SDF

Ir. SARAH LERY MBOEIK - ANGGOTA DPD RI ASAL NTT - KOMITE 4, PANITIA PERANCANG UNDANG UNDANG(PPUU), PANITIA AKUNTABILITAS PUBLIK DPD RI TIMEX | POS KUPANG | KURSOR | NTT ON LINE | MEDIA INDONESIA | SUARA PEMBARUAN | KOMPAS | KORAN SINDO | BOLA | METRO TV | TV ON LINE | HUMOR
Sarah Lery Mboeik Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
widgeo.net

Selasa, 13 Juli 2010

ISU UTAMA APBN 2011 bahasan komite 4

ISU UTAMA RAPBN 2011

A. PERENCANAAN PEMBANGUNAN

1.Rencana Kerja Pemerintah tahun 2011 bertema ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan didukung Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah” merupakan penjabaran dokumen RPJMN 2010-2014, yang meliputi 3 Buku, yaitu: (1) Pencapaian sasaran prioritas nasional, (2) Strategi pembangunan bidang, dan (3) Strategi pengembangan wilayah. Diperlukan kreativitas dan kerja keras seluruh pemangku kepentingan pembangunan untuk mewujudkan tema RKP tahun 2011.
2.DPD RI mendukung 12 prioritas nasional pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2011, meliputi:
i. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola
ii. Pendidikan
iii. Kesehatan
iv. Penanggulangan Kemiskinan
v. Ketahanan Pangan
vi. Infrastruktur
vii. Iklim Investasi dan Iklim Usaha
viii. Energi
ix. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
x. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik
xi. Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi
xii. Prioritas lainnya di bidang Politik, Hukum dan Keamanan; Perekonomian; dan Kesejahteraan Rakyat.

Meskipun demikian, DPD RI menekankan kesinambungan dan keserasian prioritas nasional RKP 2011 dengan prioritas pembangunan sektoral dan prioritas pembangunan daerah/wilayah. Untuk itu, pendekatan top down agar diselaraskan secara harmonis dengan pendekatan bottom up melalui peningkatan efektivitas forum musrenbang dari waktu ke waktu.
3. Untuk mempercepat pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi harus berjalan seiring dengan pemerataan pembangunan di daerah. Oleh karena itu, kualitas belanja agar dipertajam dalam bentuk belanja modal pembangunan, baik oleh Kementerian/Lembaga maupun pemerintah daerah.

4.Pemerintah mencermati dan memperhatikan masukan dari anggota DPD antara lain:
•Pengembangan ketahanan pangan di daerah melalui infrastruktur yang memadai
•Kewenangan bagi daerah untuk mengembangkan energi listrik melalui perusahaan daerah
•Pemerintah perlu menjaga harga komoditas pertanian terutama pada saat panen, sehingga tidak merugikan para petani
•Program yang sejenis PNPM untuk menumbuhkembangkan ekonomi kerakyatan di desa
•Perlu ditinjau kembali pengembangan jaringan transmisi untuk kemandirian pemenuhan kebutuhan energi di Kalimantan, didahului dengan penyiapan infrastruktur yang memadai
•Kajian terhadap wacana pemindahan pusat aktivitas pemerintahan (ibukota negara) di luar Jakarta
•Konsep dan pengawasan Rencana Tata Ruang Wilayah nasional secara terpadu dari Bappenas sehingga ada kesepahaman antara pemerintah dan pemda terhadap prioritas pembangunan nasional dan daerah
•Perlu diciptakan iklim bisnis yang kondusif bagi pengusaha daerah untuk bersaing dengan pengusaha nasional terhadap suatu proyek pembangunan. Dalam hal ini perlu ditinjau kembali Keppres Nomor 80 Tahun 2003
•Daerah agar mendapatkan DBH Pajak penghasilan atas perusahaan nasional yang beroperasi di daerah

B. KEUANGAN NEGARA

5.Pemerintah melalui Menteri Keuangan menyampaikan kepada DPD RI, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal TA 2011. Optimisme proyeksi pertumbuhan ekonomi global serta kinerja ekonomi nasional sampai dengan triwulan I tahun 2010 menjadi basis awal penyusunan kerangka ekonomi makro tahun 2011, dengan juga mempertimbangkan tantangan perekonomian global, kenaikan harga komoditas dunia, serta peningkatan kegiatan sektor riil dan pembangunan infrastruktur di dalam negeri.

6.Guna mendukung penurunan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran di tahun 2011, pertumbuhan ekonomi 2011 direncanakan sebesar 6,2—6,4 persen, lebih tinggi dari tahun 2010. Berbagai program dalam APBN agar semakin dapat diukur keberhasilannya dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran, sebagaimana indikator ekonomi makro lainnya.

7.Pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2011 diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan tahun 2011 guna mendukung penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran di tahun 2011. Sesuai amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DPD RI mengharapkan agar pelaksanaan kebijakan fiskal 2011 berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat di daerah, menyentuh masyarakat di daerah tertinggal dan perbatasan. Untuk itu, pemerataan pembangunan antar daerah/wilayah, termasuk pada pendanaan pembangunan bidang infrastruktur.

8.Defisit sebesar 1,7 persen dari PDB dilakukan antara lain untuk mendukung program pembangunan tahun 2011 serta menjaga kesinambungan fiskal. DPD RI mengharapkan defisit sedapat mungkin ditekan dengan meningkatkan efisiensi pengeluaran pembangunan. Dalam kaitan ini, DPD RI memandang penting aspek akuntabilitas penerimaan negara terutama dari sektor perpajakan, mengingat penerimaan perpajakan menjadi primadona penerimaan tahun 2011. Oleh karena itu, berbagai bentuk penyimpangan oleh oknum aparat pajak harus ditindak secara tegas sesuai hukum yang berlaku.

9.Dana transfer ke daerah amat penting untuk membiayai pembangunan daerah. Alokasi dana transfer ke daerah pada tahun 2011 senilai Rp362,3 triliun patut mendapat apresiasi. Demikian pula dengan komitmen Pemerintah untuk mengalihkan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan yang mendanai urusan daerah ke DAK. Seiring dengan penguatan desentralisasi fiskal, DPD RI mengharapkan dana transfer ke daerah merupakan fungsi dari urusan kepemerintahan yang diserahkan ke daerah sesuai prinsip money follows function. Oleh karena itu, DAU juga harus ditingkatkan dari tahun ke tahun dan diarahkan untuk membiayai kegiatan yang lebih produktif, berupa belanja modal pembangunan di daerah.

10.Usulan pemberian Dana Aspirasi Rp15 miliar untuk setiap daerah pemilihan anggota DPR, sebagaimana diajukan oleh Ketua Badan Anggaran DPR, perlu dikaji mendalam urgensinya bagi percepatan pembangunan daerah, termasuk oleh pemerintah dan lembaga legislatif.

11.Mekanisme Pelaksanaan dana transfer ke daerah agar mempertimbangkan kemudahan penyerapan anggaran oleh daerah, antara lain melalui penyederhanaan mekanisme transfer ke daerah yang melibatkan sektor perbankan, sehingga mempercepat penyalurannya ke daerah.

12.DPD RI dan Kementerian Keuangan memandang penting pengawasan terhadap APBN sesuai prinsip anggaran berbasis kinerja. Untuk itu diperlukan sharing data dari Kementerian Keuangan, khususnya data APBN-P 2010 dan pagu indikatif pada RAPBN 2011, utamanya Dana Perimbangan, Dana Dekonsentrasi, dan Dana Tugas Pembantuan, untuk digunakan sebagai bahan pengawasan DPD RI di daerah.

13.Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan masukan dari Anggota DPD RI antara lain:
•Implementasi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan ibukota negara
•Alokasi DAU bagi setiap daerah agar tetap dipertahankan sebagai pengikat NKRI
•Pemerataan sarana infrastruktur dan transportasi di daerah, termasuk daerah di wilayah perbatasan serta di wilayah laut dan perairan
•Ketepatan waktu penyaluran dan transparansi dalam penghitungan Dana Bagi Hasil Migas
•Peruntukan dana hibah bagi daerah
•Manfaat Free Trade Zone daerah Batam, Bintan, Karimun, belum dirasakan oleh daerah
•Akreditasi kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola urusan kepemerintahan untuk dijadikan sebagai variabel dana transfer ke daerah
•Kriteria kemiskinan yang digunakan dalam kerangka ekonomi makro agar sesuai dengan standar internasional
•Audit terhadap royalti yang diterima oleh pemerintah
•PDAM agar didorong untuk menyediakan air bersih yang layak diminum
•Remunerasi PNS termasuk TNI/Polri
•DBH Pajak yang bersumber dari Pajak Penghasilan perusahaan yang berkedudukan di pusat dipandang kurang adil bagi daerah
•Dana Pendamping agar ditiadakan karena membebani daerah
•Peningkatan SDM pengelola keuangan di daerah
•Sistem reimbursment diubah menjadi sistem lumpsum bagi Anggota DPD RI sebagaimana yang diberlakukan kepada Anggota DPR RI

C. MIGAS
14.Dengar Pendapat dengan BPH MIGAS membahas kebijakan usaha hilir migas dalam kaitan RAPBN 2011, maka DPD RI memandang penting pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM dan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri. Kelancaran pendistribusian BBM dan peningkatan pemanfaatan gas bumi hingga ke daerah terpencil akan mendorong perekonomian daerah sehingga menyejahterakan masyarakat.

15.BPH MIGAS menyampaikan salah satu isu strategis bahwa kuota BBM berbsubsidi dibatasi oleh UU APBN sementara demand dari tahun ke tahun meningkat. Realisasi tahun 2010 hingga bulan Mei 2010 telah melampaui kuota pada APBN-P 2010. Hal tersebut perlu menjadi perhatian Pemerintah dan DPD RI, antara lain dengan menciptakan regulasi agar konsumsi BBM bersubsidi tepat sasaran.

16.DPD RI berpandangan distribusi gas bumi serta peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk rumah tangga melalui jaringan pipa, selain bernilai ekonomis juga diorientasikan untuk memenuhi hak dasar masyarakat. DPD RI mendukung kajian 8 (delapan) Kota Gas Tahun 2011 dan meminta agar program ini dapat dilaksanakan secara bertahap untuk kota-kota lainnya di wilayah NKRI. Pemda diharapkan mendukung program tersebut.

17.Pertamina diharapkan meremajakan kilang-kilang minyak yang ada, sehingga dapat memaksimalkan produksi minyak dalam negeri.

18.DPD RI dan BPH Migas memandang penting pengawasan terhadap pelaksanaan sektor hilir migas, untuk itu diperlukan sharing data kuota dan realisasi pada setiap kabupaten/kota.

19.Dalam dengar Pendapat dengan BP MIGAS membahas mekanisme dan transpransi dana bagi hasil migas dalam rangka RAPBN 2011. DPD RI memandang penting prinsip transparansi pada berbagai faktor dalam mekanisme penghitungan DBH Migas seperti tersedianya data Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mengenai lifting minyak, periode lifting dan penetapan daerah penghasil dari institusi terkait.

20.BPMIGAS menyampaikan bahwa berdasarkan UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas, kewenangan dan tugas BPMIGAS terkait dengan DBH Migas sebatas menyampaikan laporan perhitungan bagian negara (per KKKS) kepada Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Sedangkan penetapan PNBP Migas, pengalokasian ke Daerah Penghasil Migas dan penyalurannya adalah kewenangan Kementerian ESDM – Ditjen Migas, Kementerian Keuangan – Ditjen Anggaran dan Ditjen Perimbangan Keuangan.

21.Peran BPMIGAS dalam RAPBN 2011 terkait dengan penghitungan bagi hasil daerah sebatas pada penyampaian prognosa Penerimaan Negara secara nasional. Sedangkan distribusi, penetapan DBH migas dan pembagiannya dilakukan oleh Kementerian ESDM - Ditjen Migas, Kementerian Keuangan - Ditjen Anggaran dan Ditjen Perimbangan Keuangan.

22.DPD RI memandang bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sudah tidak sejalan lagi dengan prinsip yang diamanatkan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Oleh karena itu, revisi terhadap undang-undang tersebut harus dipercepat.

23.BPMIGAS agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari DPD RI, antara lain:
-memfasilitasi peninjauan ulang kontrak jual beli gas khususnya di Kabupaten Wajo, serta daerah lainnya yang mungkin memiliki permasalahan sejenis sehingga lebih kondusif bagi perekonomian daerah;
-memfasilitasi kerja sama pemda dengan perusahaan migas dalam bentuk manajeman badan operasi bersama (BOB).

24.Eksplorasi dan eksploitasi migas di suatu daerah perlu memperhatikan dampak lingkungan dan sosial budaya, oleh karena itu diharapkan adanya alokasi dana untuk perlindungan lingkungan dan sosial budaya di daerah tersebut.

25.BPMIGAS mendukung keterlibatan pengusaha lokal dalam pengusahaan hulu migas.
26.DPD RI dan BPMIGAS memandang penting akuntabilitas dan pengawasan terhadap transfer dana ke daerah dalam APBN, untuk itu diperlukan data awal seperti Penetapan Asumsi Lifting, Cost Recovery, dan data Prognosa Penerimaan Negara Subsektor Hulu Migas tahun 2011. Namun, kewenangan akses data tersebut berada pada Kementerian ESDM, sehingga diperlukan juga dukungan kementerian tersebut.

D. KESEHATAN
27.Pembangunan untuk mewujudkan arah, visi dan misi pembangunan kesehatan telah dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan cukup bermakna. Namun, pencapaiannya masih tertinggal dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya dan target MDGs. Untuk mewujudkannya, diperlukan komitmen, partisipasi, dan kerja keras seluruh potensi masyarakat, serta sinergi pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian, visi ”Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” pada gilirannya dapat dirasakan oleh masyarakat di setiap daerah.

28.Menyadari bahwa pembangunan kesehatan merupakan investasi untuk peningkatan kualitas SDM dan mendorong pembangunan ekonomi, DPD RI memandang positif pagu indikatif Kementerian Kesehatan TA 2011 sebesar Rp26,113.5 triliun. Apabila memungkinkan, pagu indikatif ini perlu dikaji kembali oleh Pemerintah untuk ditingkatkan jumlahnya pada prioritas program pembangunan kesehatan tahun 2011, yang menyentuh masyarakat khususnya di daerah perbatasan, daerah tertinggal, dan pulau-pulau terpencil.

29.Program pembangunan di bidang kesehatan yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih kurang dalam implementasinya di daerah, dimana ditemui berbagai keluhan terhadap pemenuhan dan pemerataan peralatan medis, masalah kekurangan tenaga dokter, dan dokter spesialis, serta tenaga kesehatan strategis di daerah. Hal ini tidak saja berkaitan dengan distribusi dan kesejahteraan melainkan juga sistem pendidikan dan desentralisasi. Dalam hal ini, Pemerintah dan DPD RI perlu mendorong pengalokasian dana insentif di dalam APBD serta koordinasi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, perguruan tinggi di daerah, serta pihak yang terkait dengan masalah tersebut.

30.DPD RI dan Kementerian Kesehatan memandang penyebaran virus HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya sebagai persoalan yang sangat serius karena dapat menghancurkan satu generasi. Upaya penanggulangannya memerlukan partisipasi dan kerjasama seluruh potensi masyarakat.

31.Pemerintah akan mencermati berbagai masukan dari Anggota DPD RI, antara lain:
•pembangunan rumah sakit kelas B beserta prasarananya di setiap provinsi;
•angka kematian bayi dan gizi buruk yang masih terjadi di beberapa daerah;
•peningkatan pelayanan kepada pasien jamkesmas dan jamkesda;
•penyediaan sarana air bersih di beberapa daerah, terutama daerah yang sangat membutuhkan.

32.Penyerapan anggaran Kementerian Kesehatan tahun 2010 sampai dengan triwulan pertama baru mencapai sekitar 9 persen, diharapkan penyerapan ini dapat semakin dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.

E. PERTANIAN

33.DPD RI mengapresiasi capaian pembangunan pertanian tahun 2005--2009, serta strategi dan target pembangunan 2010-2014 meskipun pembangunan bidang pertanian masih menghadapi berbagai masalah fundamental yang menjadi tantangan. Oleh karena itu, tantangan tersebut harus dihadapi dengan partisipasi dan produktivitas para pemangku kepentingan melalui pemantapan tata kelola dan sinergi pusat dan daerah, serta mendukung rencana kebijakan subsidi langsung pupuk kepada petani.

34.Salah satu tantangan yaitu berbagai masalah pangan, harus dapat diatasi bersama oleh pemerintah pusat dan daerah, serta dunia usaha melalui kemudahan kredit usaha dan investasi, termasuk dengan peran gubernur dan satker di daerah yang semakin proporsional. Di samping itu, perlu mempertimbangkan kearifan lokal.

35.Kementerian Pertanian mengharapkan dukungan DPD RI dan Pemda terhadap beberapa hal, antara lain:
•Regulasi (perda) yang mendukung tumbuhnya dunia usaha pertanian;
•pembangunan kawasan sentra-sentra ternak, hortikultura, perkebunan, tanaman pangan atau kombinasinya;
•mendorong akses petani peternak kepada sumber permodalan;
•dana untuk menjamin petani peternak yang lebih mudah akses ke kredit program dan perbankan;
•mendorong peningkatan citra petani dan pertanian;
•diversifikasi pangan di daerah.
Adapun wawasan lingkungan hidup harus sungguh-sungguh dihayati demi kepentingan generasi mendatang.

36.DPD RI mengapresiasi capaian bidang pertanian tahun 2005-2009, target 2010-2014 dan kebijakan pembangunan pertanian tahun 2011. Akomodasi terhadap kebutuhan pendanaan bidang pertanian dalam pagu indikatif Kementerian Pertanian TA 2011 senilai Rp14,04 triliun dan subsidi Rp19,42 triliun, patut mendapatkan dukungan dari DPD RI.

37.DPD RI meminta agar pagu indikatif Dana Alokasi Khusus pertanian tahun 2011 yang masih dalam tahap pembahasan, meningkat dibandingkan tahun 2010 senilai Rp1,54 triliun. Hal ini seiring dengan komitmen Pemerintah untuk mengalihkan secara bertahap Dana Dekonsentrasi menjadi DAK. Program DAK 2011 agar dialokasikan juga untuk infrastruktur pertanian dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan daerah.

38.Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) untuk memperkokoh lembaga petani, lembaga usaha, dan organisasi petani di tingkat pedesaan, agar implementasinya menciptakan lapangan kerja, mengurangi kesenjangan pembangunan wilayah pusat-daerah dan antar sektor, memperhatikan kondisi dan komoditas masing-masing daerah, sehingga memperkokoh kemandirian dan daya saing bangsa dalam perdagangan komoditas unggulan di pasar internasional. Untuk itu, diperlukan juga gerakan cinta produk dalam negeri oleh seluruh lapisan masyarakat.

39.Program pembangunan di bidang pertanian yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih kurang dalam implementasinya di daerah, dimana ditemui berbagai keluhan terhadap kebutuhan dan pemerataan sarana pertanian yang memadai. Oleh karena itu, Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari Anggota DPD RI, seperti:
•Tumpang tindih lahan perkebunan dengan kehutanan;
•Subsidi pupuk kurang dinikmati oleh petani;
•Penyediaan dan pengawasan intensif terhadap alat pengolah pupuk organik;
•Penyuluh pertanian agar semakin berkualitas;
•Penyediaan dan pengawasan distribusi bibit unggul;
•Kekhawatiran masyarakat adat terhadap Proyek pengembangan Merauke Integrated Food and Energy Estate di Papua.

40.DPD RI dan Kementerian Pertanian memandang penting fungsi pengawasan terhadap APBN, khususnya terhadap pelaksanaan anggaran Kementerian Pertanian, dan anggaran pertanian melalui transfer ke daerah. Untuk itu, diperlukan adanya sharing data dari Kementerian Pertanian secara komprehensif dan akurat, khususnya dana APBN 2010 dan pagu indikatif 2011 yang dialokasikan bagi setiap provinsi dan kabupaten/kota, untuk digunakan oleh DPD RI sebagai bahan pengawasan di daerah. Selain itu, diharapkan setiap kunjungan kerja Menteri Pertanian ke daerah agar mengundang Anggota DPD RI dari daerah/wilayah yang bersangkutan.

41.Penyerapan anggaran Kementerian Pertanian tahun 2010 sampai dengan bulan April 2010 mencapai sekitar 23,6 persen, diharapkan penyerapan ini dapat lebih dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan. Dalam kaitan ini, satker di daerah diminta aktif melaporkan pengelolaan keuangan negara, khususnya terhadap dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

F. PENDIDIKAN NASIONAL

42.Visi, misi dan tujuan pendidikan nasional menjadi arah kebijakan pendidikan tahun 2011. DPD RI mengapresiasi visi dan misi pendidikan nasional tersebut dan meminta agar visi dan misi tersebut dapat diwujudkan secara konsisten, melalui pembangunan pendidikan sebagai bagian dari pembangunan nasional. Dengan demikian, potensi Sumber Daya Manusia Indonesia dapat menghasilkan insan yang cerdas dan komprehensif, guna kemajuan masyarakat dan daerah, serta keunggulan karakter bangsa dan negara.

43.Pagu indikatif Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar Rp1,8 triliun dibandingkan alokasi tahun 2010 termasuk RAPBN-P sebesar Rp61,4 triliun, menjadi sebesar Rp63,3 triliun. Kenaikan pagu anggaran ini patut mendapatkan dukungan dari DPD RI, namun harus diiringi dengan pencapaian output dan outcome, sehingga sejalan dengan semangat alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

44.DPD RI dan Kementerian Pendidikan Nasional sepakat memandang penting fungsi pengawasan terhadap APBN, khususnya terhadap pelaksanaan anggaran Kementerian Diknas, kementerian agama, kementerian/lembaga terkait lainnya, dan anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah. Untuk itu, diperlukan adanya sharing data dari Kementerian Pendidikan Nasional secara komprehensif dan akurat untuk digunakan oleh DPD RI sebagai bahan pengawasan di daerah.

45.Program pembangunan di bidang pendidikan yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih memerlukan peningkatan dalam implementasinya di daerah, karena di daerah ditemui berbagai keluhan seperti kurangnya fasilitas pendidikan dan tenaga kependidikan di daerah perbatasan, kepulauan, dan terpencil. Dengan munculnya beberapa daerah pemekaran, diharapkan Kementerian Diknas juga memperhatikan ketersediaan jumlah guru dan tenaga kependidikan di daerah tersebut.
46.Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari DPD RI, seperti:
•kriteria Dana BOS agar memperhatikan alokasi minimum serta ratio anak didik;
•mahalnya biaya pendidikan tinggi;
•biaya pengurusan sertifikasi guru tidak membebani yang bersangkutan;
•peningkatan perhatian terhadap sekolah swasta & politeknik dalam bentuk subsidi;
•Standar ujian nasional agar memperhatikan kondisi pendidikan di daerah;
•proses belajar-mengajar diharapkan menyesuaikan karakteristik dan budaya daerah setempat;
•kesejahteraan guru PAUD, guru agama dan madrasah;
•diharapkan setiap daerah tetap mendapatkan DAU dengan mempertimbangkan kemampuan daerah.
•Sinergitas anggaran pusat dan daerah untuk SMA dan SMK dalam rangka program wajib belajar 12 tahun.
•penggunaan istilah ”departemen pendidikan dan kebudayaan”.

47.Penyerapan anggaran Kementerian Diknas tahun 2010 sampai dengan bulan April 2010 baru mencapai sekitar 20 persen, diharapkan penyerapan ini dapat dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.

G. KELAUTAN DAN PERIKANAN

48.Indonesia sebagai negara maritim dengan anugerah lautan dan perairan yang amat luas, di kedalamannya terpendam berbagai macam potensi yang sangat berlimpah, yang harus disyukuri dan dikelola sehingga dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pengelolaannya, wawasan lingkungan hidup harus sungguh-sungguh dihayati, demi kepentingan generasi mendatang.

49.Renstra 2010-2014 bidang kelautan dan perikanan harus membangkitkan potensi besar SDA tersebut, sehingga Indonesia menghasilkan produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015, sekaligus menyejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, diperlukan sinergi dan produktivitas seluruh pemangku kepentingan melalui ”Revolusi Biru”, yaitu perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim dengan konsep pembangunan berkelanjutan melalui program Minapolitan.

50.DPD RI meminta agar ”Revolusi Biru” diiringi dengan reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pengurusan perijinan penangkapan ikan, yang kewenangannya tidak dimiliki oleh daerah, tetapi masih menjadi kewenangan pemerintah pusat. Revolusi biru tersebut juga harus diiringi dengan pengembangan industri kelautan dan SDM bidang kelautan, melalui penyediaan pelabuhan-pelabuhan perikanan, kapal induk, dan kapal penangkap ikan dalam jumlah yang besar, serta menumbuhkan kecintaan bahari untuk menghasilkan para sarjana kelautan dan perikanan.

51.DPD RI mendukung program Minapolitan, oleh karena itu usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa penambahan anggaran sebesar Rp1,3 triliun pada pagu indikatif sebesar Rp4,81 triliun sehingga menjadi Rp5,9 triliun, harus dapat direalisasikan. Peningkatan alokasi anggaran dari tahun ke tahun selayaknya mendapatkan perhatian serius, mengingat implikasi sektor kelautan dan perikanan untuk kemajuan daerah. Alokasi anggaran agar diiringi dengan output dan outcomenya.

52.DPD RI memandang penting penciptaan budaya makan ikan. Selain mendukung pembangunan daerah melalui produk komoditas unggulan, juga meningkatkan pendapatan yang menyejahterakan rakyat. Budaya ini juga mendorong pembentukan generasi unggul karena konsumsi nilai gizi yang dikandungnya.
53.Beberapa masukan DPD RI untuk mempertajam kebijakan pembangunan bidang kelautan dan perikanan, yaitu:
•Anggaran untuk pembangunan pelabuhan di Provinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo, serta bantuan kapal untuk Provinsi Sulawesi Barat.
•Langkah kongkrit bantuan bagi nelayan pada masa paceklik di Provinsi Sulawesi Barat;
•Rehabilitasi hutan mangrove, dan peningkatan produksi garam serta budidaya rumput laut di Provinsi Nusa Tenggara Timur;
•Pelestarian habitat ikan paus, ikan khas, dan ikan langka.
•Kelanjutan pembangunan pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu: Samudera Lam Pulo, Pelabuhan Besar Idi, dan Pelabuhan Labuhan Haji.
•Bagi Hasil untuk daerah penghasil SDA kelautan dan perikanan;
•Kebocoran kilang minyak di Australia berakibat pencemaran di perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur dikhawatirkan merusak ekosistem laut;
•Potensi mutiara di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dikelola perusahaan Jepang, tidak transparan dalam pengelolaannya;
•Solusi untuk menyiasati cuaca buruk yang membuat nelayan enggan melaut;
•Perlu dibentuk satu program perikanan berorientasi pariwisata bahari;
•Pelabuhan untuk mendistribusikan ikan hasil tangkapan nelayan di Provinsi DIY;
•Solusi untuk menumbuhkan minat masyarakat nelayan Provinsi DI Yogyakarta agar mengikuti program pelatihan;
•Sarana prasarana nelayan agar menyesuaikan dengan kondisi laut selatan Jawa yang berombak besar;
•Fasilitas pengawetan ikan bagi para nelayan di Provinsi DI Yogyakarta;
•Pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Kulonprogo;
•Terobosan untuk mewujudkan percepatan pembangunan Kawasan Indonesia Timur melalui pembangunan kelautan dan perikanan;
•Koordinasi dengan TNI Angkatan Laut untuk mengatasi Illegal fishing;
•Penanganan keresahan nelayan sebagai akibat ”pengkaplingan” wilayah laut di Kabupaten Jember;
•Peningkatan sentra-sentra penangkapan ikan di Provinsi Jawa Timur;
•Upaya pelestarian terumbu karang di pantai Buleleng, Provinsi Bali;
•Pengembangan rumput laut bagi para petani di pulau Nusa Penida, Provinsi Bali;
•Pemberdayaan nelayan di wilayah pesisir Provinsi Sulawesi Tengah;
•Pengadaan bagan-bagan ikan untuk masyarakat nelayan Provinsi Lampung;
•Rekomendasi kepada PT Pertamina berupa penambahan kuota BBM untuk nelayan di Kabupaten Yapen, Papua;
•Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) terhadap hasil produksi kelautan dan perikanan;
•Penyediaan kapal penangkap ikan dan tempat penampungan ikan hasil tangkapan nelayan untuk masyarakat Provinsi Bengkulu.
•Melibatkan Anggota DPD RI dalam penyerahan 1.000 unit kapal kepada daerah.

54.Untuk percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia diperlukan beberapa unit kapal induk untuk pengolahan ikan.

55.Penyerapan anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 sampai dengan akhir bulan April 2010, baru mencapai 7 persen lebih. Diharapkan penyerapan ini dapat lebih dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.

H. PEKERJAAN UMUM

56.DPD RI mengapresiasi Renstra Kementerian Pekerjaan Umum 2010-2014 yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan dan program serta kegiatan pembangunan bidang Pekerjaan Umum 2011 yang berorientasi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan peningkatan kualitas lingkungan, dengan berpedoman pada RPJMN. Adapun visi Kementerian PU yaitu: ”Tersedianya infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang andal untuk mendukung Indonesia sejahtera 2025”.

57.Sesuai visi itu, kebijakan pembangunan bidang PU agar benar-benar di implementasikan untuk kemakmuran rakyat, dimana pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan pemerataan pembangunan guna mengatasi keterisolasian daerah, termasuk akses desa-desa di daerah terpencil, tertinggal, dan daerah perbatasan, serta daerah pemekaran. Untuk itu, diperlukan kerjasama yang kuat lintas sektor, terutama antara Kementerian PU, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PDT, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta sinergi dengan Pemerintah Daerah, dimana peran koordinasi oleh gubernur menjadi proporsional.

58.Akomodasi terhadap kebutuhan pendanaan bidang PU dalam pagu indikatif Kementerian PU TA 2011 senilai Rp56,45 triliun patut mendapatkan dukungan dari DPD RI. Meskipun demikian, apabila melihat target MDG’s dan tuntutan pertumbuhan ekonomi, DPD RI memandang bahwa pagu indikatif tersebut masih sangat minim dalam rangka pemenuhan infrastruktur untuk pelayanan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat di daerah.

59.Perlu ditingkatkan program DAK yang merupakan bantuan APBN untuk infrastruktur yang menjadi kewenangan daerah, dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik daerah, serta menyentuh hak-hak dasar rakyat di berbagai daerah. Hal ini diperlukan terutama bagi daerah yang kemampuan fiskalnya rendah.

60.Program pembangunan di bidang PU yang tengah berjalan, dirasakan oleh DPD RI masih kurang dalam implementasinya di daerah, dimana ditemui berbagai keluhan terhadap ketersediaan dan pemerataan infastruktur yang memadai. Oleh karena itu, Pemerintah agar mencermati dan memperhatikan berbagai masukan dari Anggota DPD RI, seperti:
•Penyediaan Infrastruktur untuk mengakses obyek pariwisata;
•Pembangunan jalan lintas Sumatera; Jalan trans Maluku, Papua/Papua Barat dan Kalimantan, Sulawesi Barat; jalan lingkar Metropolitan-Denpasar; jalan tol Manado-Bitung;
•Perbaikan jalan nasional Provinsi Jambi, terutama Merangin—Kerinci—kota Jambi.
•Ketidaksepahaman pemerintah dan pemda terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah, khususnya penetapan kawasan hutan lindung;
•Pengendalian banjir di Jawa Barat, khususnya di aliran sungai Citarum memerlukan anggaran untuk rekonstruksi;
•Pemenuhan air bersih di Nusa Tenggara Timur, misalnya pengembangan air minum berbasis masyarakat;
•Pengadaan embung-embung mini untuk mengatasi ancaman kekeringan dan perubahan musim di NTT.
•Jalan di daerah perbatasan agar berstatus jalan nasional;
•Rehabilitasi garis pengaman pantai di Sulawesi Barat dan Riau;
•Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti di pulau Seram, Maluku Tengah;
•Percepatan pembangunan jembatan Jawa-Sumatera;
•Mempercepat pembangunan waduk Karian di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten guna memenuhi kebutuhan air bersih;
•Pembangunan jembatan di daerah terpencil;
•Terdapat selisih antara pagu indikatif yang dikeluarkan Rp56,45 triliun dengan usulan dana pembangunan infrastruktur hasil forum konsultasi regional yaitu Rp18,65 triliun;
•Irigasi/dam di Nusa Tenggara Barat;
•Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Bengkulu terkendala infrastruktur;
•Kerjasama penyiapan SDM antara perguruan tinggi di daerah dengan pusdiklat Kementerian PU;
•Dukungan dana untuk pembangunan infrastruktur kegiatan PON 2012 di Provinsi Riau, Sea Games 2011 di Provinsi Sumatera Selatan, dan MTQ tahun ini di Provinsi Bengkulu;
•Penanganan masalah tansportasi dan banjir di ibukota negara perlu ditangani secara khusus sebagai tanggung jawab pemerintah pusat, melalui penerbitan keppres.

61.Penyerapan anggaran Kementerian PU tahun 2010 sampai dengan saat ini, dari 1072 satker yang ada, baru melaporkan sebanyak 626 satker. Dari laporan yang ada, penyerapannya baru mencapai sekitar 13,32 persen untuk keuangan, dan sekitar 16,67 persen untuk pekerjaan fisik. Diharapkan penyerapan ini dapat lebih dioptimalkan dalam beberapa bulan ke depan.


I. PENGAWASAN APBN

62.DPD RI dan Kementerian Negara memandang penting fungsi pengawasan terhadap APBN, khususnya terhadap pelaksanaan anggaran K/L diantaranya Pertanian, Kelautan, Pekerjaan Umum, Kesehatan, Pendidikan, dfan Lingkungan Hidup. Untuk itu, diperlukan adanya sharing data dari K/L secara komprehensif dan akurat, khususnya dana APBN 2010 dan pagu indikatif RAPBN 2011 yang dialokasikan bagi setiap provinsi dan kabupaten/kota, untuk digunakan oleh DPD RI sebagai bahan pengawasan di daerah.

J. ANCAMAN TERHADAP APBN DAN PDB

63.Krisis keuangan di wilayah EURO, masih perlu disikapi dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang tepat. JPSK perlu segera diaktifkan untuk membangun sinergi antara pemerintah (Dep. Keuangan, Bappenas dan Bank Indonesia).

64.Bencana alam yang semakin sering mengancam investasi pembangunan yang telah dibangun, menambah kemiskinan dan pengangguran. Oleh karena itu setiap upaya pembangunan yang mengakibatkan kerusakan fungsi lingkungan harus dilengkapi dengan upaya penagnggulangn dan pemulihan akibat bencana lingkungan sejak dihulu persoalan. Kebijakan fiskal harus menunjukan upaya penanggulangan risiko lingkungan sejak di hulunya.