas kebijakan usaha hilir migas dalam kaitan RAPBN 2011, maka DPD RI memandang penting pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM dan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri. Kelancaran pendistribusian BBM dan peningkatan pemanfaatan gas bumi hingga ke daerah terpencil akan mendorong perekonomian daerah sehingga menyejahterakan masyarakat.
15. BPH MIGAS menyampaikan salah satu isu strategis bahwa kuota BBM berbsubsidi dibatasi oleh UU APBN sementara demand dari tahun ke tahun meningkat. Realisasi tahun 2010 hingga bulan Mei 2010 telah melampaui kuota pada APBN-P 2010. Hal tersebut perlu menjadi perhatian Pemerintah dan DPD RI, antara lain dengan menciptakan regulasi agar konsumsi BBM bersubsidi tepat sasaran.
16. DPD RI berpandangan distribusi gas bumi serta peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk rumah tangga melalui jaringan pipa, selain bernilai ekonomis juga diorientasikan untuk memenuhi hak dasar masyarakat. DPD RI mendukung kajian 8 (delapan) Kota Gas Tahun 2011 dan meminta agar program ini dapat dilaksanakan secara bertahap untuk kota-kota lainnya di wilayah NKRI. Pemda diharapkan mendukung program tersebut.
17. Pertamina diharapkan meremajakan kilang-kilang minyak yang ada, sehingga dapat memaksimalkan produksi minyak dalam negeri.
18. DPD RI dan BPH Migas memandang penting pengawasan terhadap pelaksanaan sektor hilir migas, untuk itu diperlukan sharing data kuota dan realisasi pada setiap kabupaten/kota.
19. Dalam dengar Pendapat dengan BP MIGAS membahas mekanisme dan transpransi dana bagi hasil migas dalam rangka RAPBN 2011. DPD RI memandang penting prinsip transparansi pada berbagai faktor dalam mekanisme penghitungan DBH Migas seperti tersedianya data Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mengenai lifting minyak, periode lifting dan penetapan daerah penghasil dari institusi terkait.
20. BPMIGAS menyampaikan bahwa berdasarkan UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas, kewenangan dan tugas BPMIGAS terkait dengan DBH Migas sebatas menyampaikan laporan perhitungan bagian negara (per KKKS) kepada Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Sedangkan penetapan PNBP Migas, pengalokasian ke Daerah Penghasil Migas dan penyalurannya adalah kewenangan Kementerian ESDM – Ditjen Migas, Kementerian Keuangan – Ditjen Anggaran dan Ditjen Perimbangan Keuangan.
21. Peran BPMIGAS dalam RAPBN 2011 terkait dengan penghitungan bagi hasil daerah sebatas pada penyampaian prognosa Penerimaan Negara secara nasional. Sedangkan distribusi, penetapan DBH migas dan pembagiannya dilakukan oleh Kementerian ESDM - Ditjen Migas, Kementerian Keuangan - Ditjen Anggaran dan Ditjen Perimbangan Keuangan.
22. DPD RI memandang bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sudah tidak sejalan lagi dengan prinsip yang diamanatkan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Oleh karena itu, revisi terhadap undang-undang tersebut harus dipercepat.
23. BPMIGAS agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari DPD RI, antara lain:
- memfasilitasi peninjauan ulang kontrak jual beli gas khususnya di Kabupaten Wajo, serta daerah lainnya yang mungkin memiliki permasalahan sejenis sehingga lebih kondusif bagi perekonomian daerah;
- memfasilitasi kerja sama pemda dengan perusahaan migas dalam bentuk manajeman badan operasi bersama (BOB).
24. Eksplorasi dan eksploitasi migas di suatu daerah perlu memperhatikan dampak lingkungan dan sosial budaya, oleh karena itu diharapkan adanya alokasi dana untuk perlindungan lingkungan dan sosial budaya di daerah tersebut.
25. BPMIGAS mendukung keterlibatan pengusaha lokal dalam pengusahaan hulu migas.
26. DPD RI dan BPMIGAS memandang penting akuntabilitas dan pengawasan terhadap transfer dana ke daerah dalam APBN, untuk itu diperlukan data awal seperti Penetapan Asumsi Lifting, Cost Recovery, dan data Prognosa Penerimaan Negara Subsektor Hulu Migas tahun 2011. Namun, kewenangan akses data tersebut berada pada Kementerian ESDM, sehingga diperlukan juga dukungan kementerian tersebut.

D. KESEHATAN
27. Pembangunan untuk mewujudkan arah, visi dan misi pembangunan kesehatan telah dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan cukup bermakna. Namun, pencapaiannya masih tertinggal dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya dan target MDGs. Untuk mewujudkannya, diperlukan komitmen, partisipasi, dan kerja keras seluruh potensi masyarakat, serta sinergi pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian, visi ”Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” pada gilirannya dapat dirasakan oleh masyarakat di setiap daerah.
28. Menyadari bahwa pembangunan kesehatan merupakan investasi untuk peningkatan kualitas SDM dan mendorong pembangunan ekonomi, DPD RI memandang positif pagu indikatif Kementerian Kesehatan TA 2011 sebesar Rp26,113.5 triliun. Apabila memungkinkan, pagu indikatif ini perlu dikaji kembali oleh Pemerintah untuk ditingkatkan jumlahnya pada prioritas program pembangunan kesehatan tahun 2011, yang menyentuh masyarakat khususnya di daerah perbatasan, daerah tertinggal, dan pulau-pulau terpencil.
29. Program pembangunan di bidang kesehatan yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih kurang dalam implementasinya di daerah, dimana ditemui berbagai keluhan terhadap pemenuhan dan pemerataan peralatan medis, masalah kekurangan tenaga dokter, dan dokter spesialis, serta tenaga kesehatan strategis di daerah. Hal ini tidak saja berkaitan dengan distribusi dan kesejahteraan melainkan juga sistem pendidikan dan desentralisasi. Dalam hal ini, Pemerintah dan DPD RI perlu mendorong pengalokasian dana insentif di dalam APBD serta koordinasi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, perguruan tinggi di daerah, serta pihak yang terkait dengan masalah tersebut.
30. DPD RI dan Kementerian Kesehatan memandang penyebaran virus HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya sebagai persoalan yang sangat serius karena dapat menghancurkan satu generasi. Upaya penanggulangannya memerlukan partisipasi dan kerjasama seluruh potensi masyarakat.
31. Pemerintah akan mencermati berbagai masukan dari Anggota DPD RI, antara lain:
• pembangunan rumah sakit kelas B beserta prasarananya di setiap provinsi;
• angka kematian bayi dan gizi buruk yang masih terjadi di beberapa daerah;
• peningkatan pelayanan kepada pasien jamkesmas dan jamkesda;
• penyediaan sarana air bersih di beberapa daerah, terutama daerah yang sangat membutuhkan.
32. Penyerapan anggaran Kementerian Kesehatan tahun 2010 sampai dengan triwulan pertama baru mencapai sekitar 9 persen, diharapkan penyerapan ini dapat semakin dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.

E. PERTANIAN

33. DPD RI mengapresiasi capaian pembangunan pertanian tahun 2005--2009, serta strategi dan target pembangunan 2010-2014 meskipun pembangunan bidang pertanian masih menghadapi berbagai masalah fundamental yang menjadi tantangan. Oleh karena itu, tantangan tersebut harus dihadapi dengan partisipasi dan produktivitas para pemangku kepentingan melalui pemantapan tata kelola dan sinergi pusat dan daerah, serta mendukung rencana kebijakan subsidi langsung pupuk kepada petani.
34. Salah satu tantangan yaitu berbagai masalah pangan, harus dapat diatasi bersama oleh pemerintah pusat dan daerah, serta dunia usaha melalui kemudahan kredit usaha dan investasi, termasuk dengan peran gubernur dan satker di daerah yang semakin proporsional. Di samping itu, perlu mempertimbangkan kearifan lokal.
35. Kementerian Pertanian mengharapkan dukungan DPD RI dan Pemda terhadap beberapa hal, antara lain:
• Regulasi (perda) yang mendukung tumbuhnya dunia usaha pertanian;
• pembangunan kawasan sentra-sentra ternak, hortikultura, perkebunan, tanaman pangan atau kombinasinya;
• mendorong akses petani peternak kepada sumber permodalan;
• dana untuk menjamin petani peternak yang lebih mudah akses ke kredit program dan perbankan;
• mendorong peningkatan citra petani dan pertanian;
• diversifikasi pangan di daerah.
Adapun wawasan lingkungan hidup harus sungguh-sungguh dihayati demi kepentingan generasi mendatang.
36. DPD RI mengapresiasi capaian bidang pertanian tahun 2005-2009, target 2010-2014 dan kebijakan pembangunan pertanian tahun 2011. Akomodasi terhadap kebutuhan pendanaan bidang pertanian dalam pagu indikatif Kementerian Pertanian TA 2011 senilai Rp14,04 triliun dan subsidi Rp19,42 triliun, patut mendapatkan dukungan dari DPD RI.
37. DPD RI meminta agar pagu indikatif Dana Alokasi Khusus pertanian tahun 2011 yang masih dalam tahap pembahasan, meningkat dibandingkan tahun 2010 senilai Rp1,54 triliun. Hal ini seiring dengan komitmen Pemerintah untuk mengalihkan secara bertahap Dana Dekonsentrasi menjadi DAK. Program DAK 2011 agar dialokasikan juga untuk infrastruktur pertanian dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan daerah.
38. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) untuk memperkokoh lembaga petani, lembaga usaha, dan organisasi petani di tingkat pedesaan, agar implementasinya menciptakan lapangan kerja, mengurangi kesenjangan pembangunan wilayah pusat-daerah dan antar sektor, memperhatikan kondisi dan komoditas masing-masing daerah, sehingga memperkokoh kemandirian dan daya saing bangsa dalam perdagangan komoditas unggulan di pasar internasional. Untuk itu, diperlukan juga gerakan cinta produk dalam negeri oleh seluruh lapisan masyarakat.
39. Program pembangunan di bidang pertanian yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih kurang dalam implementasinya di daerah, dimana ditemui berbagai keluhan terhadap kebutuhan dan pemerataan sarana pertanian yang memadai. Oleh karena itu, Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari Anggota DPD RI, seperti:
• Tumpang tindih lahan perkebunan dengan kehutanan;
• Subsidi pupuk kurang dinikmati oleh petani;
• Penyediaan dan pengawasan intensif terhadap alat pengolah pupuk organik;
• Penyuluh pertanian agar semakin berkualitas;
• Penyediaan dan pengawasan distribusi bibit unggul;
• Kekhawatiran masyarakat adat terhadap Proyek pengembangan Merauke Integrated Food and Energy Estate di Papua.
40. DPD RI dan Kementerian Pertanian memandang penting fungsi pengawasan terhadap APBN, khususnya terhadap pelaksanaan anggaran Kementerian Pertanian, dan anggaran pertanian melalui transfer ke daerah. Untuk itu, diperlukan adanya sharing data dari Kementerian Pertanian secara komprehensif dan akurat, khususnya dana APBN 2010 dan pagu indikatif 2011 yang dialokasikan bagi setiap provinsi dan kabupaten/kota, untuk digunakan oleh DPD RI sebagai bahan pengawasan di daerah. Selain itu, diharapkan setiap kunjungan kerja Menteri Pertanian ke daerah agar mengundang Anggota DPD RI dari daerah/wilayah yang bersangkutan.
41. Penyerapan anggaran Kementerian Pertanian tahun 2010 sampai dengan bulan April 2010 mencapai sekitar 23,6 persen, diharapkan penyerapan ini dapat lebih dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan. Dalam kaitan ini, satker di daerah diminta aktif melaporkan pengelolaan keuangan negara, khususnya terhadap dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

F. PENDIDIKAN NASIONAL
42. Visi, misi dan tujuan pendidikan nasional menjadi arah kebijakan pendidikan tahun 2011. DPD RI mengapresiasi visi dan misi pendidikan nasional tersebut dan meminta agar visi dan misi tersebut dapat diwujudkan secara konsisten, melalui pembangunan pendidikan sebagai bagian dari pembangunan nasional. Dengan demikian, potensi Sumber Daya Manusia Indonesia dapat menghasilkan insan yang cerdas dan komprehensif, guna kemajuan masyarakat dan daerah, serta keunggulan karakter bangsa dan negara.
43. Pagu indikatif Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar Rp1,8 triliun dibandingkan alokasi tahun 2010 termasuk RAPBN-P sebesar Rp61,4 triliun, menjadi sebesar Rp63,3 triliun. Kenaikan pagu anggaran ini patut mendapatkan dukungan dari DPD RI, namun harus diiringi dengan pencapaian output dan outcome, sehingga sejalan dengan semangat alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
44. DPD RI dan Kementerian Pendidikan Nasional sepakat memandang penting fungsi pengawasan terhadap APBN, khususnya terhadap pelaksanaan anggaran Kementerian Diknas, kementerian agama, kementerian/lembaga terkait lainnya, dan anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah. Untuk itu, diperlukan adanya sharing data dari Kementerian Pendidikan Nasional secara komprehensif dan akurat untuk digunakan oleh DPD RI sebagai bahan pengawasan di daerah.
45. Program pembangunan di bidang pendidikan yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih memerlukan peningkatan dalam implementasinya di daerah, karena di daerah ditemui berbagai keluhan seperti kurangnya fasilitas pendidikan dan tenaga kependidikan di daerah perbatasan, kepulauan, dan terpencil. Dengan munculnya beberapa daerah pemekaran, diharapkan Kementerian Diknas juga memperhatikan ketersediaan jumlah guru dan tenaga kependidikan di daerah tersebut.
46. Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari DPD RI, seperti:
• kriteria Dana BOS agar memperhatikan alokasi minimum serta ratio anak didik;
• mahalnya biaya pendidikan tinggi;
• biaya pengurusan sertifikasi guru tidak membebani yang bersangkutan;
• peningkatan perhatian terhadap sekolah swasta dan politeknik dalam bentuk subsidi;
• Standar ujian nasional agar memperhatikan kondisi pendidikan di daerah;
• proses belajar-mengajar diharapkan menyesuaikan karakteristik dan budaya daerah setempat;
• kesejahteraan guru PAUD, guru agama dan madrasah;
• diharapkan setiap daerah tetap mendapatkan DAU dengan mempertimbangkan kemampuan daerah.
• Sinergitas anggaran pusat dan daerah untuk SMA dan SMK dalam rangka program wajib belajar 12 tahun.
• penggunaan istilah ”departemen pendidikan dan kebudayaan”.
47. Penyerapan anggaran Kementerian Diknas tahun 2010 sampai dengan bulan April 2010 baru mencapai sekitar 20 persen, diharapkan penyerapan ini dapat dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.

G. KELAUTAN DAN PERIKANAN

48. Indonesia sebagai negara maritim dengan anugerah lautan dan perairan yang amat luas, di kedalamannya terpendam berbagai macam potensi yang sangat berlimpah, yang harus disyukuri dan dikelola sehingga dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pengelolaannya, wawasan lingkungan hidup harus sungguh-sungguh dihayati, demi kepentingan generasi mendatang.
49. Renstra 2010-2014 bidang kelautan dan perikanan harus membangkitkan potensi besar SDA tersebut, sehingga Indonesia menghasilkan produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015, sekaligus menyejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, diperlukan sinergi dan produktivitas seluruh pemangku kepentingan melalui ”Revolusi Biru”, yaitu perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim dengan konsep pembangunan berkelanjutan melalui program Minapolitan.
50. DPD RI meminta agar ”Revolusi Biru” diiringi dengan reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pengurusan perijinan penangkapan ikan, yang kewenangannya tidak dimiliki oleh daerah, tetapi masih menjadi kewenangan pemerintah pusat. Revolusi biru tersebut juga harus diiringi dengan pengembangan industri kelautan dan SDM bidang kelautan, melalui penyediaan pelabuhan-pelabuhan perikanan, kapal induk, dan kapal penangkap ikan dalam jumlah yang besar, serta menumbuhkan kecintaan bahari untuk menghasilkan para sarjana kelautan dan perikanan.
51. DPD RI mendukung program Minapolitan, oleh karena itu usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa penambahan anggaran sebesar Rp1,3 triliun pada pagu indikatif sebesar Rp4,81 triliun sehingga menjadi Rp5,9 triliun, harus dapat direalisasikan. Peningkatan alokasi anggaran dari tahun ke tahun selayaknya mendapatkan perhatian serius, mengingat implikasi sektor kelautan dan perikanan untuk kemajuan daerah. Alokasi anggaran agar diiringi dengan output dan outcomenya.
52. DPD RI memandang penting penciptaan budaya makan ikan. Selain mendukung pembangunan daerah melalui produk komoditas unggulan, juga meningkatkan pendapatan yang menyejahterakan rakyat. Budaya ini juga mendorong pembentukan generasi unggul karena konsumsi nilai gizi yang dikandungnya.
53. Beberapa masukan DPD RI untuk mempertajam kebijakan pembangunan bidang kelautan dan perikanan, yaitu:
• Anggaran untuk pembangunan pelabuhan di Provinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo, serta bantuan kapal untuk Provinsi Sulawesi Barat.
• Langkah kongkrit bantuan bagi nelayan pada masa paceklik di Provinsi Sulawesi Barat;
• Rehabilitasi hutan mangrove, dan peningkatan produksi garam serta budidaya rumput laut di Provinsi Nusa Tenggara Timur;
• Pelestarian habitat ikan paus, ikan khas, dan ikan langka.
• Kelanjutan pembangunan pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu: Samudera Lam Pulo, Pelabuhan Besar Idi, dan Pelabuhan Labuhan Haji.
• Bagi Hasil untuk daerah penghasil SDA kelautan dan perikanan;
• Kebocoran kilang minyak di Australia berakibat pencemaran di perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur dikhawatirkan merusak ekosistem laut;
• Potensi mutiara di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dikelola perusahaan Jepang, tidak transparan dalam pengelolaannya;
• Solusi untuk menyiasati cuaca buruk yang membuat nelayan enggan melaut;
• Perlu dibentuk satu program perikanan berorientasi pariwisata bahari;
• Pelabuhan untuk mendistribusikan ikan hasil tangkapan nelayan di Provinsi DI Yogyakarta;
• Solusi untuk menumbuhkan minat masyarakat nelayan Provinsi DI Yogyakarta agar mengikuti program pelatihan;
• Sarana prasarana nelayan agar menyesuaikan dengan kondisi laut selatan Jawa yang berombak besar;
• Fasilitas pengawetan ikan bagi para nelayan di Provinsi DI Yogyakarta;
• Pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Kulonprogo;
• Terobosan untuk mewujudkan percepatan pembangunan Kawasan Indonesia Timur melalui pembangunan kelautan dan perikanan;
• Koordinasi dengan TNI Angkatan Laut untuk mengatasi Illegal fishing;
• Penanganan keresahan nelayan sebagai akibat ”pengkaplingan” wilayah laut di Kabupaten Jember;
• Peningkatan sentra-sentra penangkapan ikan di Provinsi Jawa Timur;
• Upaya pelestarian terumbu karang di pantai Buleleng, Provinsi Bali;
• Pengembangan rumput laut bagi para petani di pulau Nusa Penida, Provinsi Bali;
• Pemberdayaan nelayan di wilayah pesisir Provinsi Sulawesi Tengah;
• Pengadaan bagan-bagan ikan untuk masyarakat nelayan Provinsi Lampung;
• Rekomendasi kepada PT Pertamina berupa penambahan kuota BBM untuk nelayan di Kabupaten Yapen, Papua;
• Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) terhadap hasil produksi kelautan dan perikanan;
• Penyediaan kapal penangkap ikan dan tempat penampungan ikan hasil tangkapan nelayan untuk masyarakat Provinsi Bengkulu.
• Melibatkan Anggota DPD RI dalam penyerahan 1.000 unit kapal kepada daerah.
54. Untuk percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia diperlukan beberapa unit kapal induk untuk pengolahan ikan.
55. Penyerapan anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 sampai dengan akhir bulan April 2010, baru mencapai 7 persen lebih. Diharapkan penyerapan ini dapat lebih dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.

H. PEKERJAAN UMUM

56. DPD RI mengapresiasi Renstra Kementerian Pekerjaan Umum 2010-2014 yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan dan program serta kegiatan pembangunan bidang Pekerjaan Umum 2011 yang berorientasi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan peningkatan kualitas lingkungan, dengan berpedoman pada RPJMN. Adapun visi Kementerian PU yaitu: ”Tersedianya infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang andal untuk mendukung Indonesia sejahtera 2025”.
57. Sesuai visi itu, kebijakan pembangunan bidang PU agar benar-benar diimplementasikan untuk kemakmuran rakyat, dimana pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan pemerataan pembangunan guna mengatasi keterisolasian daerah, termasuk akses desa-desa di daerah terpencil, tertinggal, dan daerah perbatasan, serta daerah pemekaran. Untuk itu, diperlukan kerjasama yang kuat lintas sektor, terutama antara Kementerian PU, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PDT, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta sinergi dengan Pemerintah Daerah, dimana peran koordinasi oleh gubernur menjadi proporsional.
58. Akomodasi terhadap kebutuhan pendanaan bidang PU dalam pagu indikatif Kementerian PU TA 2011 senilai Rp56,45 triliun patut mendapatkan dukungan dari DPD RI. Meskipun demikian, apabila melihat target MDG’s dan tuntutan pertumbuhan ekonomi, DPD RI memandang bahwa pagu indikatif tersebut masih sangat minim dalam rangka pemenuhan infrastruktur untuk pelayanan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat di daerah.
59. Perlu ditingkatkan program DAK yang merupakan bantuan APBN untuk infrastruktur yang menjadi kewenangan daerah, dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik daerah, serta menyentuh hak-hak dasar rakyat di berbagai daerah. Hal ini diperlukan terutama bagi daerah yang kemampuan fiskalnya rendah.
60. Program pembangunan di bidang PU yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih kurang dalam implementasinya di daerah, dimana ditemui berbagai keluhan terhadap ketersediaan dan pemerataan infastruktur yang memadai. Oleh karena itu, Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari Anggota DPD RI, seperti:
• Penyediaan Infrastruktur untuk mengakses obyek pariwisata;
• Pembangunan jalan lintas Sumatera; Jalan trans Maluku, Papua/Papua Barat dan Kalimantan, Sulawesi Barat; jalan lingkar Metropolitan-Denpasar; jalan tol Manado-Bitung;
• Perbaikan jalan nasional Provinsi Jambi, terutama Merangin—Kerinci—kota Jambi.
• Ketidaksepahaman pemerintah dan pemda terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah, khususnya penetapan kawasan hutan lindung;
• Pengendalian banjir di Jawa Barat, khususnya di aliran sungai Citarum memerlukan anggaran untuk rekonstruksi;
• Pemenuhan air bersih di Nusa Tenggara Timur, misalnya pengembangan air minum berbasis masyarakat;
• Pengadaan embung-embung mini untuk mengatasi ancaman kekeringan dan perubahan musim di NTT.
• Jalan di daerah perbatasan agar berstatus jalan nasional;
• Rehabilitasi garis pengaman pantai di Sulawesi Barat dan Riau;
• Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti di pulau Seram, Maluku Tengah;
• Percepatan pembangunan jembatan Jawa-Sumatera;
• Mempercepat pembangunan waduk Karian di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten guna memenuhi kebutuhan air bersih;
• Pembangunan jembatan di daerah terpencil;
• Terdapat selisih antara pagu indikatif yang dikeluarkan Rp56,45 triliun dengan usulan dana pembangunan infrastruktur hasil forum konsultasi regional yaitu Rp18,65 triliun;
• Irigasi/dam di Nusa Tenggara Barat;
• Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Bengkulu terkendala infrastruktur;
• Kerjasama penyiapan SDM antara perguruan tinggi di daerah dengan pusdiklat Kementerian PU;
• Dukungan dana untuk pembangunan infrastruktur kegiatan PON 2012 di Provinsi Riau, Sea Games 2011 di Provinsi Sumatera Selatan, dan MTQ tahun ini di Provinsi Bengkulu;
• Penanganan masalah tansportasi dan banjir di ibukota negara perlu ditangani secara khusus sebagai tanggung jawab pemerintah pusat, melalui penerbitan keppres.
61. Penyerapan anggaran Kementerian PU tahun 2010 sampai dengan saat ini, dari 1072 satker yang ada, baru melaporkan sebanyak 626 satker. Dari laporan yang ada, penyerapannya baru mencapai sekitar 13,32 persen untuk keuangan, dan sekitar 16,67 persen untuk pekerjaan fisik. Diharapkan penyerapan ini dapat lebih dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.


I. PENGAWASAN APBN

62. DPD RI dan Kementerian Negara memandang penting fungsi pengawasan terhadap APBN, khususnya terhadap pelaksanaan anggaran K/L diantaranya Pertanian, Kelautan, Pekerjaan Umum, Kesehatan, Pendidikan, dfan Lingkungan Hidup. Untuk itu, diperlukan adanya sharing data dari K/L secara komprehensif dan akurat, khususnya dana APBN 2010 dan pagu indikatif RAPBN 2011 yang dialokasikan bagi setiap provinsi dan kabupaten/kota, untuk digunakan oleh DPD RI sebagai bahan pengawasan di daerah.

J. ANCAMAN TERHADAP APBN DAN PDB

63. Krisis keuangan di wilayah EURO, masih perlu disikapi dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang tepat. JPSK perlu segera diaktifkan untuk membangun sinergi antara pemerintah (Dep. Keuangan, Bappenas dan Bank Indonesia).
64. Bencana alam yang semakin sering mengancam investasi pembangunan yang telah dibangun, menambah kemiskinan dan pengangguran. Oleh karena itu setiap upaya pembangunan yang mengakibatkan kerusakan fungsi lingkungan harus dilengkapi dengan upaya penagnggulangn dan pemulihan akibat bencana lingkungan sejak dihulu persoalan. Kebijakan fiskal harus menunjukan upaya penanggulangan risiko lingkungan sejak di hulunya.

RUU transver dana

DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-------

PANDANGAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG TRANSFER DANA


I. PENDAHULUAN

1. Setiap negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam penerapan kebijakan transfer dana. Ada yang mengaturnya dalam bentuk Undang-Undang dan adapula dalam bentuk peraturan perundangan dibawah Undang-Undang.
2. Di Indonesia, kegiatan pengiriman uang atau transfer dana sudah lama dilakukan masyarakat, namun sampai sekarang belum diatur secara khusus dalam suatu ketentuang setingkat undang-undang. Aturan kegiatan transfer dana yang ada pada saat ini sebagian besar diterbitkan oleh otoritas di bidang sistem pembayaran yaitu Bank Indonesia.
3. Bentuk Peraturan Bank Indonesia yang mengatur transfer dana pada umumnya berupa Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut pada umumnya bersifat parsial, seperti ketentuan yang mengatur transfer dana melalui kliring antar bank dan sistim RTGS (Real Time Gross Settlement).
4. Disamping itu terdapat pula ketentuan Bank Indonesia yang mengatur secara umum kegiatan transfer dana yang dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank seperti agen pengiriman uang.
5. Di luar Bank Indonesia masih ada kegiatan transfer dana yang dilakukan oleh lembaga non-bank dan perorang.
6. Volume dan nilai transaksi transfer dana sudah sangat tinggi. Misalnya transfer dana melalui kliring antar bank secara nasional yang dilakukan melalui Bank Indonesia mencapai jumlah rata-rata Rp. 5-6 triliun setiap hari dengan jumlah transaksi 300 ribu transaksi setiap hari. Sistim BI RTGS secara nasional telah mencapai jumlah Rp.170 triliun dari volume transaksi sekitar 50 ribu transaksi setiap hari. Transfer dana yang dilakukan oleh lembaga non-bank dan perorangan telah mencapai jumlah Rp. 3 triliun setiap hari. Nilai transfer dana secara nasional akan meningkat sejalan dengan kemajuan ekonomi nasional.
7. Kegiatan transfer dana dapat dimanfaatkan oleh para pelaku pencucian uang dan teroris yang menjadi masalah banyak negara. Sehingga pengawasan transfer dana perlu dijadikan acuan dalam aturan transfer dana.

II. RUU TRANSFER DANA

1. RUU Transfer Dana amat diperlukan untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi semua peraturan yang terkait dengan pelaksanaan transfer dana.
2. RUU Transfer Dana yang diajukan untuk disetujui terdiri dari 14 Bab dan 92 pasal yang sangat lengkap dan rinci terdiri dari:
a. Bab I Ketentuan Umum
b. Bab II Pelaksanaan Transfer Dana
c. Bab III Pembatalan dan Perubahan Transfer Dana
d. Bab IV Pengembalian Dana
e. Bab V Keterlambatan dan Kekeliruan Transfer Dana serta Tanggung
Jawab Bank Penerima
f. Bab VI Pelaksanaan Transfer Debit
g. Bab VII Biaya Transfer Dana
h. Bab VIII Perizinan Penyelenggaraan Transfer Dana oleh orang
perseorangan dan lembaga bukan bank
i. Bab IX Pengaturan Kompensasi berdasarkan prinsip syariah
j. Bab X Pengawasan
k. Bab XI Alat Bukti dan beban pembuktian
l. Bab XII Ketentuan pidana
m. Bab XIII Ketentuan peralihan
3. RUU Transfer Dana tersebut memberikan landasan hukum yang kuat bagi : (a) semua lembaga dan pelaku pelaku transfer dana baik orang perseorangan, lembaga bukan bank dan perbankan; (b) tatacara transfer dana termasuk prinsip syariah ; (c) sistim pengawasan dan ketentuan pidananya.

III. PANDANGAN DPD TERHADAP RUU TENTANG TRANSFER DANA
1. Pada prinsipnya DPD RI memahami substansi yang termuat dalam RUU Transfer Dana, terutama berkaitan dengan aspek anti money laundring dan counter terorism, serta mendukung aktivitas ekonomi yan gkian pesat. DPD RI memandang perlu untuk mengkritisi hal ini dengan memperhatikan pandangan dari stakeholders terkait, seperti bank Indonesia, kalangan perbankan, dan para pakar, dengan mencermati beberapa catatan terhadap RUU ini, antara lain sebagai berikut:
a. perlu mempertimbangkan undang-undang terkait yang mendahului UU tersebut yaitu:
o UU Sistem Pembayaran Nasional
o UU Tindak Pidana Pencucian Uang
o UU terkait transaksi keuangan bank dan non-bank
b. suatu UU sebaiknya hanya mengatur hal-hal prinsip saja, sedangkan hal-hal yang bersifat teknis dimuat dalam peraturan di bawah undang-undang.

2. Sebelum RUU Transfer Dana, ada yang perlu dipertimbangkan untuk lebih dulu ada yaitu:
a. UU sistem Keuangan Nasional, yang mengatur mekanisme kerja lembaga keuangan bank dan non bank, risiko dari masing-masing lembaga keuangan, dan hubungan antara lembaga keuangan;
b. UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang seharusnya lebih dulu dibahas, karena menyangkut pengawasan maupun kebijakan keuangan;
c. UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang mengatur sektor keuangan ketika mengalami krisis;
d. UU pencucian uang;
e. UU terkait dengan transaksi keuangan bank dan non bank.
3. Dari kajian akademik, setiap negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam menerapkan kebijakan tentang transfer dana. Ada yang menggunakan UU tersendiri dalam transfer dana, tetapi ada juga yang menggunakan peraturan di bawah UU.
4. Di Indonesia, sementara ini hanya menggunakan aturan peraturan yang ditetapkan oleh OJK saja, Bank Indonesia. Konsistensi antara RUU Transfer Dana yang memberikan landasan umum dengan peraturan yang lebih rendah yang mengatur penyelenggaraannya perlu dibangun agar mempermudah pelaksanaannya.
5. Secara prinsip seharusnya UU hanya mengatur hal-hal prinsip, akan tetapi dalam RUU ini sebagian besar isinya bersifat teknis/detail operasional yang sebagian sudah masuk dalam peraturan Bank indonesia.
6. Mengingat sebagian besar jasa pengiriman uang dilaksanakan melalui industri perbankan, sekaligus terkait dengan fungsi moneter yang mengatur peredaran uang, maka selayaknya Bank Indonesia menjadi instansi yang diberikan kewenangan untuk menata usahakan kelembagaan, perizinan maupun proses pelaksanaan jasa pengiriman uang ini.
7. Mengingat pengiriman uang merupakan salah satu bagian dari jasa keuangan yang ada maka kurang sesuai jika mekanisme tentang hal tersebut diatur didalam suatu UU, dan karenanya lebih tepat kewenangan untuk mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam jasa pengiriman uang yang merupakan bagian dari jasa keuangan secara keseluruhan, cukup diatur didalam Peraturan Bank Indonesia. Saat ini banyak uang yang dikirim melalui kantor pos yang jumlahnya cukup besar, tetapi pengawasannya belum diatur secara jelas dalam suatu undang-undang, sehingga rawan penyalahgunaan. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat undang-undang tentang pembayaran nasional yang mengatur mengenai transfer dana baik melalui bank maupun lembaga keuangan non-bank, seperti western union dan kantor pos.

8. Berdasarkan undang-undang BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lambat harus terbentuk pada tahun 2010. Dengan adanya OJK, maka pengawasan terhadap bank dan lembaga keuangan non-bank tidak lagi menjadi wewenang BI melainkan OJK. Meskipun demikian, sebagian bank masih menginginkan kewenangan tersebut berada pada BI.
9. Pasal-pasal dalam RUU yang menyangkut teknis diatur dalam PBI, yang menyangkut transaksi elektronik diatur dalam UU ITE dan yang menyangkut kejahatan elektronik dapat masuk ke UU cyber crime. Oleh karena itu Sinkronisasi antara RUU TPPU dan RUU Cyber Crime serta UU ITE (UU No 11/2008) adalah penting.
10. Terkait dengan perlindungan konsumer/nasabah, maka sebaiknya yang dapat menjalankan usaha jasa pengiriman uang mempunyai bentuk usaha badan hukum, dan yang terbaik adalah dalam bentuk Perseroan Terbatas, mengingat hak dan kewajiban serta pertanggungjawaban hukum PT berikut pengurus dan pemegang sahamnya telah diatur secara jelas dalam UU PT No.40 Tahun 2007. Sedangkan yang menyangkut masalah pidana diatur UU Pidana tersendiri.
11. BI dan Indutri Penyedia Jasa Keuangan, termasuk salah satunya Perbankan sedang mempersiapkan berdirinya suatu "Self Regulating Organization" (SRO) sebagai wadah pengaturan teknis lalu lintas pengiriman uang. Dengan demikian, bahkan BI tidak lagi mengeluarkan ketentuan teknis terkait jasa pengiriman uang.
12. Transfer Dana ke daerah ke daerah dilaksanakan melaluii mekanisme tender kepada perbankan. Apabila di suatu daerah tendernya dimenangkan oleh BRI, maka pengiriman transfer ke daerah dilakukan melalui bank tersebut.

13. Kepercayaan masyarakat untuk menabung di bank mengalami penurunan. Oleh karena itu, diperlukan pola perlindungan konsumen bank untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada bank.

14. Diperlukan aturan baru untuk transfer dana (DAU, DAK dan DBH) yang menjamin pengiriman dana tersebut setiap bulan ke daerah.

15. Dalam rangka menghindari terjadinya tindak pidana pencucian uang, Perbankan harus mengetahui modus tindak pidana pencucian uang itu sejak awal. Misalnya, terhadap transfer dana Rp. 100.000.000,- harus diketahui sumber dan tujuan pengirimannya secara jelas.

IV. REKOMENDASI DPDRI

1. DPDRI mendukung segera terbitnya RUU Tentang Transfer Dana, karena diyakini dapat menciptakan sistem transfer dana yang dipercaya oleh pelaku transfer dana dan dapat mendukung keamanan serta efisiensi sistem pembayaran, menciptakan iklim investasi yang kondusif, memberikan dukungan kepada otoritas sistem pembayaran dan otoritas terkait lainnya, khususnya dalam memperkuat ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan transfer dana yang dikeluarkan oleh otoritas dimaksud.
2. RUU Tentang Transfer Dana, apabila dilihat substansinya, ditujukan untuk mengantisipasi meningkatnya kegiatan transfer dana baik dalam jumlah dana maupun lembaga yang terkait dengan kegiatan transfer dana baik perbankan maupun lembaga non-bank serta perseorangan, dan memfasilitasinya dengan sederhana. Meskipun demikian dapat pula mencegah penyalahgunaan seperti cyber crime, pencucian uang dan pembiayaan teroris. Oleh karena itu RUU Tentang Trnasfer Dana ini harus terus diserasikan dengan Undang-Undang yang berkaitan dengan :
a. UU Sistem Pembayaran Nasional,
b. UU Tindak Pidana Pencucian Uang,
c. UU terkait transaksi keuangan bank dan non-bank,
d. UU sistem Keuangan Nasional, yang mengatur mekanisme kerja lembaga keuangan bank dan non bank, risiko dari masing-masing lembaga keuangan, dan hubungan antara lembaga keuangan;
e. UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang seharusnya lebih dulu dibahas, karena menyangkut pengawasan maupun kebijakan keuangan;
f. UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang mengatur sektor keuangan ketika mengalami krisis;
g. UU pencucian uang;
h. UU terkait dengan transaksi keuangan bank dan non bank.

3. RUU Tentang Transfer Dana agar disusun oleh pemerintah dalam rangka fungsi prefentif dan prefensif dalam rangka memantau aliran dana itu, oleh karena itu UU ini harus memuat landasan pokok yang lengkap sedangkan pelaksanaan rincinya dimuat dalam aturan pelaksanaan yang dibuat oleh OJK.
4. Untuk transfer dana dari pusat ke daerah, agar lebih lancar, dibuat mekanisme yang lebih baik melalui tender perbankan agar jangka waktu transfer dana ke daerah lebih cepat dan lebih tepat.

HASIL PEMERIKSAAN BPK TA 2008

PROVINSI SUMATERA UTARA
1. Dari 27 Pemerintah Daerah (Pemda) di Provinsi Sumatera Utara, baru 9 Pemda (33,3 %) yang sudah menyusun LKPD Tahun 2008 dan telah diperiksa oleh BPK-RI, sedangkan 18 Pemda (66,7 %) lainnya sampai akhir Semester I Tahun 2009 belum menyusun LKPD Tahun 2008.
2. Penyajian aset tetap dalam Neraca per 31 Desember 2008 belum seluruhnya didukung oleh bukti-bukti yang memadai senilai Rp 5,00 triliun.
3. Pengelolaan keuangan daerah pada SKPD tidak tertib karena belum ditetapkan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah.
4. Perhitungan volume aspal pada Dinas Jalan dan Jembatan tidak mengacu pada spesifikasi teknis kontrak, dan merugikan keuangan daerah sebesar Rp4,84 miliar.
5. Terdapat pengeluaran anggaran senulai Rp57,80 miliar untuk pembangunan Gedung Serba Guna tidak memberikan manfaat kepada masyarakat Sumatera Utara.
6. Di Kabupaten Deli Serdang :
a. Adendum kontrak pembangunan jembatan senilai Rp2,61 miliar tidak sesuai ketentuan, dan tidak sah untuk dibayarkan senilai Rp840,70 juta.
b. Pelaksanaan pekerjaan peningkatan dan pemeliharaan jalan dan jembatan pada Dinas PU senilai Rp153,60 miliar tidak mengacu pada APBD.
7. Hasil pemantauan tindak lanjut menunjukkan bahwa sampai dengan Semester I Tahun 2009, dari 2.298 temuan dengan 4.656 rekomendasi senilai Rp40.018,66 miliar, tindak lanjutnya adalah :
a. Sesuai rekomendasi : 2.011 rekmds senilai Rp 15.409,60 miliar;
b. Dalam proses TL : 1.210 rekmds senilai Rp 8.506,50 miliar;
c. Belum ditindaklanjuti : 1.435 rekmds senilai Rp 16.102,55 miliar.


PROVINSI BENGKULU

1. Dari 10 Pemda yang ada di Provinsi Bengkulu, sampai dengan akhir Semester I Tahun 2009 terdapat dua Pemda (yaitu Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Seluma) yang belum menyelesaikan LKPD Tahun 2008. Sementera itu dari 8 Pemda yang telah menyusun LKPD Tahun 2008 dan telah diperiksa oleh BPK-RI, terdapat 3 Pemda yang mendapat opini Disclaimer (yaitu Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kepahiang, dan Kabupaten Lebong), padahal tahun 2007 semuanya mendapat opini WDP.
2. Di Kabupaten Bengkulu Selatan terdapat penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencairan realisasi belanja barang dan jasa serta belanja modal menggunakan SP2D LS yang dicairkan secara tunai dari rekening kas daerah senilai Rp143,36 miliar.
3. Hasil pemantauan tindak lanjut menunjukkan bahwa sampai dengan Semester I Tahun 2009, dari 956 temuan dengan 1.985 rekomendasi senilai Rp318,45 miliar, tindak lanjutnya adalah :
a. Sesuai rekomendasi : 1.245 rekmds senilai Rp 189,14 miliar;
b. Dalam proses TL : 254 rekmds senilai Rp 72,47 miliar;
c. Belum ditindaklanjuti : 486 rekmds senilai Rp 56,83 miliar.












PROVINSI LAMPUNG

1. Penempatan dana daerah Kabupaten Lampung Timur sebesar Rp108,70 miliar (dalam bentuk tabungan) dan Kabupaten Lampung Tengah sebesar Rp28,00 miliar pada BPR Tripanca Setiadana tidak sesuai ketentuan dan berpotensi merugikan daerah karena BPR tersebut dalam proses likuidasi oleh LPS.
2. Kualitas LKPD Tahun 2008 mengalami penurunan. Hal ini ditandai dengan menurunnya opinin BPK-RI atas LKPD Tahun 2008 bila dibandingkan dengan LKPD tahun sebelumnya. LKPD Tahun 2006 dan 2007 dari 11 Pemda yang ada di Provinsi Lampung, semuanya memperoleh opini WDP. Namun untuk LKPD Tahun 2008, dari 11 entitas Pemda tersebut, 3(tiga) entitas di antaranya (yaitu Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Lampung Timur) memperoleh opini Disclaimer.
3. Hasil pemantauan tindak lanjut menunjukkan bahwa sampai dengan Semester I Tahun 2009, dari 994 temuan dengan 2.045 rekomendasi senilai Rp28.531,94 miliar, tindak lanjutnya adalah :
a. Sesuai rekomendasi : 886 rekomendasi senilai Rp 9.062,61 miliar;
b. Dalam proses TL : 263 rekomendasi senilai Rp 5.517,33 miliar;
c. Belum ditindaklanjuti : 896 rekomendasi senilai Rp 13.951,99 miliar.









PROVINSI DKI JAKARTA

1. Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan, sehingga jumlah aset dalam neraca senilai Rp 8,76 triliun belum dapat diyakini kewajarannya.
2. Terdapat hasil penagihan piutang eks BPPN oleh PT Bank DKI senilai Rp 29,00 miliar tidak disetor ke Kas Daerah.
3. Penyerahan kewajiban Fasos dan Fasum dari pihak ketiga kepada Pemda DKI Jakarta berupa tanah seluas 1.947.844,43 m2 senilai Rp 3,62 triliun belum disertai bukti kepemilikan yang sah.
4. Pemanfaatan sebagian tanah rencana lahan terminal Rawa Buaya oleh PT MKR tidak tertib, sehingga Pemprop DKI Jakarta berpotensi kehilangan tanah senilai Rp 25,31 miliar.
5. Perda No.10 Tahun 1999 tentang Dana Cadangan tidak sesuai dengan Permendagri No.13 Tahun 2006 sehingga pembentukan Daca Cadangan yang dikelola oleh Pemprop DKI Jakarta tidak jelas sumber dan peruntukannya.
6. Terdapat pengadaan sarana dan prasarana penunjang busway Koridor IX dan X, pengadaan meubilair, sistem data dan informasi terpadu Dinas Perhubungan belum dimanfaatkan.
7. Aset berupa tanah dan bangunan senilai Rp 5,65 miliar milik PD Dharma Jaya Propvinsi DKI Jakarta dihuni oleh pihak lain yang tidak berhak.
8. Hasil pemantauan tindak lanjut menunjukkan bahwa sampai dengan Semester I Tahun 2009, dari 1.330 temuan dengan 2.642 rekomendasi senilai Rp 108.852,77 miliar, tindak lanjutnya adalah :
a. Sesuai rekomendasi : 1.574 rekomendasi senilai Rp 6.862,96 miliar;
b. Dalam proses TL : 408 rekomendasi senilai Rp 86.729,22 miliar;
c. Belum ditindaklanjuti : 660 rekomendasi senilai Rp 15.260,60 miliar.
PROVINSI JAWA BARAT

1. Untuk LKPD Tahun 2008, dari 26 Pemda yang ada di Provinsi Jawa Barat, sampai akhir Semester I Tahun 2009 masih ada 8 (delapan) Pemda (33,3 %) yang belum menyusun LKPD Tahun 2008.
2. Tidak ada pengendalian yang memadai terhadap sisa dana bantuan hibah senilai Rp 97,38 miliar yang diberikan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan.
3. Pengeluaran obat senilai Rp 1,73 miliar tidak sesuai dengan standar pengeluaran obat. Selain itu penatausahaan dan pengelolaan obat tidak tertib sehingga terdapat perbedaan nilai saldo persediaan dengan hasil stock opname sebesar Rp 2,45 miliar.
4. Terdapat badan/lembaga/organisasi penerima bantuan hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan dan subsidi, belum menyampaikan pertanggungjawaban sebesar Rp1,90 triliun.
5. Terdapat tanah milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat seluas 4.040 m2 senilai Rp 30,96 miliar yang secara fisik dikuasai oleh organisasi kepemudaan yang berpotensi merugikan daerah karena berpindahnya hak kepemilikan.
6. Di Kabupaten Garut, pemberian tambahan penghasilan pada BPKD dan BKD sebesar Rp 41,52 miliar tidak berdasarkan atas kajian yang memadai sehingga mengakibatkan pemborosan keuangan daerah.
7. Di Kabupaten Ciamis, pelaksanaan anggaran belanja modal senilai Rp 21,63 miliar dan belanja hibah senilai Rp 2,20 miliar tidak sesuai ketentuan.
8. Di Kota Bandung, pekerjaan renovasi stadion Persib senilai Rp 6,47 miliar tidak dapat dilaksanakan sesuai kontrak sehingga belum dapat dimanfaatkan.
9. Hasil pemantauan tindak lanjut menunjukkan bahwa sampai dengan Semester I Tahun 2009, dari 2.872 temuan dengan 4.626 rekomendasi senilai Rp 34.957,66 miliar, yang sudah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi sebanyak 2.391 rekomendasi senilai Rp21,917,53 miliar ; dalam proses tindak lanjut sebanyak 607 rekomendasi senilai Rp 6.941,29 miliar ; dan belum ditindaklanjuti sebanyak 1.718 rekomendasi senilai Rp 6.098,85 miliar.


PROVINSI JAWA TENGAH

1. Dari 36 Pemda yang ada di Provinsi Jawa Tengah, sampai akhir Semester I Tahun 2009 baru 17 Pemda yang sudah menyusun LKPG Tahun 2008 dan telah diperiksa oleh BPK-RI, sedangkan 19 Pemda lainnya belum menyusun LKPD Tahun 2008.
2. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai, seperti penyajian nilai aset tetap sebesar Rp11,24 triliun pada neraca per 31 Desember 2008 tidak dapat diyakini kewajarannya. Hal serupa terjadi juga di Pemkot Semarang senilai Rp 5,01 triliun.
3. Di Kabupaten Cilacap, SOP yang ada tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati; pengelolaan kerjasama aset dengan pihak ketiga pada RSUD belum optimal.
4. Di Kabupaten Banjarnegara, terdapat tanah milik Pemda sebanyak 361 bidang seluas 5.070.476 m2 senilai Rp439,67 miliar belum bersertifikat, dan seluas 44.045 m2 senilai Rp7,07 miliar belum atas nama Pemda.
5. Hasil pemantauan tindak lanjut menunjukkan bahwa sampai dengan Semester I Tahun 2009, dari 2.627 temuan dengan 4.770 rekomendasi senilai Rp6.295,82 miliar, tindak lanjutnya adalah :
a. Sesuai rekomendasi : 2.549 rekomendasi senilai Rp 3.679,25 miliar;
b. Dalam proses TL : 1.079 rekomendasi senilai Rp 2.303,88 miliar;
c. Belum ditindaklanjuti : 1.142 rekomendasi senilai Rp 312,68 miliar.


PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

1. Dari 14 Pemda yang ada di Provinsi Kalimantan Timur, sampai akhir Semester I Tahun 2009 baru 6 (enam) Pemda yang sudah menyusun LKPD Tahun 2008 dan telah diperiksa oleh BPK-RI, sedangkan 8 (delapan) Pemda lainnya belum menyusun LKPD Tahun 2008.
2. Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan, penatausahaan dan pelaporan keuangan BLUD serta proses konsolidasi LK BLUD ke LK Pemda senilai Rp105,59 miliar belum memadai.
3. Terdapat realisasi belanja modal tidak sesuai dengan ketentuan senilai Rp294,33 miliar.
4. Terdapat kegiatan perencanaan dan pengawasan senilai Rp50,84 miliar yang dianggarkan dan direalisasikan dalam belanja barang dan jasa.
5. Di Kota Bontang, penerimaan RSUD Kota Bontang Tahun 2008 senilai Rp20,20 miliar digunakan langsung.
6. Hasil pemantauan tindak lanjut menunjukkan bahwa sampai akhir Semester I Tahun 2009, dari 1.558 temuan dengan 3.040 rekomendasi senilai Rp96.133,59, tindak lanjutnya adalah :
a. Sesuai rekomendasi : 1.315 rekomendasi senilai Rp 29.613,11 miliar;
b. Dalam proses TL : 802 rekomendasi senilai Rp 49.084,62 miliar;
c. Belum ditindaklanjuti : 923 rekomendasi senilai Rp 17.435,86 miliar.








PROVINSI PAPUA
1. Dari 21 Pemda yang ada di Provinsi Papua, sampai akhir Semester I Tahun 2009 baru 3 (tiga) Pemda yang sudah menyusun LKPD Tahun 2008 dan telah diperiksa oleh BPK, yaitu Provinsi Papua, Kabupaten Boven Digoel, dan Kabupaten Jayapura. Sedangkan 18 Pemda lainnya belum menyusun LKPD Tahun 2008. Bahkan Kabupaten Yahukimo sampai saat ini LKPD Tahun 2007 pun belum disusun.
2. Di Provinsi Papua:
a. Dana Respek (Rencana Strategi Pembangunan Kampung) Tahun 2007 senilai Rp26,38 miliar belum dimanfaatkan secara maksimal;
b. Pengeluaran Badan Komunikasi dan Informatik ke PT Televisi Mandiri Papua belum dicatat sebagai aset Pemprop Papua, dan kedudukan Pemprop Papua sebagai pemegang saham pada PT Televisi Mandiri Papua belum jelas.
3. Di Kabupaten Mamberamo :
a. Pembangunan Gedung Bupati dan Setda serta Dinas Otonomi Permanen, tidak dilaksanakan meskipun uang muka telah dibayar sebesar Rp10,88 miliar;
b. Pelaksanaan beberapa kegiatan pengadaan barang dan jasa yang mengalami kelambatan tidak dikenakan denda sebesar Rp1,85 miliar.
c. Belanja bantuan pemberdayaan kampung Tahun 2008 sebesar Rp11,80 miliar belum dipertanggungjawabkan.
4. Di Kabupaten Yahukimo :
a. Pelaksanaan pekerjaan fisik tidak sesuai ketentuan/kontrak senilai Rp4,01 miliar;
b. Pembayaran uang muka senilai Rp3,41 miliar dan dana swakelola senilai Rp236 juta tidak diikuti dengan prestasi kegiatan;
c. Penggunaan dana otsus belum dipertanggungjawabkan, dan sebesar Rp2,57 miliar tidak tepat sasaran.
5. Di Kabupaten Sarmi :
a. Terdapat kekurangan volume pekerjaan fisik Tahun 2007 seniulai Rp3,35 miliar;
b. PPh atas kegiatan pembayaran insentif guru Tahun 2007 dan 2008 sejumlah Rp265,60 juta tidak disetor ke Kas Negara .

6. Di Kabupaten Biak Numfor:
a. Terdapat kelebihan pembayaran pada pekerjaan pengadaan di RSUD senilai Rp2,46 miliar;
b. Penggunaan dana keringanan SPP Tahun 2007 pada Dinas Pendidikan dan Pengajaran senilai Rp215,34 juta tidak sesuai peruntukkannya.
7. Di Kabupaten Waropen:
a. Hasil pengadaan barang/jasa senilai Rp1,3 miliar tidak sesuai kontrak;
b. PPN dari kontrak /SPK yang didanai dari dana otsus senilai Rp2,74 miliar tidak disetor ke Kas Negara;
c. Dana pemberdayaan distrik dan kampung Tahun 2007 – 2008 kurang disalurkan senilai Rp20,97 miliar, tidak didukung dengan bukti penerimaan oleh distrik dan kampung senilai Rp2,25 miliar, dan belum dipertanggungjawabkan senilai Rp22,03 miliar.
8. Di Kabupaten Jayapura, pencatatan tidak akurat sehingga keberadaan kendaraan bermotor dan kepemilikan aset tanah senilai Rp40,70 miliar tidak didukung dengan administrasi yang memadai.
9. Hasil pemantauan tindak lanjut menunjukkan bahwa sampai dengan Semester I Tahun 2009, dari 1.125 temuan dengan 1.737 rekomendasi senilai Rp3.516,90 miliar, tindak lanjutnya adalah:
a. Sesuai rekomendasi : 373 rekomendasi senilai Rp 110,52 mil
b. Dalam proses TL : 522 rekomendasi senilai Rp 1.353,23 miliar;
c. Belum ditindaklanjuti : 842 rekomendasi senilai Rp 2.053,15 miL