SDF

Ir. SARAH LERY MBOEIK - ANGGOTA DPD RI ASAL NTT - KOMITE 4, PANITIA PERANCANG UNDANG UNDANG(PPUU), PANITIA AKUNTABILITAS PUBLIK DPD RI TIMEX | POS KUPANG | KURSOR | NTT ON LINE | MEDIA INDONESIA | SUARA PEMBARUAN | KOMPAS | KORAN SINDO | BOLA | METRO TV | TV ON LINE | HUMOR
Sarah Lery Mboeik Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
widgeo.net

Kamis, 29 Juli 2010








Ir. SARAH LERY MBOEIK
Anggota DPD/MPR RI B- 76


Jakarta, 20 Juli 2010
No. : 04/Anggota DPD-NTT/076/VII/2010
Lamp : 1 (satu) jepitan
Hal : Dugaan Pencemaran Lingkungan dan Tuntutan Audit Lingkungan

Kepada Yth
Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero)
Gedung Waskita Jl. MT Haryono Kav.10 Cawang
Fax. : 021-8508506
Di
Jakarta

Dengan Hormat
Berdasarkan pengaduan masyarakat Kelurahan Takari, Kecamatan Takari - Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada akhir Juni 2010 dalam acara pertemuan antara Masyarakat dan anggota DPD-RI perwakilan NTT, perihal pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan oleh PT Waskita Karya melalui penambangan dan pemurnian bahan galian golongan C, batu kali di wilayah Kelurahan Takari Kabupaten Kupang, yang telah melakukan aktivitas selama lebih kurang 10 tahun, maka setelah dikaji secara mendalam atas pengaduan masyarakat tersebut maka kami sampaikan kepada saudara bahwa :

1. Sesuai Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang melindungi masyarakat secara hukum terhadap lingkungan hidup dan dalam Bab I ketentuan Umum pasal 1 ayat 11 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, dan ayat 12 Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup maka perlu diklarifikasi oleh saudara sejauhmana PT Waskita Karya telah melakukan kajian AMDAL pada proyek yang telah dilakukan sejak 10 tahun lalu dan bagaimana upaya kelola lingkungan yang telah perusahaan waskita laksanakan. Tuntutan masyarakat atas lingkungan hidup yang layak dilindungi oleh Undang-undang untuk itu penjelasan dari PT Waskita Karya yang dipimpin saudara sangat kami butuhkan

2. Berdasarkan surat pernyataan dan kronologis laporan masyarakat serta surat pernyataan yang dibuat oleh PT Waskita Karya dengan masyarakat setempat yang kami terima, maka Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang handal, kami menghimbau kepada saudara agar dapat bekerja lebih profesional, dan jujur terhadap masyarakat korban dampak pencemaran yang diduga akibat penggilingan batu yang dilakukan oleh PT Waskita Karya

3. Mengingat makin bertambah padatnya penduduk yang tinggal disekitar tempat penambangan dan pemurnian batu bahan galian C maka kami merekomendasikan kepada saudara untuk melakukan kajian kelayakan lingkungan baik untuk penambangan maupun pemurniannya atau mencari alternatif areal lain jika pemantauan ataupun audit lingkungan analisa dampak lingkungannya tidak berpengaruh pada kehidupan masyarakat sekitar lokasi. Opsi lain yang diharapkan dalam jangka pendek adalah PT Waskita Karya di NTT tidak melanjutkan penambangan maupun pemurnian bahan galian C sebelum evaluasi AMDAL dilakukan

4. Meminta kepada Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten Kupang melalui Badan Lingkungan Hidup setempat untuk segera melakukan pemantuan ataupun audit lingkungan agar bisa diketahui dampak lingkungan hidup akibat penambangan dan penggilingan bahan galian C tersebut dan bukan sekedar di audit pada lingkungan fisik, tapi juga pada dampak sosial budaya dan sosial ekonomi khususnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah baik untuk Kelurahan maupun Kabupaten Kupang

Demikian yang dapat kami sampaikan, atas perhatian dan tanggapanya, sebelumnya saya ucapkan terimakasih

Salam dan Hormat




IR. SARAH LERY MBOEIK
Anggota DPD RI- no.anggota B-76

CC:
1. Gubernur Propinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang
2. Ketua DPRD Prop. NTT di Kupang
3. Bupati Kupang di Kupang
4. Ketua DPRD Kab.Kupang di Kupang
5. Masyarakat korban di Takari
6. Arsip

Selasa, 13 Juli 2010

ISU UTAMA APBN 2011 bahasan komite 4

ISU UTAMA RAPBN 2011

A. PERENCANAAN PEMBANGUNAN

1.Rencana Kerja Pemerintah tahun 2011 bertema ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan didukung Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah” merupakan penjabaran dokumen RPJMN 2010-2014, yang meliputi 3 Buku, yaitu: (1) Pencapaian sasaran prioritas nasional, (2) Strategi pembangunan bidang, dan (3) Strategi pengembangan wilayah. Diperlukan kreativitas dan kerja keras seluruh pemangku kepentingan pembangunan untuk mewujudkan tema RKP tahun 2011.
2.DPD RI mendukung 12 prioritas nasional pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2011, meliputi:
i. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola
ii. Pendidikan
iii. Kesehatan
iv. Penanggulangan Kemiskinan
v. Ketahanan Pangan
vi. Infrastruktur
vii. Iklim Investasi dan Iklim Usaha
viii. Energi
ix. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
x. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik
xi. Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi
xii. Prioritas lainnya di bidang Politik, Hukum dan Keamanan; Perekonomian; dan Kesejahteraan Rakyat.

Meskipun demikian, DPD RI menekankan kesinambungan dan keserasian prioritas nasional RKP 2011 dengan prioritas pembangunan sektoral dan prioritas pembangunan daerah/wilayah. Untuk itu, pendekatan top down agar diselaraskan secara harmonis dengan pendekatan bottom up melalui peningkatan efektivitas forum musrenbang dari waktu ke waktu.
3. Untuk mempercepat pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi harus berjalan seiring dengan pemerataan pembangunan di daerah. Oleh karena itu, kualitas belanja agar dipertajam dalam bentuk belanja modal pembangunan, baik oleh Kementerian/Lembaga maupun pemerintah daerah.

4.Pemerintah mencermati dan memperhatikan masukan dari anggota DPD antara lain:
•Pengembangan ketahanan pangan di daerah melalui infrastruktur yang memadai
•Kewenangan bagi daerah untuk mengembangkan energi listrik melalui perusahaan daerah
•Pemerintah perlu menjaga harga komoditas pertanian terutama pada saat panen, sehingga tidak merugikan para petani
•Program yang sejenis PNPM untuk menumbuhkembangkan ekonomi kerakyatan di desa
•Perlu ditinjau kembali pengembangan jaringan transmisi untuk kemandirian pemenuhan kebutuhan energi di Kalimantan, didahului dengan penyiapan infrastruktur yang memadai
•Kajian terhadap wacana pemindahan pusat aktivitas pemerintahan (ibukota negara) di luar Jakarta
•Konsep dan pengawasan Rencana Tata Ruang Wilayah nasional secara terpadu dari Bappenas sehingga ada kesepahaman antara pemerintah dan pemda terhadap prioritas pembangunan nasional dan daerah
•Perlu diciptakan iklim bisnis yang kondusif bagi pengusaha daerah untuk bersaing dengan pengusaha nasional terhadap suatu proyek pembangunan. Dalam hal ini perlu ditinjau kembali Keppres Nomor 80 Tahun 2003
•Daerah agar mendapatkan DBH Pajak penghasilan atas perusahaan nasional yang beroperasi di daerah

B. KEUANGAN NEGARA

5.Pemerintah melalui Menteri Keuangan menyampaikan kepada DPD RI, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal TA 2011. Optimisme proyeksi pertumbuhan ekonomi global serta kinerja ekonomi nasional sampai dengan triwulan I tahun 2010 menjadi basis awal penyusunan kerangka ekonomi makro tahun 2011, dengan juga mempertimbangkan tantangan perekonomian global, kenaikan harga komoditas dunia, serta peningkatan kegiatan sektor riil dan pembangunan infrastruktur di dalam negeri.

6.Guna mendukung penurunan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran di tahun 2011, pertumbuhan ekonomi 2011 direncanakan sebesar 6,2—6,4 persen, lebih tinggi dari tahun 2010. Berbagai program dalam APBN agar semakin dapat diukur keberhasilannya dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran, sebagaimana indikator ekonomi makro lainnya.

7.Pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2011 diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan tahun 2011 guna mendukung penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran di tahun 2011. Sesuai amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DPD RI mengharapkan agar pelaksanaan kebijakan fiskal 2011 berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat di daerah, menyentuh masyarakat di daerah tertinggal dan perbatasan. Untuk itu, pemerataan pembangunan antar daerah/wilayah, termasuk pada pendanaan pembangunan bidang infrastruktur.

8.Defisit sebesar 1,7 persen dari PDB dilakukan antara lain untuk mendukung program pembangunan tahun 2011 serta menjaga kesinambungan fiskal. DPD RI mengharapkan defisit sedapat mungkin ditekan dengan meningkatkan efisiensi pengeluaran pembangunan. Dalam kaitan ini, DPD RI memandang penting aspek akuntabilitas penerimaan negara terutama dari sektor perpajakan, mengingat penerimaan perpajakan menjadi primadona penerimaan tahun 2011. Oleh karena itu, berbagai bentuk penyimpangan oleh oknum aparat pajak harus ditindak secara tegas sesuai hukum yang berlaku.

9.Dana transfer ke daerah amat penting untuk membiayai pembangunan daerah. Alokasi dana transfer ke daerah pada tahun 2011 senilai Rp362,3 triliun patut mendapat apresiasi. Demikian pula dengan komitmen Pemerintah untuk mengalihkan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan yang mendanai urusan daerah ke DAK. Seiring dengan penguatan desentralisasi fiskal, DPD RI mengharapkan dana transfer ke daerah merupakan fungsi dari urusan kepemerintahan yang diserahkan ke daerah sesuai prinsip money follows function. Oleh karena itu, DAU juga harus ditingkatkan dari tahun ke tahun dan diarahkan untuk membiayai kegiatan yang lebih produktif, berupa belanja modal pembangunan di daerah.

10.Usulan pemberian Dana Aspirasi Rp15 miliar untuk setiap daerah pemilihan anggota DPR, sebagaimana diajukan oleh Ketua Badan Anggaran DPR, perlu dikaji mendalam urgensinya bagi percepatan pembangunan daerah, termasuk oleh pemerintah dan lembaga legislatif.

11.Mekanisme Pelaksanaan dana transfer ke daerah agar mempertimbangkan kemudahan penyerapan anggaran oleh daerah, antara lain melalui penyederhanaan mekanisme transfer ke daerah yang melibatkan sektor perbankan, sehingga mempercepat penyalurannya ke daerah.

12.DPD RI dan Kementerian Keuangan memandang penting pengawasan terhadap APBN sesuai prinsip anggaran berbasis kinerja. Untuk itu diperlukan sharing data dari Kementerian Keuangan, khususnya data APBN-P 2010 dan pagu indikatif pada RAPBN 2011, utamanya Dana Perimbangan, Dana Dekonsentrasi, dan Dana Tugas Pembantuan, untuk digunakan sebagai bahan pengawasan DPD RI di daerah.

13.Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan masukan dari Anggota DPD RI antara lain:
•Implementasi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan ibukota negara
•Alokasi DAU bagi setiap daerah agar tetap dipertahankan sebagai pengikat NKRI
•Pemerataan sarana infrastruktur dan transportasi di daerah, termasuk daerah di wilayah perbatasan serta di wilayah laut dan perairan
•Ketepatan waktu penyaluran dan transparansi dalam penghitungan Dana Bagi Hasil Migas
•Peruntukan dana hibah bagi daerah
•Manfaat Free Trade Zone daerah Batam, Bintan, Karimun, belum dirasakan oleh daerah
•Akreditasi kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola urusan kepemerintahan untuk dijadikan sebagai variabel dana transfer ke daerah
•Kriteria kemiskinan yang digunakan dalam kerangka ekonomi makro agar sesuai dengan standar internasional
•Audit terhadap royalti yang diterima oleh pemerintah
•PDAM agar didorong untuk menyediakan air bersih yang layak diminum
•Remunerasi PNS termasuk TNI/Polri
•DBH Pajak yang bersumber dari Pajak Penghasilan perusahaan yang berkedudukan di pusat dipandang kurang adil bagi daerah
•Dana Pendamping agar ditiadakan karena membebani daerah
•Peningkatan SDM pengelola keuangan di daerah
•Sistem reimbursment diubah menjadi sistem lumpsum bagi Anggota DPD RI sebagaimana yang diberlakukan kepada Anggota DPR RI

C. MIGAS
14.Dengar Pendapat dengan BPH MIGAS membahas kebijakan usaha hilir migas dalam kaitan RAPBN 2011, maka DPD RI memandang penting pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM dan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri. Kelancaran pendistribusian BBM dan peningkatan pemanfaatan gas bumi hingga ke daerah terpencil akan mendorong perekonomian daerah sehingga menyejahterakan masyarakat.

15.BPH MIGAS menyampaikan salah satu isu strategis bahwa kuota BBM berbsubsidi dibatasi oleh UU APBN sementara demand dari tahun ke tahun meningkat. Realisasi tahun 2010 hingga bulan Mei 2010 telah melampaui kuota pada APBN-P 2010. Hal tersebut perlu menjadi perhatian Pemerintah dan DPD RI, antara lain dengan menciptakan regulasi agar konsumsi BBM bersubsidi tepat sasaran.

16.DPD RI berpandangan distribusi gas bumi serta peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk rumah tangga melalui jaringan pipa, selain bernilai ekonomis juga diorientasikan untuk memenuhi hak dasar masyarakat. DPD RI mendukung kajian 8 (delapan) Kota Gas Tahun 2011 dan meminta agar program ini dapat dilaksanakan secara bertahap untuk kota-kota lainnya di wilayah NKRI. Pemda diharapkan mendukung program tersebut.

17.Pertamina diharapkan meremajakan kilang-kilang minyak yang ada, sehingga dapat memaksimalkan produksi minyak dalam negeri.

18.DPD RI dan BPH Migas memandang penting pengawasan terhadap pelaksanaan sektor hilir migas, untuk itu diperlukan sharing data kuota dan realisasi pada setiap kabupaten/kota.

19.Dalam dengar Pendapat dengan BP MIGAS membahas mekanisme dan transpransi dana bagi hasil migas dalam rangka RAPBN 2011. DPD RI memandang penting prinsip transparansi pada berbagai faktor dalam mekanisme penghitungan DBH Migas seperti tersedianya data Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mengenai lifting minyak, periode lifting dan penetapan daerah penghasil dari institusi terkait.

20.BPMIGAS menyampaikan bahwa berdasarkan UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas, kewenangan dan tugas BPMIGAS terkait dengan DBH Migas sebatas menyampaikan laporan perhitungan bagian negara (per KKKS) kepada Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Sedangkan penetapan PNBP Migas, pengalokasian ke Daerah Penghasil Migas dan penyalurannya adalah kewenangan Kementerian ESDM – Ditjen Migas, Kementerian Keuangan – Ditjen Anggaran dan Ditjen Perimbangan Keuangan.

21.Peran BPMIGAS dalam RAPBN 2011 terkait dengan penghitungan bagi hasil daerah sebatas pada penyampaian prognosa Penerimaan Negara secara nasional. Sedangkan distribusi, penetapan DBH migas dan pembagiannya dilakukan oleh Kementerian ESDM - Ditjen Migas, Kementerian Keuangan - Ditjen Anggaran dan Ditjen Perimbangan Keuangan.

22.DPD RI memandang bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sudah tidak sejalan lagi dengan prinsip yang diamanatkan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Oleh karena itu, revisi terhadap undang-undang tersebut harus dipercepat.

23.BPMIGAS agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari DPD RI, antara lain:
-memfasilitasi peninjauan ulang kontrak jual beli gas khususnya di Kabupaten Wajo, serta daerah lainnya yang mungkin memiliki permasalahan sejenis sehingga lebih kondusif bagi perekonomian daerah;
-memfasilitasi kerja sama pemda dengan perusahaan migas dalam bentuk manajeman badan operasi bersama (BOB).

24.Eksplorasi dan eksploitasi migas di suatu daerah perlu memperhatikan dampak lingkungan dan sosial budaya, oleh karena itu diharapkan adanya alokasi dana untuk perlindungan lingkungan dan sosial budaya di daerah tersebut.

25.BPMIGAS mendukung keterlibatan pengusaha lokal dalam pengusahaan hulu migas.
26.DPD RI dan BPMIGAS memandang penting akuntabilitas dan pengawasan terhadap transfer dana ke daerah dalam APBN, untuk itu diperlukan data awal seperti Penetapan Asumsi Lifting, Cost Recovery, dan data Prognosa Penerimaan Negara Subsektor Hulu Migas tahun 2011. Namun, kewenangan akses data tersebut berada pada Kementerian ESDM, sehingga diperlukan juga dukungan kementerian tersebut.

D. KESEHATAN
27.Pembangunan untuk mewujudkan arah, visi dan misi pembangunan kesehatan telah dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan cukup bermakna. Namun, pencapaiannya masih tertinggal dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya dan target MDGs. Untuk mewujudkannya, diperlukan komitmen, partisipasi, dan kerja keras seluruh potensi masyarakat, serta sinergi pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian, visi ”Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” pada gilirannya dapat dirasakan oleh masyarakat di setiap daerah.

28.Menyadari bahwa pembangunan kesehatan merupakan investasi untuk peningkatan kualitas SDM dan mendorong pembangunan ekonomi, DPD RI memandang positif pagu indikatif Kementerian Kesehatan TA 2011 sebesar Rp26,113.5 triliun. Apabila memungkinkan, pagu indikatif ini perlu dikaji kembali oleh Pemerintah untuk ditingkatkan jumlahnya pada prioritas program pembangunan kesehatan tahun 2011, yang menyentuh masyarakat khususnya di daerah perbatasan, daerah tertinggal, dan pulau-pulau terpencil.

29.Program pembangunan di bidang kesehatan yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih kurang dalam implementasinya di daerah, dimana ditemui berbagai keluhan terhadap pemenuhan dan pemerataan peralatan medis, masalah kekurangan tenaga dokter, dan dokter spesialis, serta tenaga kesehatan strategis di daerah. Hal ini tidak saja berkaitan dengan distribusi dan kesejahteraan melainkan juga sistem pendidikan dan desentralisasi. Dalam hal ini, Pemerintah dan DPD RI perlu mendorong pengalokasian dana insentif di dalam APBD serta koordinasi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, perguruan tinggi di daerah, serta pihak yang terkait dengan masalah tersebut.

30.DPD RI dan Kementerian Kesehatan memandang penyebaran virus HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya sebagai persoalan yang sangat serius karena dapat menghancurkan satu generasi. Upaya penanggulangannya memerlukan partisipasi dan kerjasama seluruh potensi masyarakat.

31.Pemerintah akan mencermati berbagai masukan dari Anggota DPD RI, antara lain:
•pembangunan rumah sakit kelas B beserta prasarananya di setiap provinsi;
•angka kematian bayi dan gizi buruk yang masih terjadi di beberapa daerah;
•peningkatan pelayanan kepada pasien jamkesmas dan jamkesda;
•penyediaan sarana air bersih di beberapa daerah, terutama daerah yang sangat membutuhkan.

32.Penyerapan anggaran Kementerian Kesehatan tahun 2010 sampai dengan triwulan pertama baru mencapai sekitar 9 persen, diharapkan penyerapan ini dapat semakin dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.

E. PERTANIAN

33.DPD RI mengapresiasi capaian pembangunan pertanian tahun 2005--2009, serta strategi dan target pembangunan 2010-2014 meskipun pembangunan bidang pertanian masih menghadapi berbagai masalah fundamental yang menjadi tantangan. Oleh karena itu, tantangan tersebut harus dihadapi dengan partisipasi dan produktivitas para pemangku kepentingan melalui pemantapan tata kelola dan sinergi pusat dan daerah, serta mendukung rencana kebijakan subsidi langsung pupuk kepada petani.

34.Salah satu tantangan yaitu berbagai masalah pangan, harus dapat diatasi bersama oleh pemerintah pusat dan daerah, serta dunia usaha melalui kemudahan kredit usaha dan investasi, termasuk dengan peran gubernur dan satker di daerah yang semakin proporsional. Di samping itu, perlu mempertimbangkan kearifan lokal.

35.Kementerian Pertanian mengharapkan dukungan DPD RI dan Pemda terhadap beberapa hal, antara lain:
•Regulasi (perda) yang mendukung tumbuhnya dunia usaha pertanian;
•pembangunan kawasan sentra-sentra ternak, hortikultura, perkebunan, tanaman pangan atau kombinasinya;
•mendorong akses petani peternak kepada sumber permodalan;
•dana untuk menjamin petani peternak yang lebih mudah akses ke kredit program dan perbankan;
•mendorong peningkatan citra petani dan pertanian;
•diversifikasi pangan di daerah.
Adapun wawasan lingkungan hidup harus sungguh-sungguh dihayati demi kepentingan generasi mendatang.

36.DPD RI mengapresiasi capaian bidang pertanian tahun 2005-2009, target 2010-2014 dan kebijakan pembangunan pertanian tahun 2011. Akomodasi terhadap kebutuhan pendanaan bidang pertanian dalam pagu indikatif Kementerian Pertanian TA 2011 senilai Rp14,04 triliun dan subsidi Rp19,42 triliun, patut mendapatkan dukungan dari DPD RI.

37.DPD RI meminta agar pagu indikatif Dana Alokasi Khusus pertanian tahun 2011 yang masih dalam tahap pembahasan, meningkat dibandingkan tahun 2010 senilai Rp1,54 triliun. Hal ini seiring dengan komitmen Pemerintah untuk mengalihkan secara bertahap Dana Dekonsentrasi menjadi DAK. Program DAK 2011 agar dialokasikan juga untuk infrastruktur pertanian dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan daerah.

38.Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) untuk memperkokoh lembaga petani, lembaga usaha, dan organisasi petani di tingkat pedesaan, agar implementasinya menciptakan lapangan kerja, mengurangi kesenjangan pembangunan wilayah pusat-daerah dan antar sektor, memperhatikan kondisi dan komoditas masing-masing daerah, sehingga memperkokoh kemandirian dan daya saing bangsa dalam perdagangan komoditas unggulan di pasar internasional. Untuk itu, diperlukan juga gerakan cinta produk dalam negeri oleh seluruh lapisan masyarakat.

39.Program pembangunan di bidang pertanian yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih kurang dalam implementasinya di daerah, dimana ditemui berbagai keluhan terhadap kebutuhan dan pemerataan sarana pertanian yang memadai. Oleh karena itu, Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari Anggota DPD RI, seperti:
•Tumpang tindih lahan perkebunan dengan kehutanan;
•Subsidi pupuk kurang dinikmati oleh petani;
•Penyediaan dan pengawasan intensif terhadap alat pengolah pupuk organik;
•Penyuluh pertanian agar semakin berkualitas;
•Penyediaan dan pengawasan distribusi bibit unggul;
•Kekhawatiran masyarakat adat terhadap Proyek pengembangan Merauke Integrated Food and Energy Estate di Papua.

40.DPD RI dan Kementerian Pertanian memandang penting fungsi pengawasan terhadap APBN, khususnya terhadap pelaksanaan anggaran Kementerian Pertanian, dan anggaran pertanian melalui transfer ke daerah. Untuk itu, diperlukan adanya sharing data dari Kementerian Pertanian secara komprehensif dan akurat, khususnya dana APBN 2010 dan pagu indikatif 2011 yang dialokasikan bagi setiap provinsi dan kabupaten/kota, untuk digunakan oleh DPD RI sebagai bahan pengawasan di daerah. Selain itu, diharapkan setiap kunjungan kerja Menteri Pertanian ke daerah agar mengundang Anggota DPD RI dari daerah/wilayah yang bersangkutan.

41.Penyerapan anggaran Kementerian Pertanian tahun 2010 sampai dengan bulan April 2010 mencapai sekitar 23,6 persen, diharapkan penyerapan ini dapat lebih dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan. Dalam kaitan ini, satker di daerah diminta aktif melaporkan pengelolaan keuangan negara, khususnya terhadap dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

F. PENDIDIKAN NASIONAL

42.Visi, misi dan tujuan pendidikan nasional menjadi arah kebijakan pendidikan tahun 2011. DPD RI mengapresiasi visi dan misi pendidikan nasional tersebut dan meminta agar visi dan misi tersebut dapat diwujudkan secara konsisten, melalui pembangunan pendidikan sebagai bagian dari pembangunan nasional. Dengan demikian, potensi Sumber Daya Manusia Indonesia dapat menghasilkan insan yang cerdas dan komprehensif, guna kemajuan masyarakat dan daerah, serta keunggulan karakter bangsa dan negara.

43.Pagu indikatif Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar Rp1,8 triliun dibandingkan alokasi tahun 2010 termasuk RAPBN-P sebesar Rp61,4 triliun, menjadi sebesar Rp63,3 triliun. Kenaikan pagu anggaran ini patut mendapatkan dukungan dari DPD RI, namun harus diiringi dengan pencapaian output dan outcome, sehingga sejalan dengan semangat alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

44.DPD RI dan Kementerian Pendidikan Nasional sepakat memandang penting fungsi pengawasan terhadap APBN, khususnya terhadap pelaksanaan anggaran Kementerian Diknas, kementerian agama, kementerian/lembaga terkait lainnya, dan anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah. Untuk itu, diperlukan adanya sharing data dari Kementerian Pendidikan Nasional secara komprehensif dan akurat untuk digunakan oleh DPD RI sebagai bahan pengawasan di daerah.

45.Program pembangunan di bidang pendidikan yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih memerlukan peningkatan dalam implementasinya di daerah, karena di daerah ditemui berbagai keluhan seperti kurangnya fasilitas pendidikan dan tenaga kependidikan di daerah perbatasan, kepulauan, dan terpencil. Dengan munculnya beberapa daerah pemekaran, diharapkan Kementerian Diknas juga memperhatikan ketersediaan jumlah guru dan tenaga kependidikan di daerah tersebut.
46.Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari DPD RI, seperti:
•kriteria Dana BOS agar memperhatikan alokasi minimum serta ratio anak didik;
•mahalnya biaya pendidikan tinggi;
•biaya pengurusan sertifikasi guru tidak membebani yang bersangkutan;
•peningkatan perhatian terhadap sekolah swasta & politeknik dalam bentuk subsidi;
•Standar ujian nasional agar memperhatikan kondisi pendidikan di daerah;
•proses belajar-mengajar diharapkan menyesuaikan karakteristik dan budaya daerah setempat;
•kesejahteraan guru PAUD, guru agama dan madrasah;
•diharapkan setiap daerah tetap mendapatkan DAU dengan mempertimbangkan kemampuan daerah.
•Sinergitas anggaran pusat dan daerah untuk SMA dan SMK dalam rangka program wajib belajar 12 tahun.
•penggunaan istilah ”departemen pendidikan dan kebudayaan”.

47.Penyerapan anggaran Kementerian Diknas tahun 2010 sampai dengan bulan April 2010 baru mencapai sekitar 20 persen, diharapkan penyerapan ini dapat dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.

G. KELAUTAN DAN PERIKANAN

48.Indonesia sebagai negara maritim dengan anugerah lautan dan perairan yang amat luas, di kedalamannya terpendam berbagai macam potensi yang sangat berlimpah, yang harus disyukuri dan dikelola sehingga dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pengelolaannya, wawasan lingkungan hidup harus sungguh-sungguh dihayati, demi kepentingan generasi mendatang.

49.Renstra 2010-2014 bidang kelautan dan perikanan harus membangkitkan potensi besar SDA tersebut, sehingga Indonesia menghasilkan produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015, sekaligus menyejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, diperlukan sinergi dan produktivitas seluruh pemangku kepentingan melalui ”Revolusi Biru”, yaitu perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim dengan konsep pembangunan berkelanjutan melalui program Minapolitan.

50.DPD RI meminta agar ”Revolusi Biru” diiringi dengan reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pengurusan perijinan penangkapan ikan, yang kewenangannya tidak dimiliki oleh daerah, tetapi masih menjadi kewenangan pemerintah pusat. Revolusi biru tersebut juga harus diiringi dengan pengembangan industri kelautan dan SDM bidang kelautan, melalui penyediaan pelabuhan-pelabuhan perikanan, kapal induk, dan kapal penangkap ikan dalam jumlah yang besar, serta menumbuhkan kecintaan bahari untuk menghasilkan para sarjana kelautan dan perikanan.

51.DPD RI mendukung program Minapolitan, oleh karena itu usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa penambahan anggaran sebesar Rp1,3 triliun pada pagu indikatif sebesar Rp4,81 triliun sehingga menjadi Rp5,9 triliun, harus dapat direalisasikan. Peningkatan alokasi anggaran dari tahun ke tahun selayaknya mendapatkan perhatian serius, mengingat implikasi sektor kelautan dan perikanan untuk kemajuan daerah. Alokasi anggaran agar diiringi dengan output dan outcomenya.

52.DPD RI memandang penting penciptaan budaya makan ikan. Selain mendukung pembangunan daerah melalui produk komoditas unggulan, juga meningkatkan pendapatan yang menyejahterakan rakyat. Budaya ini juga mendorong pembentukan generasi unggul karena konsumsi nilai gizi yang dikandungnya.
53.Beberapa masukan DPD RI untuk mempertajam kebijakan pembangunan bidang kelautan dan perikanan, yaitu:
•Anggaran untuk pembangunan pelabuhan di Provinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo, serta bantuan kapal untuk Provinsi Sulawesi Barat.
•Langkah kongkrit bantuan bagi nelayan pada masa paceklik di Provinsi Sulawesi Barat;
•Rehabilitasi hutan mangrove, dan peningkatan produksi garam serta budidaya rumput laut di Provinsi Nusa Tenggara Timur;
•Pelestarian habitat ikan paus, ikan khas, dan ikan langka.
•Kelanjutan pembangunan pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu: Samudera Lam Pulo, Pelabuhan Besar Idi, dan Pelabuhan Labuhan Haji.
•Bagi Hasil untuk daerah penghasil SDA kelautan dan perikanan;
•Kebocoran kilang minyak di Australia berakibat pencemaran di perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur dikhawatirkan merusak ekosistem laut;
•Potensi mutiara di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dikelola perusahaan Jepang, tidak transparan dalam pengelolaannya;
•Solusi untuk menyiasati cuaca buruk yang membuat nelayan enggan melaut;
•Perlu dibentuk satu program perikanan berorientasi pariwisata bahari;
•Pelabuhan untuk mendistribusikan ikan hasil tangkapan nelayan di Provinsi DIY;
•Solusi untuk menumbuhkan minat masyarakat nelayan Provinsi DI Yogyakarta agar mengikuti program pelatihan;
•Sarana prasarana nelayan agar menyesuaikan dengan kondisi laut selatan Jawa yang berombak besar;
•Fasilitas pengawetan ikan bagi para nelayan di Provinsi DI Yogyakarta;
•Pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Kulonprogo;
•Terobosan untuk mewujudkan percepatan pembangunan Kawasan Indonesia Timur melalui pembangunan kelautan dan perikanan;
•Koordinasi dengan TNI Angkatan Laut untuk mengatasi Illegal fishing;
•Penanganan keresahan nelayan sebagai akibat ”pengkaplingan” wilayah laut di Kabupaten Jember;
•Peningkatan sentra-sentra penangkapan ikan di Provinsi Jawa Timur;
•Upaya pelestarian terumbu karang di pantai Buleleng, Provinsi Bali;
•Pengembangan rumput laut bagi para petani di pulau Nusa Penida, Provinsi Bali;
•Pemberdayaan nelayan di wilayah pesisir Provinsi Sulawesi Tengah;
•Pengadaan bagan-bagan ikan untuk masyarakat nelayan Provinsi Lampung;
•Rekomendasi kepada PT Pertamina berupa penambahan kuota BBM untuk nelayan di Kabupaten Yapen, Papua;
•Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) terhadap hasil produksi kelautan dan perikanan;
•Penyediaan kapal penangkap ikan dan tempat penampungan ikan hasil tangkapan nelayan untuk masyarakat Provinsi Bengkulu.
•Melibatkan Anggota DPD RI dalam penyerahan 1.000 unit kapal kepada daerah.

54.Untuk percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia diperlukan beberapa unit kapal induk untuk pengolahan ikan.

55.Penyerapan anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 sampai dengan akhir bulan April 2010, baru mencapai 7 persen lebih. Diharapkan penyerapan ini dapat lebih dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.

H. PEKERJAAN UMUM

56.DPD RI mengapresiasi Renstra Kementerian Pekerjaan Umum 2010-2014 yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan dan program serta kegiatan pembangunan bidang Pekerjaan Umum 2011 yang berorientasi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan peningkatan kualitas lingkungan, dengan berpedoman pada RPJMN. Adapun visi Kementerian PU yaitu: ”Tersedianya infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang andal untuk mendukung Indonesia sejahtera 2025”.

57.Sesuai visi itu, kebijakan pembangunan bidang PU agar benar-benar di implementasikan untuk kemakmuran rakyat, dimana pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan pemerataan pembangunan guna mengatasi keterisolasian daerah, termasuk akses desa-desa di daerah terpencil, tertinggal, dan daerah perbatasan, serta daerah pemekaran. Untuk itu, diperlukan kerjasama yang kuat lintas sektor, terutama antara Kementerian PU, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PDT, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta sinergi dengan Pemerintah Daerah, dimana peran koordinasi oleh gubernur menjadi proporsional.

58.Akomodasi terhadap kebutuhan pendanaan bidang PU dalam pagu indikatif Kementerian PU TA 2011 senilai Rp56,45 triliun patut mendapatkan dukungan dari DPD RI. Meskipun demikian, apabila melihat target MDG’s dan tuntutan pertumbuhan ekonomi, DPD RI memandang bahwa pagu indikatif tersebut masih sangat minim dalam rangka pemenuhan infrastruktur untuk pelayanan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat di daerah.

59.Perlu ditingkatkan program DAK yang merupakan bantuan APBN untuk infrastruktur yang menjadi kewenangan daerah, dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik daerah, serta menyentuh hak-hak dasar rakyat di berbagai daerah. Hal ini diperlukan terutama bagi daerah yang kemampuan fiskalnya rendah.

60.Program pembangunan di bidang PU yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih kurang dalam implementasinya di daerah, dimana ditemui berbagai keluhan terhadap ketersediaan dan pemerataan infastruktur yang memadai. Oleh karena itu, Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari Anggota DPD RI, seperti:
•Penyediaan Infrastruktur untuk mengakses obyek pariwisata;
•Pembangunan jalan lintas Sumatera; Jalan trans Maluku, Papua/Papua Barat dan Kalimantan, Sulawesi Barat; jalan lingkar Metropolitan-Denpasar; jalan tol Manado-Bitung;
•Perbaikan jalan nasional Provinsi Jambi, terutama Merangin—Kerinci—kota Jambi.
•Ketidaksepahaman pemerintah dan pemda terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah, khususnya penetapan kawasan hutan lindung;
•Pengendalian banjir di Jawa Barat, khususnya di aliran sungai Citarum memerlukan anggaran untuk rekonstruksi;
•Pemenuhan air bersih di Nusa Tenggara Timur, misalnya pengembangan air minum berbasis masyarakat;
•Pengadaan embung-embung mini untuk mengatasi ancaman kekeringan dan perubahan musim di NTT.
•Jalan di daerah perbatasan agar berstatus jalan nasional;
•Rehabilitasi garis pengaman pantai di Sulawesi Barat dan Riau;
•Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti di pulau Seram, Maluku Tengah;
•Percepatan pembangunan jembatan Jawa-Sumatera;
•Mempercepat pembangunan waduk Karian di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten guna memenuhi kebutuhan air bersih;
•Pembangunan jembatan di daerah terpencil;
•Terdapat selisih antara pagu indikatif yang dikeluarkan Rp56,45 triliun dengan usulan dana pembangunan infrastruktur hasil forum konsultasi regional yaitu Rp18,65 triliun;
•Irigasi/dam di Nusa Tenggara Barat;
•Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Bengkulu terkendala infrastruktur;
•Kerjasama penyiapan SDM antara perguruan tinggi di daerah dengan pusdiklat Kementerian PU;
•Dukungan dana untuk pembangunan infrastruktur kegiatan PON 2012 di Provinsi Riau, Sea Games 2011 di Provinsi Sumatera Selatan, dan MTQ tahun ini di Provinsi Bengkulu;
•Penanganan masalah tansportasi dan banjir di ibukota negara perlu ditangani secara khusus sebagai tanggung jawab pemerintah pusat, melalui penerbitan keppres.

61.Penyerapan anggaran Kementerian PU tahun 2010 sampai dengan saat ini, dari 1072 satker yang ada, baru melaporkan sebanyak 626 satker. Dari laporan yang ada, penyerapannya baru mencapai sekitar 13,32 persen untuk keuangan, dan sekitar 16,67 persen untuk pekerjaan fisik. Diharapkan penyerapan ini dapat lebih dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.


I. PENGAWASAN APBN

62.DPD RI dan Kementerian Negara memandang penting fungsi pengawasan terhadap APBN, khususnya terhadap pelaksanaan anggaran K/L diantaranya Pertanian, Kelautan, Pekerjaan Umum, Kesehatan, Pendidikan, dfan Lingkungan Hidup. Untuk itu, diperlukan adanya sharing data dari K/L secara komprehensif dan akurat, khususnya dana APBN 2010 dan pagu indikatif RAPBN 2011 yang dialokasikan bagi setiap provinsi dan kabupaten/kota, untuk digunakan oleh DPD RI sebagai bahan pengawasan di daerah.

J. ANCAMAN TERHADAP APBN DAN PDB

63.Krisis keuangan di wilayah EURO, masih perlu disikapi dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang tepat. JPSK perlu segera diaktifkan untuk membangun sinergi antara pemerintah (Dep. Keuangan, Bappenas dan Bank Indonesia).

64.Bencana alam yang semakin sering mengancam investasi pembangunan yang telah dibangun, menambah kemiskinan dan pengangguran. Oleh karena itu setiap upaya pembangunan yang mengakibatkan kerusakan fungsi lingkungan harus dilengkapi dengan upaya penagnggulangn dan pemulihan akibat bencana lingkungan sejak dihulu persoalan. Kebijakan fiskal harus menunjukan upaya penanggulangan risiko lingkungan sejak di hulunya.

Senin, 12 Juli 2010

IKHTISAR HASIL PEMERIKSAAN BPK-RI
SEMESTER I TAHUN 2009

CAKUPAN PEMERIKSAAN
1. Dalam Semester I tahun 2009, BPK-RI melakukan pemeriksaaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan pada 491 obyek pemeriksaan baik di tingkat pusat maupun daerah dengan rincian sebagai berikut :
Entitas Pemeriksa keuangan Pemeriksa kinerja PDTT Jumlah
Pemerintah pusat 83 2 46 131
Pemerintah daerah 294 4 36 334
BUMN - - 16 16
BUMD - - 5 5
BHM/BLU/lainnya 5 - - 5
Jumlah 382 6 103 491

2. Dari sisi anggaran, cakupan pemeriksaan dari 491 obyek tsb di atas meliputi
a. Pemeriksaan keuangan : - Neraca : Rp. 2.473,01 T
LRA : Rp. 1.219,82 T
b. PDTT senilai Rp. 136,63T
Khusus untuk pemeriksaan kinerja tidak secara spesifik menunjuk pada suatu nilai.
I. HASIL PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Keuangan
a. Pemeriksaan atas LKPP dan LKKL tahun 2008
1) Hasil pemeriksaan atas LKPP dan LKKL tahun 2008 telah dibahas secara khusus dan telah disusun/disamapikan pertimbangan DPD-RI bersamaan dengan penyusunan pertimbangan DPD-RI atas pertanggung jawaban pemerintah mengenai pelaksanaan APBN tahun 2008.
2) BPK memberikan opini disclaimer terhadap LKPP tahun 2008. Walaupun demikian opini atas LKKL tahun 2006 s/d 2008 menunjukkan kecenderungan membaik, artinya semakin tahun semakin meningkat jumlah K/L yang menyajikan laporan keuangannya secara wajar dan informasi keuangan di dalamnya dapat diandalkan.
3) Khusus untuk tahun 2008, dari 83 K/L BPK memberikan opini WTP atas 35 LKKL, WDP atas 30 LKK dan disclaimer atas 18 LKKL.

b. Pemeriksaan atas LKPD tahun 2008
1) Dari 467 entitas Pemda yang harus menyusun dan menyampaikan LKPD tahun 2008 kepada BPK-RI untuk diperiksa, sampai akhir semester I tahun 2009 hanya 293 Pemda yang berhasil menyelesaikannya. Dengan demikian masih ada 174 Pemda yang belum menyelesaikan penyusunan LKPD tahun 2008.
2) Dari 293 LKPD tahun 2008 yang diperiksa oleh BPK-RI pada semester I tahun 2009, BPK-RI memberikan opini WTP atas 8 LKPD, WDP atas 217 LKPD, TW atas 21 LKPD dan TMP (disclaimer) atas 47 LKPD.
3) Opini atas LKPD tahun 2008 secara persentual mengalami peningkatan, yang ditunjukkan dengan kenaikan dalam opini WTP dan WDP serta penurunan pada opini TW dan TMP.
Hal ini berarti adanya perbaikan yang dicapai oleh pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban pemerintah.
4) Selain opini, pemeriksaan atas LKPD masih menunjukkan adanya kelemahan SPI dan ketidak patuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
5) Hasil evaluasi atas 293 LKPD menunjukkan terdapat 2.332 kasus kelemahan SPI yang terdiri dari :
- 1.105 kasus kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan.
- 751 kasus kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan APBD.
- 394 kasus kelemahan struktur pengendalian intern.
- 82 kasus kelemahan SPI lainnya.

6) Hasil pemeriksaaan atas 293 LKPD tahun 2008 menemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan sebanyak 4.521 kasus senilai Rp. 3,03 triliun dengan rincian sebagai berikut :
No Kelompok Temuan Jumlah Kasus Nilai (Jumlah Rp)
1 Kerugian daerah 1.152 337.494,13
2 Potensi kerugian daerah 273 803.845,06
3 Kekurangan penerimaan 852 646.221,98
4 Administrasi 1.747 -
5 Ketidakhematan 211 243.309,74
6 Ketidakefektifan 286 1.008.036,81
Jumlah 4.521 3.038.907,73

c. Pemeriksaan atas laporan keuangan badan lainnya
1) Dalam semester I tahun 2009 BPK-RI melakukan pemeriksaan atas 5 (lima) laporan keuangan badan lainnya tahun 2008, yaitu LK Bank Indonesia, LK Lembaga Penjamin Simpanan, LK Taman Mini Indonesia Indah, LK Pusat Investasi Pemerintah dan LK State Audit Reform Sector Development Project (STAR-SDP).
2) Atas 5 (lima) LK badan tersebut, BPK memberikan opini sebagai berikut :

No Entitas Opini
1 Bank Indonesia WTP
2 Lembaga Penjamin Simpanan WTP
3 Taman Mini Indonesia Indah TMP
4 Pusat Investasi Pemerintah WTP
5 STAR-SDP WTP

2. Pemeriksaan Kinerja
a.Dalam semester I tahun 2009 BPK-RI melaksanakan pemeriksaan kinerja atas dua entitas, yaitu pengendalian pencemaran air sungai Ciliwung oleh industri/kegiatan, dan pengelolaan pengawasan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI).
Sementara itu ada empat LHP semester II tahun 2008 yang dimuat dalam IHPS semester I tahun 2009. Keempat LHP tersebut yaitu pemeriksaan kinerja atas pelayanan kesehatan pada RSUD kota Bekasi, RSUD Waled Cirebon, RSUD Kudus dan RSUD Dr.H.Soewondo Kendal.

b.Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kualitas air sungai Ciliwung selama periode 2004 – 2008 tidak memperlihatkan adanya perbaikan, bahkan kualitas air tahun 2008 pada tujuh titik pantau lebih buruk dibandingkan dengan kualitas air tahun 2004. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa KLH, BPLHD Provinsi DKI Jakarta, dan BLH Kabupaten Bogor kurang efektif dalam mengendalikan pencemaran sungai Ciliwung oleh industri.

c.Berkaitan dengan pengelolaan, pengawasan BNP2TKI, hasil pemeriksaan BNP2TKI terhadap PPTKIS, BLKLN, LSP dan sarana kesehatan dalam proses para penempatan TKI Informal secara procedural belum dilaksanakan secara efektif.

d.Sementara itu hasil pemeriksaan kinerja atas pelayanan kesehatan rumah sakit daerah secara umum menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan RSUD belum optimal dan masih harus ditingkatkan.

3. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT)
a.Hasil pemeriksaan menyimpulkan adanya kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan adanya kerugian negara/daerah/perusahaan, potensi kerugian, kekurangan penerimaan, ketidakefektifan, ketidakhematan dan temuan yang bersifat administrasi.

b. Temuan signifikan PDTT antara lain sebagai berikut :

1)Kejaksaan Agung, uang pengganti senilai Rp. 8 triliun dan denda senilai Rp. 30,19 miliar dilingkungan Kejaksanaan Tinggi DKI Jakarta belum berhasil ditagih.

2)Departemen Kehutanan, kelebihan pembayaran biaya Jasa Pemeliharaan (Jasper) Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) tahun 2007 dan 2008 senilai Rp. 16,94 miliar.

3)Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan, penatausahaan keuangan tidak tertib dan terjadi ketekoran kas senilai Rp. 4,30 m

4)Kabupaten Memberamo, Provinsi Papua, pembangunan Gedung Bupati, Setda dan Dinas Otonomi Permanen, tidak dilaksanakan meskipun uang muka telah dibayar senilai Rp. 10,88 miliar.

5)Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua, terdapat kekurangan volume atas pekerjaan fisik pada tahun 2007 senilai Rp. 3,35 miliar.

6)Kabupaten Waropen, Provinsi Papua, PPN dari kontrak/SPK yang didanai dari dana Otsus belum disetor ke Kas Negara senilai Rp. 2,74 miliar.

7)Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua, penggunan dana Otsus tidak tepat sasaran senilai Rp. 2,57 miliar.

8)Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Departemen PU Provinsi Kalimantan Tengah, kekurangan fisik pekerjaan dan kelebihan pembayaran pada paket pembangunan jalan senilai Rp. 37,70 miliar.

9)Kalimatan Tengah, pemanfaatan hutan melalui izin hak pengusahaan hutan oleh Menteri Kehutanan kepada PT. IUC di hutan lindung S. Lampoeng melanggar undang-undang sehingga mengakibatkan kerugian Negara Rp. 83,41 miliar.

10)Riau, pembangunan perkebunan kelapa sawit oleh PT. SIS dan PT. MAS di Kabupaten Bengkalis tidak sesuai dengan ketentuan sehingga mengakibatkan kerugian negara masing-masing senilai Rp. 22 miliar dan Rp. 37,37 miliar.

11)PT. PLN, kelebihan pembayaran subsidi listrik yang harus dikembalikan kepada pemerintah senilai Rp. 1,81 triliun.

II. PERKEMBANGAN TINDAK LANJUT
Hasil pemantauan pelaksanaan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK-RI mengungkapkan bahwa sampai dg akhir semester I tahun 2009 secara keseluruhan terdapat 62,564 temuan dengan 112.559 rekomendasi senilai Rp. 2.181,39 triliun. Dari jumlah tersebut tindak lanjutnya adalah :
a.49.281 rekomendasi senilai Rp. 582,48 T, sudah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi.
b. 21.974 rekomendasi senilai Rp. 1.285,78 T dalam proses tindaklanjut.
c. 41.304 rekomendasi senilai Rp. 313,11 T

Pengawasan Pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan dan Pembahasan Kebijakan Dana Transfer Daerah

Bahan Dengar Pendapat antara Direktur Jenderal Pajak

dengan Dewan Perwakilan Daerah

terkait

Pengawasan Pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan

dan Pembahasan Kebijakan Dana Transfer Daerah

Pertanyaan/Masukan DPD dan Tanggapan/Penjelasan Direktorat Jenderal Pajak

1. Pertanyaan/Masukan

Berkenaan dengan kebijakan pelimpahan wewenang pusat kepada daerah mengenai PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan serta BPHTB, namun peraturan pelaksanaannya belum ada. Pemda Kota Batam, Pemda Kota Tanjung Pinang, dan Pemkab Bintan, mengharapkan peraturan pelaksanaannya segera diterbitkan. Sejauh mana sosialisasi dan penyiapan peraturan pelaksanaan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Penjelasan:

Dengan berlakunya UU PDRD, DJP telah melakukan langkah-langkah:

a. Peraturan pelaksanaan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang PDRD, terkait dengan pelimpahan PBB dan BPHTB, sedang disiapkan oleh Ditjen Perimbangan Keuangan, Ditjen Pajak dan Ditjen Bina Administrasi Keuangan Daerah – Kementerian Dalam Negeri.

b. Sosialisasi tentang peraturan pelaksanaan UU PDRD terkait dengan pelimpahan PBB dan BPHTB akan segera dilakukan di seluruh Indonesia mulai bulan Maret 2010 bertempat di Balai Diklat Keuangan dengan peserta para pejabat pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait.

2. Pertanyaan/Masukan

Pada UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang PDRD, insentif (upah pungut) ditetapkan maksimal sebesar 5%. Namun, pada UU nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan perubahan UU tersebut, besarnya insentif tidak ditentukan dengan jelas sehingga mengambang. Dalam penjelasan Pasal 171 disebutkan bahwa pemberian besarnya insentif dilakukan melalui pembahasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan alat kelengkapan DPRD yang membidangi masalah keuangan. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya benturan antara pemda dengan DPRD dalam pembahasan besaran insentif, Pemkot Batam mengharapkan agar besaran insentif ditetapkan dengan jelas dalam undang-undang.

Penjelasan:

Penetapan besaran mengenai insentif (upah pungut) dilakukan melalui pembahasan oleh Pemerintah Daerah dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang membidangi masalah keuangan dan ditetapkan dalam APBD, sesuai dengan Pasal 171 ayat (2) UU PDRD. Sedangkan tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif diatur dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 171 ayat (3).

3. Pertanyaan/Masukan

Daerah dirugikan dari PPh pegawai (Pasal 21) karena pemegang NPWP diseluruh Bank yang berdiri di Kota Ambon, membayar pajak NPWP ke Pemerintah Pusat. Pemerintah Kota mengusulkan seharusnya ada kewajiban untuk seluruh kantor cabang bank yang berada di daerah, membayar pajaknya ke daerah atau paling tidak, separuh pajaknya dikembalikan ke daerah.

Penjelasan:

Sesuai ketentuan yang ada, pembayaran PPh Pegawai (PPh Pasal 21) dilakukan baik di domisili maupun lokasi dari perusahaan atau pemotong pajak. Oleh karena itu, apabila karyawan suatu perusahaan bekerja di kantor cabangnya, PPh Pasal 21-nya akan dipotong dan disetor oleh kantor cabang/lokasi masing-masing. Dalam sistem pemungutan PPh Pasal 21 tidak dikenal pemotongan dan penyetoran secara sentralisasi.

4. Pertanyaan/Masukan

Pemda Kota Ambon mengetahui NPWP dan PBB yang masuk, namun tidak mengetahui berapa jumlah wajib pajak di Kota Ambon, jumlah perolehan pajak yang masuk, dan formula bagi hasil yang dipakai. Pemda Kota Ambon hanya menerima bagi hasil sesuai dengan putusan menteri.

Penjelasan:

Informasi jumlah NPWP (Wajib Pajak terdaftar) dan jumlah perolehan pajak termasuk pembayaran PBB di suatu daerah berikut cara perhitungan bagi hasilnya, dapat diperoleh dari Kanwil DJP setempat.

5. Pertanyaan/Masukan

Saat ini terdapat lebih dari 4.000 tenaga kerja asing (TKA) di Provinsi Kepri yang dipungut pajak TKA sebesar 1.200 USD per tahun oleh Depnakertrans (melalui Peraturan Menakertrans). Penerimaan dari pajak TKA tersebut dikembalikan kepada daerah sebagian dalam bentuk program balai latihan kerja (BLK). Pemda Provinsi Kepri mengharapkan agar tidak dikembalikan dalam bentuk program karena sering tidak sesuai dengan dengan kebutuhan di daerah dan tidak sebanding dengan kontribusi yang diperoleh dari pajak TKA. Sebaiknya bagian penerimaan dari pajak TKA tersebut langsung dialokasikan kepada Pemprov Kepri untuk dikelola dalam upaya pengembangan ketrampilan (skill) tenaga kerja.

Penjelasan:

Pajak TKA beserta penggunaannya bukan kewenangan DJP, hal ini merupakan kewenangan Mennakertrans.

6. Pertanyaan/Masukan

Di Pemprov Nusa Tenggara Barat, data base pajak rokok belum tersedia karena pemungutan pajak masih dilakukan oleh Departemen Keuangan.

Penjelasan:

Pemungutan pajak rokok bukan merupakan kewenangan DJP.

7. Pertanyaan/Masukan

Dana Bagi Hasil Pajak (PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21) alokasi pembagiannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pemda Provinsi tidak memiliki data berkaitan dengan jumlah wajib pajak tersebut sehingga memerlukan adanya koordinasi dengan Kanwil Ditjen Pajak. Diharapkan ada laporan jumlah wajib pajak kepada provinsi setiap tahun.

Penjelasan:

Pemerintah Daerah dapat berkoordinasi dengan Kanwil DJP setempat terkait dengan penerimaan pajak yang dibagihasilkan, termasuk jumlah Wajib Pajak dan besaran penerimaannya.

8. Pertanyaan/Masukan

Kadin Provinsi Kaltim memandang bahwa sistem perpajakan masih belum optimal, dimana masih dirasakan kurangnya keberpihakan pemerintah pada pengusaha dan pemodal untuk berinvestasi, padahal wirausaha berperan penting dalam menggerakkan perekonomian daerah. Oleh karena itu, diperlukan penyempurnaan sistem perpajakan yang lebih kondusif bagi pengusaha untuk berinvestasi dan berwirausaha di daerah masing-masing, termasuk sistem yang mempermudah pengusaha untuk melaporkan pajak.

Penjelasan:

Pemerintah telah banyak memberikan insentif dalam sistem perpajakan melalui insentif PPN maupun PPh. Kesemua insentif itu dimaksudkan untuk mendorong para pengusaha baik dalam maupun luar negeri untuk melakukan investasi. Setiap tahun pemerintah mengevaluasi untuk menyempurnakan ketentuan yang ada.

9. Pertanyaan/Masukan

Permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha di Batam antara lain:

a. Terjadi inkonsistensi antara PP Nomor 2 Tahun 2009 dengan implemetasinya di lapangan. PP tersebut seharusnya memberikan berbagai kemudahan bagi pengusaha, namun saat ini dalam pengurusan perijinan impor barang masih harus memenuhi persyaratan administrasi yang rumit sehingga memerlukan waktu yang cukup lama.

Penjelasan:

Permasalahan mengenai tata cara dan perijinan impor bukan kewenangan DJP.

b. Peraturan perundang-undangan tentang perpajakan belum sepenuhnya dipahami sehingga masih sering terjadi perbedaan pemahaman antara petugas pajak dengan pengusaha.

Penjelasan:

DJP selalu melakukan sosialisasi tentang perpajakan baik kepada Wajib Pajak maupun kepada aparat pajak. Sosialisasi dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi secara langsung dilakukan melalui tatap muka baik dengan asosiasi maupun komunitas Wajib Pajak, dan juga melalui tatap muka antara AR dengan individu-individu Wajib Pajak.

Sedangkan sosialisasi secara tidak langsung dilakukan melalui iklan di berbagai media massa (cetak maupun elektronik), di tempat hiburan (bioskop), di angkutan umum (pesawat dan kereta api), juga media online lainnya seperti website DJP (pajak.go.id). Selain itu, telah dilakukan penyuluhan kepada anak usia dini, tax goes to school, dan juga pembentukan tax center dengan berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Bahkan Wajib Pajak dapat menghubungi Kring Pajak 500200 untuk menanyakan berbagai hal mengenai perpajakan yang masih belum jelas.

c. Kesulitan dalam mengurus perijinan alat-alat berat yang harus dilakukan di Jakarta. Selain itu, apabila proyek melebihi waktu 6 bulan maka harus diurus kembali perijinan alat-alat berat tersebut di Jakarta dan dikenakan PPnBM.

Penjelasan:

Persoalan perijinan alat berat bukan kewenangan DJP. Alat-alat berat tidak dikategorikan sebagai Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, sehingga tidak dikenakan PPnBM.

d. Pengelola kawasan industri kesulitan dalam mengurus barang-barang impor yang ditahan di pelabuhan karena terdapat persyaratan dalam mengimpor barang yaitu harus membuat daftar asumsi (master list) sampai dengan satu tahun ke depan. Dengan adanya krisis keuangan global, para pengusaha mengalami kesulitan untuk memprediksikan apakah kegiatan bisnisnya akan berjalan dengan stabil selama satu tahun.

Penjelasan:

Permasalahan mengenai persyaratan impor harus membuat master list bukan kewenangan DJP.

10. Pertanyaan/Masukan

Permasalahan Para pelaku usaha di Provinsi Kepulauan Riau keberatan dengan peraturan pemungutan pajak khusus terhadap alat-alat berat/alat besar yang bergerak, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

a. Dispenda Provinsi Kepulauan Riau mengaku mengalami kendala dalam melakukan pemungutan pajak kendaraan bermotor di dalamnya alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.

b. UU Nomor 4 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan dasar hukum pemungutan pajak alat berat dan besar yang bergerak, pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) jenis-jenis pajak daerah tingkat 1 (Provinsi) ditetapkan sebanyak 3 jenis pajak. Meskipun demikian, pemprov dapat tidak memungut salah satu atau beberapa jenis pajak yang ditetapkan bagi provinsi tersebut apabila potensi pajak daerah dipandang kurang memadai.

c. Alat-alat berat/besar yang bergerak yang menjadi objek pajak sebagian besar pemiliknya tidak berdomisili di Provinsi Kepri.

d. Pemungutan pajak terhadap alat-alat berat/besar yang bergerak tidak sejalan dengan konsep Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang seharusnya dapat memberikan insentif di bidang pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.

e. Kepolisian tidak memberikan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor untuk alat-alat berat/besar yang bergerak. Dengan demikian tidak dapat dikenakan pajak kendaraan bermotor.

Penjelasan:

Permasalahan butir a s/d e mengenai pemungutan pajak khusus terhadap alat-alat berat /besar yang bergerak bukan kewenangan DJP.

11. Pertanyaan/Masukan

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka para pelaku usaha berpendapat bahwa pemungutan pajak khusus terhadap alat-alat berat/besar yang bergerak sangat berpotensi menimbulkan penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum. Untuk itu, para pelaku usaha di Provinsi Kepri mengharapkan dukungan DPD RI untuk memperjuangkan agar tidak diberlakukan pajak khusus terhadap alat-alat berat/besar yang bergerak tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pembangunan setelah ditetapkannya Batam, Bintan, dan Karimun sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Penjelasan:

Permasalahan mengenai pemungutan pajak khusus atas alat-alat berat/besar yang bergerak bukan kewenangan DJP.

12. Pertanyaan/Masukan

Berkaitan dengan pajak penghasilan, di dalam UU Nomor 38 Tahun 2008 terdapat konsep perjanjian antarnegara untuk menghindari pengenaan pajak berganda kepada WNA. Ketentuan dalam UU tersebut yaitu apabila di atas 183 hari maka akan dikenakan PPh. Supaya tidak terjadi pajak berganda maka dilakukan kerja sama antara DJP dengan negara asal (WNA). Namun, juklak ketentuan ini belum ada sehingga belum dapat dilaksanakan.

Penjelasan:

Ketentuan tentang pemajakan terhadap WP Luar Negeri dan WP Dalam Negeri telah jelas diatur dalam UU PPh dan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan masing-masing negara treaty partner. Sehingga Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda tersebut sudah dapat dilaksanakan.

13. Pertanyaan/Masukan

Ketidakpahaman Wajib Pajak terhadap ketentuan yang semestinya dikenakan bagi perseorangan dan ataupun badan, sehingga berbagai kesulitan sering dialami oleh para pengusaha (wajib Pajak), sehingga cenderung dimanfaatkan oleh oknum pajak sebagai “lahan” memperdaya wajib pajak. Untuk itu diharapkan DPD bekerjasama dengan Dirjen Pajak meningkatkan sosialisasi tentang pajak dan perlu dilakukan lagi Sunset Policy (SPT).

Penjelasan:

Untuk mengatasi ketidakpahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan, DJP selalu melakukan sosialisasi tentang perpajakan sebagaimana telah diuraikan dalam penjelasan atas Pertanyaan/Masukan nomor 9b. Sedangkan terhadap oknum aparat pajak yang melanggar aturan dan kode etik telah dan akan selalu diambil tindakan. Sebagai informasi selama tahun 2009 telah diambil tindakan berupa penjatuhan hukuman mulai dari ringan sampai berat terhadap sejumlah 516 aparat.

Masa Sunset Policy yang diatur dalam Pasal 37A UU Nomor 16 tahun 2009 sudah berakhir. Apabila diperlukan untuk membuat kebijakan sunset policy, diperlukan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR melalui penetapan Undang-undang baru.

14. Pertanyaan/Masukan

Saat ini banyak pengusaha penangkapan ikan yang bukan berasal dari Maluku oleh karena perijinan penangkapan ikan dikeluarkan di pusat, sehingga pemerintah tidak mendapat PAD melalui pajak ekspor. Ke depan, diharapkan agar surat perijinan kapal penangkap ikan dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah daerah.

Penjelasan:

Permasalahan mengenai perijinan penangkapan ikan bukan kewenangan DJP.

15. Pertanyaan/Masukan

a. Masih adanya upaya penghindaran dari WP khususnya terhadap sektor alat berat yang bernaung dalam beberapa asosiasi dalam rangka judicial review yang masih memperdebatkan dasar pemungutan.

b. Belum seragamnya pemberlakukan NJKB yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri, yang berdampak kepada pembelian kendaraan baru ke daerah lainnya yang menerapkan tarif lebih rendah.

c. Dengan adanya SK Dirjen BAKD No 973/378/BAKD/2006 tentang penegasan pemungutan PBBKB yang memberlakukan tarif sebesar 17.17 persen sangat merugikan Pemda Kaltim yang mempunyai potensi di sektor pertambangan. Dimana agen menjual bahan bakar ke pemakai akhir di sektor pertambangan dengan menggunakan tarif industri yang seharusnya menggunakan tarif pertambangan sebesar 90 persen.

Penjelasan:

Permasalahan pada butir a, b dan c bukan kewenangan DJP.

d. Masih banyaknya wajib pajak yang berusaha di Kaltim tetapi memiliki NPWP diluar Kaltim sehingga berdampak pada penerimaan pajak penghasilan yang belum optimal sebagai sumber penerimaan bagi hasil pajak.

Penjelasan:

Kepemilikan NPWP pada dasarnya diberikan berdasarkan asas domisili. Untuk WP Orang Pribadi diberikan NPWP berdasarkan domisili orang pribadi sesuai dengan KTP yang bersangkutan. Dalam hal orang pribadi tersebut mempunyai NPWP di luar Kaltim, namun bekerja sebagai pegawai di Kaltim maka setoran PPh pasal 21 akan masuk ke Kaltim.

e. Perusahaan yang beroperasi di Kaltim belum sepenuhnya memiliki kantor cabang/perwakilan, dan sebagian besar kantor berpusat di luar Kaltim/Jakarta

Penjelasan:

Kebijakan untuk membuka kantor cabang merupakan kebijakan masing-masing perusahaan.

f. Mekanisme pemungutan pajak pusat belum dapat maksimal diketahui untuk melakukan monitoring disebabkan masih dominannya pengendalian pusat.

Penjelasan:

Pemerintah daerah dapat berkoordinasi dengan Kanwil DJP setempat.

16. Pertanyaan/Masukan

Salah satu kendala dalam operasi pemungutan pajak yaitu masih sangat minimnya pegawai pajak. Jumlah pegawai Ditjen Pajak saat ini sekitar 31.000 personil dengan hasil penerimaan pajak sekitar Rp 611 trilyun per tahun. Jika pegawai ditingkatkan sekitar 50% menjadi kurang lebih 60.000 personil misalnya, diprediksikan secara meyakinkan oleh Kanwil DJP Prov. Kaltim, penerimaan pajak bisa meningkat menjadi sekitar Rp 1000 trilyun.

Penjelasan:

Kementerian Keuangan/DJP secara bertahap akan meningkatkan kuantitas dan kualitas pegawai sesuai dengan kemampuan anggaran pemerintah.