SDF

Ir. SARAH LERY MBOEIK - ANGGOTA DPD RI ASAL NTT - KOMITE 4, PANITIA PERANCANG UNDANG UNDANG(PPUU), PANITIA AKUNTABILITAS PUBLIK DPD RI TIMEX | POS KUPANG | KURSOR | NTT ON LINE | MEDIA INDONESIA | SUARA PEMBARUAN | KOMPAS | KORAN SINDO | BOLA | METRO TV | TV ON LINE | HUMOR
Sarah Lery Mboeik Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
widgeo.net

Senin, 12 Juli 2010

Pengawasan Pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan dan Pembahasan Kebijakan Dana Transfer Daerah

Bahan Dengar Pendapat antara Direktur Jenderal Pajak

dengan Dewan Perwakilan Daerah

terkait

Pengawasan Pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan

dan Pembahasan Kebijakan Dana Transfer Daerah

Pertanyaan/Masukan DPD dan Tanggapan/Penjelasan Direktorat Jenderal Pajak

1. Pertanyaan/Masukan

Berkenaan dengan kebijakan pelimpahan wewenang pusat kepada daerah mengenai PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan serta BPHTB, namun peraturan pelaksanaannya belum ada. Pemda Kota Batam, Pemda Kota Tanjung Pinang, dan Pemkab Bintan, mengharapkan peraturan pelaksanaannya segera diterbitkan. Sejauh mana sosialisasi dan penyiapan peraturan pelaksanaan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Penjelasan:

Dengan berlakunya UU PDRD, DJP telah melakukan langkah-langkah:

a. Peraturan pelaksanaan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang PDRD, terkait dengan pelimpahan PBB dan BPHTB, sedang disiapkan oleh Ditjen Perimbangan Keuangan, Ditjen Pajak dan Ditjen Bina Administrasi Keuangan Daerah – Kementerian Dalam Negeri.

b. Sosialisasi tentang peraturan pelaksanaan UU PDRD terkait dengan pelimpahan PBB dan BPHTB akan segera dilakukan di seluruh Indonesia mulai bulan Maret 2010 bertempat di Balai Diklat Keuangan dengan peserta para pejabat pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait.

2. Pertanyaan/Masukan

Pada UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang PDRD, insentif (upah pungut) ditetapkan maksimal sebesar 5%. Namun, pada UU nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan perubahan UU tersebut, besarnya insentif tidak ditentukan dengan jelas sehingga mengambang. Dalam penjelasan Pasal 171 disebutkan bahwa pemberian besarnya insentif dilakukan melalui pembahasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan alat kelengkapan DPRD yang membidangi masalah keuangan. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya benturan antara pemda dengan DPRD dalam pembahasan besaran insentif, Pemkot Batam mengharapkan agar besaran insentif ditetapkan dengan jelas dalam undang-undang.

Penjelasan:

Penetapan besaran mengenai insentif (upah pungut) dilakukan melalui pembahasan oleh Pemerintah Daerah dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang membidangi masalah keuangan dan ditetapkan dalam APBD, sesuai dengan Pasal 171 ayat (2) UU PDRD. Sedangkan tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif diatur dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 171 ayat (3).

3. Pertanyaan/Masukan

Daerah dirugikan dari PPh pegawai (Pasal 21) karena pemegang NPWP diseluruh Bank yang berdiri di Kota Ambon, membayar pajak NPWP ke Pemerintah Pusat. Pemerintah Kota mengusulkan seharusnya ada kewajiban untuk seluruh kantor cabang bank yang berada di daerah, membayar pajaknya ke daerah atau paling tidak, separuh pajaknya dikembalikan ke daerah.

Penjelasan:

Sesuai ketentuan yang ada, pembayaran PPh Pegawai (PPh Pasal 21) dilakukan baik di domisili maupun lokasi dari perusahaan atau pemotong pajak. Oleh karena itu, apabila karyawan suatu perusahaan bekerja di kantor cabangnya, PPh Pasal 21-nya akan dipotong dan disetor oleh kantor cabang/lokasi masing-masing. Dalam sistem pemungutan PPh Pasal 21 tidak dikenal pemotongan dan penyetoran secara sentralisasi.

4. Pertanyaan/Masukan

Pemda Kota Ambon mengetahui NPWP dan PBB yang masuk, namun tidak mengetahui berapa jumlah wajib pajak di Kota Ambon, jumlah perolehan pajak yang masuk, dan formula bagi hasil yang dipakai. Pemda Kota Ambon hanya menerima bagi hasil sesuai dengan putusan menteri.

Penjelasan:

Informasi jumlah NPWP (Wajib Pajak terdaftar) dan jumlah perolehan pajak termasuk pembayaran PBB di suatu daerah berikut cara perhitungan bagi hasilnya, dapat diperoleh dari Kanwil DJP setempat.

5. Pertanyaan/Masukan

Saat ini terdapat lebih dari 4.000 tenaga kerja asing (TKA) di Provinsi Kepri yang dipungut pajak TKA sebesar 1.200 USD per tahun oleh Depnakertrans (melalui Peraturan Menakertrans). Penerimaan dari pajak TKA tersebut dikembalikan kepada daerah sebagian dalam bentuk program balai latihan kerja (BLK). Pemda Provinsi Kepri mengharapkan agar tidak dikembalikan dalam bentuk program karena sering tidak sesuai dengan dengan kebutuhan di daerah dan tidak sebanding dengan kontribusi yang diperoleh dari pajak TKA. Sebaiknya bagian penerimaan dari pajak TKA tersebut langsung dialokasikan kepada Pemprov Kepri untuk dikelola dalam upaya pengembangan ketrampilan (skill) tenaga kerja.

Penjelasan:

Pajak TKA beserta penggunaannya bukan kewenangan DJP, hal ini merupakan kewenangan Mennakertrans.

6. Pertanyaan/Masukan

Di Pemprov Nusa Tenggara Barat, data base pajak rokok belum tersedia karena pemungutan pajak masih dilakukan oleh Departemen Keuangan.

Penjelasan:

Pemungutan pajak rokok bukan merupakan kewenangan DJP.

7. Pertanyaan/Masukan

Dana Bagi Hasil Pajak (PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21) alokasi pembagiannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pemda Provinsi tidak memiliki data berkaitan dengan jumlah wajib pajak tersebut sehingga memerlukan adanya koordinasi dengan Kanwil Ditjen Pajak. Diharapkan ada laporan jumlah wajib pajak kepada provinsi setiap tahun.

Penjelasan:

Pemerintah Daerah dapat berkoordinasi dengan Kanwil DJP setempat terkait dengan penerimaan pajak yang dibagihasilkan, termasuk jumlah Wajib Pajak dan besaran penerimaannya.

8. Pertanyaan/Masukan

Kadin Provinsi Kaltim memandang bahwa sistem perpajakan masih belum optimal, dimana masih dirasakan kurangnya keberpihakan pemerintah pada pengusaha dan pemodal untuk berinvestasi, padahal wirausaha berperan penting dalam menggerakkan perekonomian daerah. Oleh karena itu, diperlukan penyempurnaan sistem perpajakan yang lebih kondusif bagi pengusaha untuk berinvestasi dan berwirausaha di daerah masing-masing, termasuk sistem yang mempermudah pengusaha untuk melaporkan pajak.

Penjelasan:

Pemerintah telah banyak memberikan insentif dalam sistem perpajakan melalui insentif PPN maupun PPh. Kesemua insentif itu dimaksudkan untuk mendorong para pengusaha baik dalam maupun luar negeri untuk melakukan investasi. Setiap tahun pemerintah mengevaluasi untuk menyempurnakan ketentuan yang ada.

9. Pertanyaan/Masukan

Permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha di Batam antara lain:

a. Terjadi inkonsistensi antara PP Nomor 2 Tahun 2009 dengan implemetasinya di lapangan. PP tersebut seharusnya memberikan berbagai kemudahan bagi pengusaha, namun saat ini dalam pengurusan perijinan impor barang masih harus memenuhi persyaratan administrasi yang rumit sehingga memerlukan waktu yang cukup lama.

Penjelasan:

Permasalahan mengenai tata cara dan perijinan impor bukan kewenangan DJP.

b. Peraturan perundang-undangan tentang perpajakan belum sepenuhnya dipahami sehingga masih sering terjadi perbedaan pemahaman antara petugas pajak dengan pengusaha.

Penjelasan:

DJP selalu melakukan sosialisasi tentang perpajakan baik kepada Wajib Pajak maupun kepada aparat pajak. Sosialisasi dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi secara langsung dilakukan melalui tatap muka baik dengan asosiasi maupun komunitas Wajib Pajak, dan juga melalui tatap muka antara AR dengan individu-individu Wajib Pajak.

Sedangkan sosialisasi secara tidak langsung dilakukan melalui iklan di berbagai media massa (cetak maupun elektronik), di tempat hiburan (bioskop), di angkutan umum (pesawat dan kereta api), juga media online lainnya seperti website DJP (pajak.go.id). Selain itu, telah dilakukan penyuluhan kepada anak usia dini, tax goes to school, dan juga pembentukan tax center dengan berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Bahkan Wajib Pajak dapat menghubungi Kring Pajak 500200 untuk menanyakan berbagai hal mengenai perpajakan yang masih belum jelas.

c. Kesulitan dalam mengurus perijinan alat-alat berat yang harus dilakukan di Jakarta. Selain itu, apabila proyek melebihi waktu 6 bulan maka harus diurus kembali perijinan alat-alat berat tersebut di Jakarta dan dikenakan PPnBM.

Penjelasan:

Persoalan perijinan alat berat bukan kewenangan DJP. Alat-alat berat tidak dikategorikan sebagai Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, sehingga tidak dikenakan PPnBM.

d. Pengelola kawasan industri kesulitan dalam mengurus barang-barang impor yang ditahan di pelabuhan karena terdapat persyaratan dalam mengimpor barang yaitu harus membuat daftar asumsi (master list) sampai dengan satu tahun ke depan. Dengan adanya krisis keuangan global, para pengusaha mengalami kesulitan untuk memprediksikan apakah kegiatan bisnisnya akan berjalan dengan stabil selama satu tahun.

Penjelasan:

Permasalahan mengenai persyaratan impor harus membuat master list bukan kewenangan DJP.

10. Pertanyaan/Masukan

Permasalahan Para pelaku usaha di Provinsi Kepulauan Riau keberatan dengan peraturan pemungutan pajak khusus terhadap alat-alat berat/alat besar yang bergerak, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

a. Dispenda Provinsi Kepulauan Riau mengaku mengalami kendala dalam melakukan pemungutan pajak kendaraan bermotor di dalamnya alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.

b. UU Nomor 4 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan dasar hukum pemungutan pajak alat berat dan besar yang bergerak, pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) jenis-jenis pajak daerah tingkat 1 (Provinsi) ditetapkan sebanyak 3 jenis pajak. Meskipun demikian, pemprov dapat tidak memungut salah satu atau beberapa jenis pajak yang ditetapkan bagi provinsi tersebut apabila potensi pajak daerah dipandang kurang memadai.

c. Alat-alat berat/besar yang bergerak yang menjadi objek pajak sebagian besar pemiliknya tidak berdomisili di Provinsi Kepri.

d. Pemungutan pajak terhadap alat-alat berat/besar yang bergerak tidak sejalan dengan konsep Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang seharusnya dapat memberikan insentif di bidang pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.

e. Kepolisian tidak memberikan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor untuk alat-alat berat/besar yang bergerak. Dengan demikian tidak dapat dikenakan pajak kendaraan bermotor.

Penjelasan:

Permasalahan butir a s/d e mengenai pemungutan pajak khusus terhadap alat-alat berat /besar yang bergerak bukan kewenangan DJP.

11. Pertanyaan/Masukan

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka para pelaku usaha berpendapat bahwa pemungutan pajak khusus terhadap alat-alat berat/besar yang bergerak sangat berpotensi menimbulkan penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum. Untuk itu, para pelaku usaha di Provinsi Kepri mengharapkan dukungan DPD RI untuk memperjuangkan agar tidak diberlakukan pajak khusus terhadap alat-alat berat/besar yang bergerak tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pembangunan setelah ditetapkannya Batam, Bintan, dan Karimun sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Penjelasan:

Permasalahan mengenai pemungutan pajak khusus atas alat-alat berat/besar yang bergerak bukan kewenangan DJP.

12. Pertanyaan/Masukan

Berkaitan dengan pajak penghasilan, di dalam UU Nomor 38 Tahun 2008 terdapat konsep perjanjian antarnegara untuk menghindari pengenaan pajak berganda kepada WNA. Ketentuan dalam UU tersebut yaitu apabila di atas 183 hari maka akan dikenakan PPh. Supaya tidak terjadi pajak berganda maka dilakukan kerja sama antara DJP dengan negara asal (WNA). Namun, juklak ketentuan ini belum ada sehingga belum dapat dilaksanakan.

Penjelasan:

Ketentuan tentang pemajakan terhadap WP Luar Negeri dan WP Dalam Negeri telah jelas diatur dalam UU PPh dan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan masing-masing negara treaty partner. Sehingga Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda tersebut sudah dapat dilaksanakan.

13. Pertanyaan/Masukan

Ketidakpahaman Wajib Pajak terhadap ketentuan yang semestinya dikenakan bagi perseorangan dan ataupun badan, sehingga berbagai kesulitan sering dialami oleh para pengusaha (wajib Pajak), sehingga cenderung dimanfaatkan oleh oknum pajak sebagai “lahan” memperdaya wajib pajak. Untuk itu diharapkan DPD bekerjasama dengan Dirjen Pajak meningkatkan sosialisasi tentang pajak dan perlu dilakukan lagi Sunset Policy (SPT).

Penjelasan:

Untuk mengatasi ketidakpahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan, DJP selalu melakukan sosialisasi tentang perpajakan sebagaimana telah diuraikan dalam penjelasan atas Pertanyaan/Masukan nomor 9b. Sedangkan terhadap oknum aparat pajak yang melanggar aturan dan kode etik telah dan akan selalu diambil tindakan. Sebagai informasi selama tahun 2009 telah diambil tindakan berupa penjatuhan hukuman mulai dari ringan sampai berat terhadap sejumlah 516 aparat.

Masa Sunset Policy yang diatur dalam Pasal 37A UU Nomor 16 tahun 2009 sudah berakhir. Apabila diperlukan untuk membuat kebijakan sunset policy, diperlukan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR melalui penetapan Undang-undang baru.

14. Pertanyaan/Masukan

Saat ini banyak pengusaha penangkapan ikan yang bukan berasal dari Maluku oleh karena perijinan penangkapan ikan dikeluarkan di pusat, sehingga pemerintah tidak mendapat PAD melalui pajak ekspor. Ke depan, diharapkan agar surat perijinan kapal penangkap ikan dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah daerah.

Penjelasan:

Permasalahan mengenai perijinan penangkapan ikan bukan kewenangan DJP.

15. Pertanyaan/Masukan

a. Masih adanya upaya penghindaran dari WP khususnya terhadap sektor alat berat yang bernaung dalam beberapa asosiasi dalam rangka judicial review yang masih memperdebatkan dasar pemungutan.

b. Belum seragamnya pemberlakukan NJKB yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri, yang berdampak kepada pembelian kendaraan baru ke daerah lainnya yang menerapkan tarif lebih rendah.

c. Dengan adanya SK Dirjen BAKD No 973/378/BAKD/2006 tentang penegasan pemungutan PBBKB yang memberlakukan tarif sebesar 17.17 persen sangat merugikan Pemda Kaltim yang mempunyai potensi di sektor pertambangan. Dimana agen menjual bahan bakar ke pemakai akhir di sektor pertambangan dengan menggunakan tarif industri yang seharusnya menggunakan tarif pertambangan sebesar 90 persen.

Penjelasan:

Permasalahan pada butir a, b dan c bukan kewenangan DJP.

d. Masih banyaknya wajib pajak yang berusaha di Kaltim tetapi memiliki NPWP diluar Kaltim sehingga berdampak pada penerimaan pajak penghasilan yang belum optimal sebagai sumber penerimaan bagi hasil pajak.

Penjelasan:

Kepemilikan NPWP pada dasarnya diberikan berdasarkan asas domisili. Untuk WP Orang Pribadi diberikan NPWP berdasarkan domisili orang pribadi sesuai dengan KTP yang bersangkutan. Dalam hal orang pribadi tersebut mempunyai NPWP di luar Kaltim, namun bekerja sebagai pegawai di Kaltim maka setoran PPh pasal 21 akan masuk ke Kaltim.

e. Perusahaan yang beroperasi di Kaltim belum sepenuhnya memiliki kantor cabang/perwakilan, dan sebagian besar kantor berpusat di luar Kaltim/Jakarta

Penjelasan:

Kebijakan untuk membuka kantor cabang merupakan kebijakan masing-masing perusahaan.

f. Mekanisme pemungutan pajak pusat belum dapat maksimal diketahui untuk melakukan monitoring disebabkan masih dominannya pengendalian pusat.

Penjelasan:

Pemerintah daerah dapat berkoordinasi dengan Kanwil DJP setempat.

16. Pertanyaan/Masukan

Salah satu kendala dalam operasi pemungutan pajak yaitu masih sangat minimnya pegawai pajak. Jumlah pegawai Ditjen Pajak saat ini sekitar 31.000 personil dengan hasil penerimaan pajak sekitar Rp 611 trilyun per tahun. Jika pegawai ditingkatkan sekitar 50% menjadi kurang lebih 60.000 personil misalnya, diprediksikan secara meyakinkan oleh Kanwil DJP Prov. Kaltim, penerimaan pajak bisa meningkat menjadi sekitar Rp 1000 trilyun.

Penjelasan:

Kementerian Keuangan/DJP secara bertahap akan meningkatkan kuantitas dan kualitas pegawai sesuai dengan kemampuan anggaran pemerintah.