SDF

Ir. SARAH LERY MBOEIK - ANGGOTA DPD RI ASAL NTT - KOMITE 4, PANITIA PERANCANG UNDANG UNDANG(PPUU), PANITIA AKUNTABILITAS PUBLIK DPD RI TIMEX | POS KUPANG | KURSOR | NTT ON LINE | MEDIA INDONESIA | SUARA PEMBARUAN | KOMPAS | KORAN SINDO | BOLA | METRO TV | TV ON LINE | HUMOR
Sarah Lery Mboeik Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
widgeo.net

Jumat, 14 Juni 2013

PERTIMBANGAN DPD RI TENTANG RAPBN - P 2013



  PERTIMBANGAN DPD RI TENTANG RAPBN - P 2013
I.    Pendahuluan
  1. Setiap perubahan dalam perkembangan ekonomi global akan berpengaruh pada perkembangan ekonomi nasional. Untuk itu diperlukan kemampuan memberikan perkiraan yang tepat dalam perencanaan kebijakan anggaran negara sehingga dampak perubahannya dapat diperkirakan dan dijadikan acuan dalam menyusun APBN. Perubahan APBN yang direncanakan perlu tetap mengutamakan kepentingan rakyat dan kedaulatan negara secara luas. RAPBN-P TA 2013 harus menjaga kesinambungan pembangunan serta tetap mengutamakan kepentingan rakyat dan kedaulatan negara.
  2. RAPBN-P TA 2013 merupakan upaya penyesuaian RAPBN TA 2013 dan respons negara  terhadap perekonomian yang berubah amat cepat di negara maju di Eropa dan Amerika. RAPBN-P TA 2013 tidak hanya merupakan upaya untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan perekonomian global, tetapi perubahan itu harus menunjukkan perubahan tingkah laku Pemerintah yang lebih efisien dan efektif, lebih peka terhadap kebutuahan rakyat dan daerah yang tertinggal, lebih hemat bebas korupsi, dan lebih kuat melestarikan aset alam negara.
  3. Perkembangan pelaksanaan APBN TA 2013 saat ini diperkirakan akan menghadapi tekanan berat sebagai akibat (i) meningkatnya harga minyak di pasar dunia,             (ii) melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara Eropa, (iii) belum pulihnya perekonomian Amerika Serikat, dan (iv) tertahannya laju pertumbuhan ekonomi Cina dan India. Tekanan tersebut akan berdampak bagi penurunan permintaan ekspor Indonesia, yaitu tertekannya neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Selain itu, penurunan permintaan ekspor negara-negara Eropa akan menurunkan permintaan ekspor dari Cina dan negara Asia lainnya. Dampak ini akan berlanjut ke Indonesia dalam bentuk menurunnya permintaan ekspor bahan baku ke Cina serta meningkatnya defisit neraca perdagangan.
  4. Dampak melambatnya perekonomian dunia akan mengurangi penerimaan ekspor dan menambah defisit anggaran negara. Defisit ganda tersebut perlu diantisipasi oleh Pemerintah secara cermat dan hati-hati untuk (i) mencegah melambatnya perekonomian nasional, (ii) meningkatnya pengangguran, (iii) meningkatnya biaya produksi, (iv) melambungnya harga kebutuhan pokok rakyat, serta (v) meningkatnya angka kemiskinan.
  5. Selain perkiraan dampak negatif melambatnya perekonomian dunia, permasalahan yang dihadapi oleh rakyat di berbagai daerah di Indonesia yang semakin berat, antara lain, karena (1) kenaikan harga pangan; (2) terbatasnya peluang rakyat miskin untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu; (3) sulitnya rakyat di beberapa daerah dalam mengakses layanan kesehatan; (4) meningkatnya ekonomi biaya tinggi sebagai akibat meluasnya kerusakan infrastruktur dan terbatasnya kapasitas infrastruktur; dan        (5) terhambatnya kegiatan ekonomi masyarakat sebagai akibat terbatasnya pasokan bahan bakar minyak dan terbatasnya pasokan energi.
  6. Pemerintah diharapkan tidak terpukau oleh masalah perekonomian global dan upaya mengatasi dampak perubahan ekonomi global saja, tetapi membangun alternatif lain untuk tetap membangun perekonomian nasional, misalnya mengembangkan ekonomi lokal di daerah yang lebih demokratis dan membangun kedaulatan ekonomi yang lebih terstruktur.
II.  Pertimbangan DPD RI tentang Asumsi Ekonomi Makro Tahun 2013
1.    Asumsi ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan APBN TA 2013 dinilai sudah tidak relevan. Pemerintah mengajukan perubahan asumsi ekonomi makro dalam penyusunan RAPBN-P TA 2013 yang memburuk, terutama terkait dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, lifting minyak dan gas, dan nilai tukar (tabel 1).
2.    Asumsi ekonomi makro tahun 2013 belum dilengkapi dengan indikator ekonomi secara terpilah menurut daerah. Selain itu, realokasi anggaran dalam RAPBN-P tahun 2013 masih didasarkan pada pendekatan sektoral yang sangat kuat dan pendekatan kewilayahan secara utuh kurang dipertimbangkan. Oleh sebab itu, Pemerintah perlu berusaha melengkapi asumsi ekonomi makro itu dengan kriteria penetapan prioritas alokasi anggaran menurut wilayah, di samping alokasi menurut kementerian/lembaga seperti yang biasa dilakukan.
Tabel 1
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2013

No
Indikator
2011
2012
2013


Realisai
APBN-P
RAPBN
RAPBN-P
Usulan DPD RI
1
Pertumbuhan Ekonomi (%)
   6,5
   6,5
   6,8
   6,2
 6,3 - 6,5
2
Inflasi (%)
   3,8
   6,8
   4,9
   7,2
   6,5
3
Suku Bunga SPN 3 Bulan (%)
   4,8
   5,0
   5,0
   5,0
   6,0
4
Nilai Tukar (Rp / US$)
8.779,0
9.000,0
9.300,0
9.600,0
9.600,0
5
Harga Minyak ICP (US $/barel)
    111,5
    105,0
 100,0
    108,0
    110,0
6
Lifting Minyak (Ribu/barel/hari)
    898,5
    930,0
900,0
    840,0
    900,0
7
Lifting Gas (mboepd)
 -
 -
1.360,0
1.240,0
1.240,0
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN-P TA 2013

3.    Perubahan asumsi ekonomi makro yang diusulkan oleh Pemerintah merupakan antisipasi terhadap perubahan ekonomi global. Dalam menghadapi ekonomi global yang lesu, diperlukan upaya yang lebih kuat dengan menetapkan sasaran yang harus dicapai lebih baik. Ekspor dan impor yang melemah menjadi motif yang kuat untuk membangun ekonomi domestik di daerah-daerah. DPD RI berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi perlu dipertahankan pada tingkat kisaran 6,3%—6,5%, inflasi akan meningkat tetapi dijaga agar tidak kurang dari tingkat pertumbuhan ekonomi, suku bunga akan meningkat menjadi 6%. Lifting minyak dan gas dalam RAPBN-P 2013 sebaiknya tidak menurun, tetapi diupayakan meningkat melalui pemeliharaan sumur-sumur minyak lama dan pengurangan pemborosan dalam eksploitasi sumur-sumur minyak tersebut. Perlu disadari bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi akan langsung berakibat pada meningkatnya pengangguran dan kemiskinan.
4.    Perekonomian nasional merupakan agregasi atau totalitas dari perekonomian provinsi dan kabupaten/kota. Setiap perubahan asumsi ekonomi makro akan berdampak langsung bagi perekonomian provinsi dan kabupaten/kota. Dampak yang dirasakan oleh setiap daerah akan berbeda sesuai dengan struktur ekonomi, daya tahan, dan kapasitas fiskal. Oleh sebab itu, pengajuan RAPBN-P TA 2013 harus dilengkapi dengan skenario dampak perubahan asumsi ekonomi makro terhadap perekonomian daerah, terutama terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan di setiap provinsi. 

III.      Pertimbangan DPD RI tentang Pokok-pokok Perubahan Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2013
A.   Pertimbangan DPD RI terhadap Pendapatan dan Hibah Tahun 2013
1.    Dalam menyusun RAPBN-P TA 2013, Pemerintah mengajukan perubahan terhadap pendapatan dan hibah negara turun dari Rp1.529.673,1 miliar menjadi Rp1.488.325,4 miliar yang terdiri atas penerimaan perpajakan Rp1.139.348,3 miliar dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp344.493,5 miliar, serta hibah tetap sebesar Rp4.483,6 miliar. Pendapatan pajak semestinya dapat ditingkatkan melalui peningkatan target dan rasio penerimaan pajak yang disertai dengan reformasi perpajakan dan pengawasan. (lihat Tabel 2).
2.    Dengan usulan perubahan tersebut, sumbangan penerimaan perpajakan terhadap penerimaan dalam negeri turun dari 77,99% menjadi 76,55%. Pemerintah harus tetap mempertahankan penerimaan perpajakan sesuai dengan APBN TA 2013. Pendapat ini didasarkan pada pertimbangan bahwa rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) Indonesia masih di bawah rata-rata tax ratio negara-negara di ASEAN sehingga masih mungkin untuk ditingkatkan. Agar penerimaan pajak terjaga pada tingkat yang tinggi, pencegahan korupsi pajak dan mafia pajak harus ditingkatkan. Di samping itu dengan meningkatnya masyarakat golongan menengah dan kesenjangan yang tinggi antara masyarakat kaya dengan yang miskin, objek pajak dapat diperluas. Ada kesan pemerintah tidak mau bersusah payah meningkatkan penerimaan negara melalui reformasi perpajakan.
3.    Dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Pemerintah telah dapat meningkatkan target penerimaan. Namun, dalam upaya optimalisasi PNBP, Pemerintah masih harus menjaga tertib administrasi dan menghapuskan berbagai penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan PNBP di berbagai kementerian/lembaga. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap perpajakan, renumerasi yang tinggi saja bagi petugas pajak tidak dapat menghambat penyelewengan pajak.

B.   Pertimbangan DPD RI terhadap Belanja Negara Tahun 2013
1.    Dalam penyusunan RAPBN-P TA 2013, Pemerintah juga mengajukan beberapa perubahan terhadap belanja negara, antara lain, (1) total belanja negara meningkat dari Rp1.683.011,1 miliar menjadi Rp1.722.030,4 miliar; (2) belanja Pemerintah Pusat meningkat dari Rp1.154.380,9 miliar menjadi Rp1.193.295,2 miliar; dan (3) transfer ke daerah meningkat dari Rp528.630,3 miliar menjadi Rp528.735,3 miliar.
2.    Komposisi belanja negara mengalami perubahan, yaitu porsi belanja Pemerintah Pusat meningkat dari 68,59% menjadi 69,30%, sementara porsi transfer ke daerah menurun dari 31,41% menjadi 30,70%. Dana perimbangan menurun dari 26,43% menjadi 25,84%. Pemerintah wajib tetap menjaga komposisi belanja negara, terutama dana transfer daerah dalam RAPBN-P TA 2013 sesuai dengan komposisi APBN TA 2013. Oleh sebab itu, DPD RI mengusulkan dana transfer daerah agar menjadi 50% dari seluruh belanja negara yang tambahannya diperoleh dari kompensasi kenaikan harga BBM dan penghematan belanja K/L.
Tabel 2
Ringkasan APBN TA 2013 dan RAPBN-P TA 2013 (Rp Miliar)

Uraian
APBN 2013
(%)
RAPBN-P 2013
(%)
Selisih
A.   Pendapatan Negara dan Hibah
1.529.673,1
100,00
1.488.325,5
100,00
41.347,7
I.   Penerimaan Dalam Negeri
1.525.189,5
99,71
1.483.841,8
99,70
41.347,7
1.   Penerimaan Perpajakan
1.192.994,1
77,99
1.139.348,3
76,55
(53.645,8)
2.   Penerimaan Negara Bukan Pajak
332.195,4
21,72
344.493,5
23,15
12.298,1
II.    Penerimaan Hibah
4.483,6
0,29
4.483,6
0,30
0,0
B.    Belanja Negara
1.683.011,1
100,00
1.722.030,4
100,00
39.019,3
I.   Belanja Pemerintah Pusat
1.154.380,9
68,59
1.193.295,2
69,30
38.914,3
1.   Belanja Kementerian/Lembaga
594.597,6
35,33
587.436,1
34,11
(7.161,5)
2.   Belanja Non Kementerian/Lembaga
559.783,3
33,26
605.859,0
35,18
46.075,7
         a.l.  a. Pembayaran Bunga Utang
113.243,8
6,73
112.901,2
6,56
(342,6)
(1)   Utang Dalam Negeri
80.703,3
4,80
79.545,9
4,62
(1.157,4)
(2)   Utang Luar Negeri
32.540,5
1,93
33.355,3
1,94
814,8
b. Subsidi
317.218,6
18,85
358.184,4
20,80
40.965,8
(1)  Subsidi Energi
274.743,0
16,32
309.895,1
18,00
35.152,1
(a) BBM, LPG dan BBN
193.805,2
11,52
209.915,4
12,19
16.110,1
(b) Listrik
80.937,8
4,81
99.979,7
5,81
19.041,9
(2) Subsidi Non Energi
42.475,6
2,52
48.289,3
2,80
5.813,8
(a) Pangan
17.197,9
1,02
21.497,4
1,25
4.299.5
(b) Pupuk
16.228,8
0,96
17.932,7
1,04
1.703,9
(c) Benih
1.454,2
0,09
1.454,2
0,08
-
(d) Public Service Obligation
1.521,1
0,09
1.521,1
0,09
-
(e) Bunga Kredit Program
1.248,5
0,07
1.248,5
0,07
-
(f)  Pajak
4.825,1
0,29
4.635,5
0,27
(189,6)
c. Belanja Lain-lain
19.983,4
1,19
30.699,4
1,78
10.715,9
II. Transfer ke Daerah
528.630,2
31,41
528.735,3
30,70
105,0
1.     Dana Perimbangan
444.798,8
26,43
444.903,8
25,84
105,0
a.     Dana Bagi Hasil
101.962,4
6,06
102.067,4
5,93
105,0
b.     Dana Alokasi Umum
311.139,3
18,49
311.139,3
18,07
0,0
c.     Dana Alokasi Khusus
31.697,1
1,88
31.697,1
1,84
0,0
2.     Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
83.831,5
4,98
83.831,5
4,87
0,0
a.     Dana Otonomi Khusus
13.445,6
0,80
13.445,6
0,78
0,0
b.     Dana Penyesuaian
70.385,9
4,18
70.385,9
4,09
0,0
C.   Keseimbangan Primer
(40.094,2)

(120.803,7)

(80.709,6)
D.  Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B)
(153.338,0)

(233.705,0)

(80.367,0)
% Defisit terhadap PDB
(1,65)

(2,48)

(0,83)
E.   Pembiayaan (I+II)
153.338,0

233.705,0

80.367,0
I.   Pembiayaan Dalam Negeri
172.792,1

250.574,8

77.782,7
1.               Perbankan Dalam Negeri
14.306,6

34.556,6

20.250,0
2.               Non Perbankan Dalam Negeri
158.485,5

216.018,2

57.532,7
II.           Pembiayaan Luar Negeri (Neto)
(19.454,2)

(16.869,8)

2.584,3
1. Penarikan Pinjaman LN (bruto)
45.919,1

49.039,8

3.120,6
2. Penerusan Pinjaman (SLA)
(6.968,3)

(6.699,8)

268,5
3.               Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
(58.405,0)

(59.209,8)

(804,8)
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN-P TA 2013


3.    Dalam RAPBN-P TA 2013, belanja kementerian/lembaga dikurangi sebesar Rp7.161,5 miliar. Langkah Pemerintah untuk menghemat belanja Kementerian/Lembaga harus dibangun dalam rangka (i) peningkatan efisiensi birokrasi, tetapi perlu dijaga agar alokasi anggaran tidak dirurunkan bagi lembaga K/L yang perlu mempertahankan prioritas belanja modal untuk pembangunan infrastruktur di berbagai daerah; (ii) pemertahanan prioritas belanja untuk peningkatan pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan; dan (iii) pengentasan kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat yang kurang beruntung. Penghematan belanja kementerian/lembaga tersebut harus diimbangi dengan langkah untuk mengurangi dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi terhadap kegiatan perekonomian daerah dengan melaksanakan kegiatan yang bersifat padat karya.
4.    Porsi belanja modal dalam RAPBN-P TA 2013 ternyata turun dari 10,95% menjadi 10,86% dan masih tetap di bawah 12%. Porsi belanja modal ini relatif kecil dan tidak memadai untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mendorong percepatan pembangunan daerah. Porsi belanja modal, terutama untuk pembangunan infrastruktur di daerah agar ditingkatkan menjadi 12,86% dengan mengalihkan belanja lain-lain yang tercantum dalam belanja Pemerintah Pusat menjadi belanja modal.  

Tabel 3
Belanja Negara APBN TA 2013 dan RAPBN-P TA 2013

Jenis
2013
2013

APBN
%
RAPBN-P
%
Usulan DPD RI
%
Belanja Pemerintah Pusat
1.154.380,9
68,59
     1.193.295,2
69,30
1.185.962,41
68,87
1. Belanja Pegawai
 241.606,3
14,36
   240.192,9
13,95
240.223,25
13,95
2. Belanja Barang
 200.735,2
11,93
   190.644,7
11,07
190.628,78
11,07
3. Belanja Modal
 184.363,5
10,95
   187.010,2
10,86
221.453,12
12,86
4. Pembayaran Bunga Utang
 113.243,8
6,73
  112.901,2
6,56
99.016,75
5,75
5. Subsidi
 317.218,6
18,85
  358.184,4
20,80
344.406,10
20,00
6. Belanja Hibah
 3.621,3
0,22
 2.346,5
0,14
2.410,84
0,14
7. Bantuan Sosial
 73.608,8
4,37
     71.315,9
4,14
68.881,22
4,00
8. Belanja Lain-lain
 19.983,4
1,19
     30.699,4
1,78
18.942,34
1,10
Transfer Ke Daerah
528.630,30
31,41
528.735,30
30,70
536.068,09
31,13
1. Dana Perimbangan
444.798,8
26,43
   444.903,8
25,84
452.205,21
26,26
2. Dana Otsus
83.831,5
4,98
     83.831,5
4,87
83.862,89
4,87
Total
1.683.011,20
100,00
1.722.030,50
100,00
1.722.030,50
100,00
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN-P TA 2013

5.    Kebijakan Pemerintah dalam pengalokasian belanja subsidi yang meningkat dari 18,85% menjadi 20,80%, perlu dipertanyakan. Pola alokasi belanja subsidi perlu ditinjau kembali dengan memperhatikan langkah-langkah penghematan yang harus dilakukan oleh Pemerintah, kebutuhan subsidi dan permasalahan setiap daerah, dan pola penyaluran subsidi langsung kepada masyarakat.      DPD RI mengusulkan agar belanja subsdisi dikurangi menjadi 20,00% dari seluruh belanja negara dan dari kompensasi BBM, sekurang-kurangnya        Rp20 triliun ditambahkan ke dalam dana transfer ke daerah, terutama ke kabupaten/kota yang kemampuan fiskalnya rendah.
6.    Dengan demikian, kebijakan dana transfer ke daerah dapat dilaksanakan secara konsisten dan terarah sehingga dapat (i) mengurangi kesenjangan fiskal,       (ii) meningkatkan kualitas dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah, (iii) mendukung kesinambungan fiskal nasional, (iv) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi, (v) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional, (vi) meningkatkan sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional dengan daerah, serta (vii) mendukung pencapaian berbaga program pro job, pro growth, pro poor, dan pro environment.       

d.   Pertimbangan DPD RI terhadap Kebijakan Pemerintah tentang Program Pengurangan Subsdidi BBM Tahun 2013
1.    Penerapan kebijakan perbedaan (diskriminasi) harga biasanya hanya berlaku bagi pelaku yang menguasai pasar secara penuh (monopoli). Persyaratan atau asumsi yang harus dipenuhi dalam penerapan diskriminasi harga adalah pemahaman terhadap perilaku permintaan konsumen yang ditunjukkan oleh elastisitas permintaan, tidak adanya pelanggaran penjualan ulang (resale) antarsegmen pasar, dan kemampuan secara pasti untuk mengontrol jumlah penawaran dari setiap segmen pasar.
2.    Dalam hal ini, kebijakan Pemerintah untuk melakukan diskriminasi harga BBM, yaitu penerapan harga BBM subsidi dan nonsubsidi yang berbeda telah menimbulkan gejolak dan menyebabkan perilaku penimbunan BBM yang terjadi di berbagai daerah. Kondisi itu menyebabkan harga yang harus dibayar konsumen, baik rumah tangga maupun industri selalu lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan Pemerintah. Dengan kata lain, diskriminasi harga yang dilakukan Pemerintah telah gagal. Berbagai daerah sering kali menghadapi kekurangan pasokan BBM dan kelangkaan BBM sehingga harga sudah melampaui daya beli rakyat. Pada akhirnya kondisi ini menurunkan daya beli masyarakat dan mengurangi tingkat kesejahteraan rakyat. Apabila Pemerintah telah melakukan kebijakan diskriminasi harga, Pemerintah juga harus memenuhi persyaratan dengan dukungan pengawasan dan pengendalian yang ketat.
3.    Kebijakan harga tunggal merupakan satu solusi pemecahan masalah subsidi BBM. Harga tunggal pada prinsipnya adalah harga BBM yang diberlakukan sama untuk setiap segmen, dalam arti bahwa harga yang ditetapkan pemerintah hanya satu harga untuk satu produk. Penetapan  harga tunggal lebih efisien dan dan efektif dibandingkan dengan diskriminasi harga.
4.    Subsidi mempunyai kaitan langsung dengan kebutuhan dasar rakyat dengan implikasi yang sangat luas terhadap seluruh kehidupan rakyat dan kemajuan daerah. Oleh sebab itu, DPD RI meminta Pemerintah agar secara cermat memperhitungkan kepentingan rakyat sebagai dasar penentuan kebijakan subsidi.
5.    Pemerintah menyatakan akan mengalihkan belanja subsidi menjadi belanja lain-lain, termasuk pemberian kompensasi kepada rakyat. Pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi terhadap pengurangan subsidi BBM (kenaikan harga BBM) tidak sepenuhnya menjawab permasalahan yang dihadapi rakyat. Kebutuhan nyata rakyat di daerah adalah akses pendidikan dan kesehatan secara mudah dan murah; akses transportasi secara aman, terjangkau dan nyaman; penciptaan kesempatan kerja secara luas; dan peningkatan pendapatan dan daya beli secara nyata. Oleh sebab itu, Pemerintah perlu mengutamakan perubahan kebijakan subsidi untuk peningkatan akses pendidikan dan kesehatan; perluasan akses transportasi daerah, perluasan lapangan kerja dan peningkatan daya beli rakyat secara langsung.
6.    Pemerintah perlu benar-benar memperhatikan daerah yang sangat memerlukan dukungan dalam penyediaan pasokan pangan dan pengendalian harga pangan serta daerah-daerah yang relatif tertinggal. Dalam hal ini, Pemerintah perlu menata ulang birokrasi, termasuk penyiapan langkah pengendalian dan pengawasan (safeguarding) sebelum memberikan tambahan anggaran.
7.    DPD berpendapat harus diambil keputusan mengenai kompensasi pengurangan subsidi BBM. Pemanfaatan kompensasi itu agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 
a.    Sekurang-kurangnya Rp20 triliun dialokasikan untuk tambahan dana transfer ke daerah, antara lain, dengan memperhatikan kabupaten/kota yang mempunyai kapasitas fiskal rendah. 
b.    Agar diantisipasi kemungkinan pemanfaatan BLSM untuk kepentingan politik.  
c.    Penyediaan raskin yang layak untuk kelompok masyarakat secara tepat dan disalurkan dengan cermat dan teliti serta dilakukan pada waktu yang tepat.

e.    Pertimbangan DPD RI tentang Belanja Pemerintah Menurut Organisasi
1.    Belanja pemerintah secara sektoral perlu memperhatikan peranan kementerian/lembaga yang bersangkutan terkait dengan upaya pelayanan publik yang lebih luas dan lebih baik, yang dapat mengentaskan kemiskinan, yang mampu meningkatkan produktivitas masyarakat, dan yang mengurangi pengangguran dan meningkatkan lapangan kerja di daerah. Sektor tersebut didukung oleh alokasi anggaran yang dikembangkan oleh beberapa kementerian/lembaga, antara lain, pendidikan dan kebudayaan, kesehatan,  pekerjaan umum,  pertanian, serta kelautan dan perikanan (petani dan nelayan).
2.    Selama ini rakyat di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan harus menghadapi tekanan dan beban pengeluaran yang tinggi sebagai akibat kelangkaan pasokan BBM, kenaikan harga pangan, dan ekonomi biaya tinggi yang disebabkan oleh terbatasnya prasarana dan sarana transportasi. Oleh sebab itu, Pemerintah harus secara khusus memperhatikan upaya pengendalian inflasi yang terjadi di berbagai daerah tersebut dan memperhitungkan secara cermat dan akurat dampak perlambatan ekonomi nasional terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat. Setiap kementerian/lembaga harus mengarahkan program dan kegiatan pembangunan secara terpadu untuk mengatasi berbagai kelangkaan dan keterbatasan di wilayah tersebut.
3.    DPD RI memandang bahwa belanja kementerian dapat diturunkan, tetapi beberapa kementerian yang berorientasi pada pelayanan publik harus tetap dipertahankan, seperti kementerian yang membidangi infrastruktur, pertanian, pendidikan, dan kesehatan.
4.    Dalam RAPBN-P TA 2013 alokasi belanja infrastruktur turun, DPD RI mengharapkan belanja infrastruktur dapat dinaikkan alokasinya di daerah-daerah yang terpencil, terluar, dan perbatasan.
5.    Terhadap respons atas perubahan ekonomi dunia, diusulkan untuk mengembangkan ekonomi lokal di daerah yang lebih demokratis dan membangun kedaulatan ekonomi yang lebih terstruktur.  
6.    Sehubungan dengan kegiatan-kegiatan sektor kementerian yang terkait dengan pembiayaan untuk kompensasi ini agar diperhatikan kepentingan daerah yang sangat mendesak antara lain.
Pendidikan dan Kebudayaan
Di sektor pendidikan dan kebudayaan, perlu perhatian yang lebih besar pada: 
a.    peningkatan program studi yang mendukung pengembangan potensi daerah sesuai dengan pengembangan industri dan kearifan lokal; 
b.    penambahan jumlah guru di daerah-daerah terpencil, termasuk daerah kepulauan dan kawasan perbatasan;  
c.    peningkatan alokasi anggaran untuk guru PAUD; 
d.    percepatan program pendidikan dasar gratis sehingga terealisasi secara penuh;
e.    pengadaan buku paket di sekolah untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar;
f.     peninjauan kembali mekanisme penyaluran dana BOS dan dana Bantuan Keluarga Miskin (BKM);
g.    penurunan beban biaya pendidikan tinggi sehingga tidak memberatkan beban pengeluaran masyarakat, terutama keluarga miskin;   
h.    peningkatan anggaran untuk kegiatan penelitian dan pengembangan;
i.      revitalisasi perlengkapan praktikum dan laboratorium pada politeknik;
j.     peningkatan beasiswa kepada para dosen berprestasi di daerah; dan
k.    pencegahan korupsi pelayanan perizinan kegiatan pendidikan seperti izin program studi, akreditasi, dan ujian nasional.

Kesehatan  
Di sektor kesehatan, aspirasi daerah yang perlu diperhatikan, antara lain:
a.    perluasan akses terhadap kesehatan, terutama di daerah kepulauan;
b.    penyediaan bantuan peralatan dan obat obatan bagi rumah sakit di daerah-daerah kepulauan, kawasan perbatasan, dan daerah pemekaran;
c.    penambahan dokter umum dan dokter spesialis di daerah-daerah kepulauan, kawasan perbatasan, dan daerah pemekaran dengan memperluas kesempatan bagi putra daerah untuk mengikuti pendidikan kedokteran;  
d.    penambahan puskesmas untuk menjangkau daerah-daerah kepulauan, kawasan perbatasan, dan daerah pemekaran;
e.    pembenahan terhadap puskesmas sebagai pusat layanan kesehatan masyarakat perlu menjadi prioritas utama di setiap daerah;
f.     pembangunan rumah sakit rujukan di daerah terpencil dan daerah perbatasan;
g.    unit pelaksana teknis (UPT) Kementerian Kesehatan diharapkan menjadi referensi bagi pemda dalam upaya peningkatan standar pelayanan kesehatan bagi masyarakat;
h.    penyediaan bantuan untuk pengadaan air bersih dan perbaikan sanitasi di daerah-daerah kepulauan, kawasan perbatasan, dan daerah pemekaran;
i.      pelaksanaan standardisasi tenaga perawat;       
j.     penyediaan dan penambahan DAK kesehatan bagi beberapa kabupaten/kota yang belum mendapatkan alokasi DAK;
k.    pendirian sekolah kesehatan setingkat SMK di daerah terpencil bagi calon tenaga kesehatan bidan;
l.      peningkatan dan pemberian tambahan insentif bagi tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, dan perawat; 
m.  pengawasan terhadap praktik penyalahgunaan operasi sesar (seksio sesarea);
n.    pemerataan distribusi peralatan kesehatan di daerah yang disesuaikan dengan ketersediaan tenaga dokter spesialis;
o.    peningkatan alokasi anggaran untuk penanganan HIV/AIDS di daerah rawan;
p.    pengoptimalan posyandu untuk penyuluhan kesehatan; 
q.    pengawasan atas pelaksanaan ketentuan UU mengenai kewajiban fasilitas pelayanan kesehatan bagi pasien dalam keadaan darurat; dan
r.     penyampaian petunjuk teknis DAK kesehatan dari Kementerian Kesehatan kepada daerah harus dilakukan paling lambat 60 hari sejak penetapan APBN.  

Pekerjaan Umum (Infrastruktur)
Dalam hubungan dengan dukungan perkerjaan umum, permasalahan yang perlu mendapat perhatian, antara lain, adalah:
a.    percepatan penanganan jalan yang rusak akibat abrasi dan longsor melalui balai/satuan kerja yang ada di daerah;
b.    peningkatan pengawasan oleh Inspektorat Kementerian PU terhadap kualitas jalan dan jembatan yang dibangun di daerah;   
c.    peningkatan pemeliharaan waduk dan sarana irigasi guna peningkatan produksi pangan; 
d.    pembangunan jalan untuk membuka isolasi jalur darat bagi daerah di pegunungan;    
e.    peningkatan koordinasi kementerian dan pemda setempat dalam penanganan pendangkalan sungai;
f.     pemecahan masalah pembebasan lahan perlu dilakukan secara cermat dan tuntas untuk mengatasi hambatan pembangunan infrastruktur jalan;
g.    peningkatan penyediaan air bersih dan irigasi serta penanganan banjir melalui pengerukan waduk, embung-embung, dan sungai yang mengalami pendangkalan (sedimentasi);
h.    pemerataan pembangunan infrastruktur jalan, terutama di daerah perbatasan, pemekaran, dan kepulauan;
i.      peningkatan alokasi anggaran untuk pemeliharaan dan pelestarian tempat wisata berupa situs budaya;
j.     peningkatan keterpaduan pembangunan infrastruktur jalan dengan moda transportasi lainnya;
k.    sebagai kompensasi pengurangan subsidi BBM untuk jangka pendek berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan raskin agar benar-benar tepat sasaran;
l.      pelaksanaan Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum (P4 IPU) sebesar Rp 6 triliun diharapkan dapat membantu mengurangi beban biaya hidup, khususnya masyarakat miskin di perdesaan dan perkotaan; dan
m.  dalam rangka fungsi pengawasan terhadap APBN, diperlukan sharing data dari Kementerian PU, khususnya dana APBN 2013 setiap provinsi dan kabupaten/kota sebagai dasar bagi DPD RI dalam pengawasan di daerah.

Pertanian, Kelautan, dan Perikanan
Dalam meningkatkan peran sektor pertanian, perikanan, dan kelautan perlu perhatian yang lebih besar terhadap hal-hal sebagai berikut, antara lain:
a.    peningkatan akses petani kepada sarana produksi pertanian, pelindungan petani dari bencana alam dan perubahan iklim, serta akses pasar yang lebih luas;
b.    penambahan jumlah kapal minimal 40 GT, khususnya di wilayah perikanan, dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat;
c.    peningkatan status Pelabuhan Perikanan Nusantara yang potensial menjadi Pelabuhan Samudera;   
d.    optimalisasi perikanan darat termasuk usaha tambak udang; 
e.    pemerataan distribusi bantuan bagi nelayan, termasuk kapal motor;
f.     peningkatan teknologi desalinasi untuk mendukung penyediaan air bersih di daerah pesisir;
g.    peningkatan penyuluhan bagi petani dan nelayan;
h.    peningkatan pengawasan illegal fishing di wilayah perbatasan laut dengan negara lain yang disertai pemberdayaan pulau-pulau terluar;
i.      peningkatan jumlah tempat pelelangan ikan dan pasar hasil bumi;
j.     pendirian sekolah kelautan dan penyuluhan pertanian terintegrasi; dan
k.    pelestarian taman nasional laut dan pelindungan daerah aliran sungai.
7.    Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan, DPD RI meminta Pemerintah  untuk menyampaikan setiap program dan kegiatan kementerian/lembaga yang dilaksanakan di setiap provinsi dan kabupaten/kota dalam RAPBN-P TA 2013 sebagai dasar pemantauan dan pengawasan DPD RI di daerah.

IV.       PENUTUP
Untuk menghadapi gejolak menurunnya perekonomian akibat berbagai krisis, Pemerintah perlu memberikan pengakuan kepada upaya penghematan yang dilakukan masyarakat dan dunia usaha. Upaya pencegahan korupsi di sektor pajak dan belanja Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, harus ditingkatkan.
Pemerintah perlu melakukan mobilisasi dan optimalisasi sumber dana dari perbankan dan investasi swasta dan sumber dana lainnya untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan pemerataan pembangunan, dan mendorong percepatan pembangunan daerah. 
Jakarta,  13 Juni 2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
PIMPINAN
Ketua,





H. Irman Gusman, S.E., M.B.A.
Wakil Ketua,






G.K.R. Hemas
Wakil Ketua,









Dr. Laode Ida