PERTIMBANGAN DPD RI TENTANG RAPBN - P 2013
I.
Pendahuluan
- Setiap perubahan dalam perkembangan ekonomi global akan berpengaruh pada perkembangan ekonomi nasional. Untuk itu diperlukan kemampuan memberikan perkiraan yang tepat dalam perencanaan kebijakan anggaran negara sehingga dampak perubahannya dapat diperkirakan dan dijadikan acuan dalam menyusun APBN. Perubahan APBN yang direncanakan perlu tetap mengutamakan kepentingan rakyat dan kedaulatan negara secara luas. RAPBN-P TA 2013 harus menjaga kesinambungan pembangunan serta tetap mengutamakan kepentingan rakyat dan kedaulatan negara.
- RAPBN-P TA 2013 merupakan upaya penyesuaian RAPBN TA 2013 dan respons negara terhadap perekonomian yang berubah amat cepat di negara maju di Eropa dan Amerika. RAPBN-P TA 2013 tidak hanya merupakan upaya untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan perekonomian global, tetapi perubahan itu harus menunjukkan perubahan tingkah laku Pemerintah yang lebih efisien dan efektif, lebih peka terhadap kebutuahan rakyat dan daerah yang tertinggal, lebih hemat bebas korupsi, dan lebih kuat melestarikan aset alam negara.
- Perkembangan pelaksanaan APBN TA 2013 saat ini diperkirakan akan menghadapi tekanan berat sebagai akibat (i) meningkatnya harga minyak di pasar dunia, (ii) melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara Eropa, (iii) belum pulihnya perekonomian Amerika Serikat, dan (iv) tertahannya laju pertumbuhan ekonomi Cina dan India. Tekanan tersebut akan berdampak bagi penurunan permintaan ekspor Indonesia, yaitu tertekannya neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Selain itu, penurunan permintaan ekspor negara-negara Eropa akan menurunkan permintaan ekspor dari Cina dan negara Asia lainnya. Dampak ini akan berlanjut ke Indonesia dalam bentuk menurunnya permintaan ekspor bahan baku ke Cina serta meningkatnya defisit neraca perdagangan.
- Dampak melambatnya perekonomian dunia akan mengurangi penerimaan ekspor dan menambah defisit anggaran negara. Defisit ganda tersebut perlu diantisipasi oleh Pemerintah secara cermat dan hati-hati untuk (i) mencegah melambatnya perekonomian nasional, (ii) meningkatnya pengangguran, (iii) meningkatnya biaya produksi, (iv) melambungnya harga kebutuhan pokok rakyat, serta (v) meningkatnya angka kemiskinan.
- Selain perkiraan dampak negatif melambatnya perekonomian dunia, permasalahan yang dihadapi oleh rakyat di berbagai daerah di Indonesia yang semakin berat, antara lain, karena (1) kenaikan harga pangan; (2) terbatasnya peluang rakyat miskin untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu; (3) sulitnya rakyat di beberapa daerah dalam mengakses layanan kesehatan; (4) meningkatnya ekonomi biaya tinggi sebagai akibat meluasnya kerusakan infrastruktur dan terbatasnya kapasitas infrastruktur; dan (5) terhambatnya kegiatan ekonomi masyarakat sebagai akibat terbatasnya pasokan bahan bakar minyak dan terbatasnya pasokan energi.
- Pemerintah diharapkan tidak terpukau oleh masalah perekonomian global dan upaya mengatasi dampak perubahan ekonomi global saja, tetapi membangun alternatif lain untuk tetap membangun perekonomian nasional, misalnya mengembangkan ekonomi lokal di daerah yang lebih demokratis dan membangun kedaulatan ekonomi yang lebih terstruktur.
II. Pertimbangan DPD RI tentang Asumsi
Ekonomi Makro Tahun 2013
1. Asumsi ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan APBN TA 2013 dinilai sudah tidak relevan. Pemerintah mengajukan
perubahan asumsi ekonomi makro dalam penyusunan RAPBN-P TA 2013 yang memburuk, terutama terkait dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, lifting minyak dan gas, dan nilai tukar (tabel 1).
2. Asumsi
ekonomi makro tahun 2013 belum dilengkapi dengan indikator ekonomi secara
terpilah menurut daerah. Selain itu, realokasi anggaran dalam RAPBN-P tahun 2013 masih didasarkan pada pendekatan sektoral
yang sangat kuat dan pendekatan kewilayahan secara utuh kurang dipertimbangkan. Oleh sebab itu, Pemerintah perlu berusaha melengkapi asumsi ekonomi
makro itu dengan kriteria penetapan prioritas alokasi anggaran menurut wilayah, di
samping alokasi menurut kementerian/lembaga seperti yang biasa dilakukan.
Tabel 1
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2013
No
|
Indikator
|
2011
|
2012
|
2013
|
||
Realisai
|
APBN-P
|
RAPBN
|
RAPBN-P
|
Usulan DPD RI
|
||
1
|
Pertumbuhan Ekonomi (%)
|
6,5
|
6,5
|
6,8
|
6,2
|
6,3 - 6,5
|
2
|
Inflasi (%)
|
3,8
|
6,8
|
4,9
|
7,2
|
6,5
|
3
|
Suku Bunga SPN 3 Bulan (%)
|
4,8
|
5,0
|
5,0
|
5,0
|
6,0
|
4
|
Nilai Tukar (Rp / US$)
|
8.779,0
|
9.000,0
|
9.300,0
|
9.600,0
|
9.600,0
|
5
|
Harga Minyak ICP (US $/barel)
|
111,5
|
105,0
|
100,0
|
108,0
|
110,0
|
6
|
Lifting Minyak (Ribu/barel/hari)
|
898,5
|
930,0
|
900,0
|
840,0
|
900,0
|
7
|
Lifting Gas (mboepd)
|
-
|
-
|
1.360,0
|
1.240,0
|
1.240,0
|
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN-P TA 2013
3. Perubahan asumsi ekonomi makro yang diusulkan oleh Pemerintah merupakan antisipasi terhadap perubahan ekonomi global. Dalam menghadapi
ekonomi global yang lesu, diperlukan upaya yang lebih kuat dengan menetapkan
sasaran yang harus dicapai lebih baik. Ekspor dan impor yang melemah menjadi
motif yang kuat untuk membangun ekonomi domestik di daerah-daerah. DPD
RI berpendapat bahwa pertumbuhan
ekonomi perlu dipertahankan pada tingkat kisaran 6,3%—6,5%, inflasi akan
meningkat tetapi dijaga agar tidak kurang dari tingkat pertumbuhan ekonomi,
suku bunga akan meningkat menjadi 6%. Lifting
minyak dan gas dalam RAPBN-P 2013 sebaiknya tidak
menurun, tetapi diupayakan meningkat melalui pemeliharaan
sumur-sumur minyak lama dan pengurangan pemborosan dalam eksploitasi
sumur-sumur minyak tersebut. Perlu disadari bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi
akan langsung berakibat pada meningkatnya pengangguran dan kemiskinan.
4. Perekonomian nasional merupakan agregasi atau totalitas dari perekonomian
provinsi dan kabupaten/kota. Setiap perubahan asumsi ekonomi makro akan
berdampak langsung bagi perekonomian provinsi dan kabupaten/kota. Dampak yang
dirasakan oleh setiap daerah akan berbeda sesuai dengan struktur ekonomi, daya
tahan, dan kapasitas fiskal. Oleh sebab itu, pengajuan RAPBN-P TA 2013 harus
dilengkapi dengan skenario dampak perubahan asumsi ekonomi makro terhadap
perekonomian daerah, terutama terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan di setiap provinsi.
III.
Pertimbangan DPD RI tentang Pokok-pokok
Perubahan Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun 2013
A. Pertimbangan
DPD RI terhadap Pendapatan dan Hibah Tahun 2013
1.
Dalam menyusun RAPBN-P TA 2013, Pemerintah
mengajukan perubahan terhadap pendapatan dan hibah negara turun dari
Rp1.529.673,1 miliar menjadi Rp1.488.325,4 miliar yang terdiri atas penerimaan perpajakan Rp1.139.348,3 miliar dan penerimaan negara bukan pajak sebesar
Rp344.493,5 miliar, serta hibah tetap sebesar
Rp4.483,6 miliar. Pendapatan pajak semestinya dapat ditingkatkan melalui
peningkatan target dan rasio penerimaan pajak yang disertai dengan reformasi
perpajakan dan pengawasan. (lihat Tabel 2).
2.
Dengan usulan perubahan
tersebut, sumbangan penerimaan perpajakan terhadap penerimaan dalam negeri turun dari 77,99% menjadi 76,55%. Pemerintah harus tetap mempertahankan penerimaan
perpajakan sesuai dengan APBN TA 2013. Pendapat ini didasarkan pada pertimbangan bahwa rasio pajak terhadap
PDB (tax ratio) Indonesia masih di
bawah rata-rata tax ratio
negara-negara di ASEAN sehingga masih mungkin untuk ditingkatkan. Agar
penerimaan pajak terjaga pada tingkat yang tinggi, pencegahan korupsi
pajak dan mafia pajak harus ditingkatkan. Di samping itu dengan meningkatnya masyarakat golongan menengah dan
kesenjangan yang tinggi antara masyarakat kaya dengan yang miskin, objek
pajak dapat diperluas. Ada kesan pemerintah
tidak mau bersusah payah meningkatkan penerimaan negara
melalui reformasi perpajakan.
3.
Dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Pemerintah telah dapat meningkatkan target penerimaan. Namun, dalam upaya optimalisasi PNBP, Pemerintah masih harus menjaga tertib
administrasi dan menghapuskan berbagai penyimpangan yang terjadi dalam
pengelolaan PNBP di berbagai kementerian/lembaga. Pemerintah
perlu meningkatkan pengawasan terhadap perpajakan, renumerasi yang tinggi saja
bagi petugas pajak tidak dapat menghambat penyelewengan pajak.
B. Pertimbangan
DPD RI terhadap Belanja Negara Tahun 2013
1.
Dalam
penyusunan RAPBN-P TA 2013, Pemerintah juga
mengajukan beberapa perubahan terhadap belanja negara, antara lain, (1) total
belanja negara meningkat dari Rp1.683.011,1 miliar menjadi Rp1.722.030,4 miliar; (2) belanja Pemerintah Pusat meningkat dari Rp1.154.380,9 miliar menjadi Rp1.193.295,2 miliar; dan (3) transfer ke daerah
meningkat dari Rp528.630,3 miliar menjadi Rp528.735,3
miliar.
2.
Komposisi belanja negara mengalami perubahan, yaitu porsi belanja Pemerintah Pusat meningkat dari 68,59% menjadi 69,30%, sementara
porsi transfer ke daerah menurun dari 31,41% menjadi 30,70%. Dana perimbangan menurun dari
26,43% menjadi 25,84%. Pemerintah wajib tetap
menjaga komposisi belanja negara, terutama dana transfer daerah
dalam RAPBN-P TA 2013 sesuai dengan komposisi APBN
TA 2013. Oleh sebab itu, DPD RI
mengusulkan dana transfer daerah agar
menjadi 50% dari seluruh belanja negara yang tambahannya diperoleh dari kompensasi
kenaikan harga BBM dan penghematan belanja K/L.
Tabel 2
Ringkasan APBN TA 2013 dan RAPBN-P TA
2013 (Rp Miliar)
Uraian
|
APBN 2013
|
(%)
|
RAPBN-P 2013
|
(%)
|
Selisih
|
A. Pendapatan Negara dan Hibah
|
1.529.673,1
|
100,00
|
1.488.325,5
|
100,00
|
41.347,7
|
I. Penerimaan Dalam Negeri
|
1.525.189,5
|
99,71
|
1.483.841,8
|
99,70
|
41.347,7
|
1.
Penerimaan Perpajakan
|
1.192.994,1
|
77,99
|
1.139.348,3
|
76,55
|
(53.645,8)
|
2.
Penerimaan Negara Bukan Pajak
|
332.195,4
|
21,72
|
344.493,5
|
23,15
|
12.298,1
|
II. Penerimaan Hibah
|
4.483,6
|
0,29
|
4.483,6
|
0,30
|
0,0
|
B. Belanja Negara
|
1.683.011,1
|
100,00
|
1.722.030,4
|
100,00
|
39.019,3
|
I. Belanja Pemerintah Pusat
|
1.154.380,9
|
68,59
|
1.193.295,2
|
69,30
|
38.914,3
|
1. Belanja Kementerian/Lembaga
|
594.597,6
|
35,33
|
587.436,1
|
34,11
|
(7.161,5)
|
2. Belanja Non Kementerian/Lembaga
|
559.783,3
|
33,26
|
605.859,0
|
35,18
|
46.075,7
|
a.l.
a. Pembayaran Bunga Utang
|
113.243,8
|
6,73
|
112.901,2
|
6,56
|
(342,6)
|
(1)
Utang Dalam Negeri
|
80.703,3
|
4,80
|
79.545,9
|
4,62
|
(1.157,4)
|
(2)
Utang Luar Negeri
|
32.540,5
|
1,93
|
33.355,3
|
1,94
|
814,8
|
b.
Subsidi
|
317.218,6
|
18,85
|
358.184,4
|
20,80
|
40.965,8
|
(1)
Subsidi
Energi
|
274.743,0
|
16,32
|
309.895,1
|
18,00
|
35.152,1
|
(a)
BBM, LPG dan BBN
|
193.805,2
|
11,52
|
209.915,4
|
12,19
|
16.110,1
|
(b)
Listrik
|
80.937,8
|
4,81
|
99.979,7
|
5,81
|
19.041,9
|
(2)
Subsidi Non Energi
|
42.475,6
|
2,52
|
48.289,3
|
2,80
|
5.813,8
|
(a)
Pangan
|
17.197,9
|
1,02
|
21.497,4
|
1,25
|
4.299.5
|
(b)
Pupuk
|
16.228,8
|
0,96
|
17.932,7
|
1,04
|
1.703,9
|
(c)
Benih
|
1.454,2
|
0,09
|
1.454,2
|
0,08
|
-
|
(d)
Public Service Obligation
|
1.521,1
|
0,09
|
1.521,1
|
0,09
|
-
|
(e)
Bunga Kredit Program
|
1.248,5
|
0,07
|
1.248,5
|
0,07
|
-
|
(f)
Pajak
|
4.825,1
|
0,29
|
4.635,5
|
0,27
|
(189,6)
|
c.
Belanja Lain-lain
|
19.983,4
|
1,19
|
30.699,4
|
1,78
|
10.715,9
|
II. Transfer ke Daerah
|
528.630,2
|
31,41
|
528.735,3
|
30,70
|
105,0
|
1.
Dana Perimbangan
|
444.798,8
|
26,43
|
444.903,8
|
25,84
|
105,0
|
a.
Dana Bagi Hasil
|
101.962,4
|
6,06
|
102.067,4
|
5,93
|
105,0
|
b.
Dana Alokasi Umum
|
311.139,3
|
18,49
|
311.139,3
|
18,07
|
0,0
|
c.
Dana Alokasi Khusus
|
31.697,1
|
1,88
|
31.697,1
|
1,84
|
0,0
|
2.
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
|
83.831,5
|
4,98
|
83.831,5
|
4,87
|
0,0
|
a.
Dana Otonomi Khusus
|
13.445,6
|
0,80
|
13.445,6
|
0,78
|
0,0
|
b.
Dana Penyesuaian
|
70.385,9
|
4,18
|
70.385,9
|
4,09
|
0,0
|
C. Keseimbangan Primer
|
(40.094,2)
|
(120.803,7)
|
(80.709,6)
|
||
D. Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B)
|
(153.338,0)
|
(233.705,0)
|
(80.367,0)
|
||
% Defisit terhadap PDB
|
(1,65)
|
(2,48)
|
(0,83)
|
||
E. Pembiayaan (I+II)
|
153.338,0
|
233.705,0
|
80.367,0
|
||
I. Pembiayaan Dalam Negeri
|
172.792,1
|
250.574,8
|
77.782,7
|
||
1.
Perbankan Dalam Negeri
|
14.306,6
|
34.556,6
|
20.250,0
|
||
2.
Non Perbankan Dalam Negeri
|
158.485,5
|
216.018,2
|
57.532,7
|
||
II.
Pembiayaan
Luar Negeri (Neto)
|
(19.454,2)
|
(16.869,8)
|
2.584,3
|
||
1. Penarikan
Pinjaman LN (bruto)
|
45.919,1
|
49.039,8
|
3.120,6
|
||
2. Penerusan
Pinjaman (SLA)
|
(6.968,3)
|
(6.699,8)
|
268,5
|
||
3.
Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
|
(58.405,0)
|
(59.209,8)
|
(804,8)
|
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN-P TA 2013
3.
Dalam RAPBN-P TA 2013, belanja
kementerian/lembaga dikurangi sebesar Rp7.161,5 miliar. Langkah Pemerintah untuk
menghemat belanja Kementerian/Lembaga harus dibangun dalam rangka (i) peningkatan efisiensi birokrasi, tetapi perlu dijaga agar alokasi anggaran tidak dirurunkan bagi lembaga K/L yang
perlu mempertahankan prioritas
belanja modal untuk pembangunan infrastruktur di berbagai daerah; (ii) pemertahanan prioritas belanja untuk peningkatan
pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan; dan (iii) pengentasan kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja
dan sumber pendapatan bagi masyarakat yang kurang beruntung. Penghematan belanja kementerian/lembaga tersebut
harus diimbangi dengan langkah untuk mengurangi dampak
perlambatan pertumbuhan ekonomi terhadap kegiatan
perekonomian daerah
dengan melaksanakan kegiatan yang bersifat padat karya.
4.
Porsi belanja modal dalam RAPBN-P TA 2013 ternyata turun dari 10,95% menjadi
10,86% dan masih tetap di bawah 12%. Porsi belanja modal ini relatif kecil dan tidak memadai
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mendorong percepatan pembangunan daerah. Porsi belanja modal, terutama untuk pembangunan infrastruktur
di daerah agar ditingkatkan menjadi 12,86% dengan mengalihkan belanja lain-lain yang tercantum dalam belanja Pemerintah Pusat menjadi belanja modal.
Tabel 3
Belanja Negara APBN TA
2013 dan RAPBN-P TA 2013
Jenis
|
2013
|
2013
|
||||
APBN
|
%
|
RAPBN-P
|
%
|
Usulan DPD RI
|
%
|
|
Belanja
Pemerintah Pusat
|
1.154.380,9
|
68,59
|
1.193.295,2
|
69,30
|
1.185.962,41
|
68,87
|
1.
Belanja Pegawai
|
241.606,3
|
14,36
|
240.192,9
|
13,95
|
240.223,25
|
13,95
|
2.
Belanja Barang
|
200.735,2
|
11,93
|
190.644,7
|
11,07
|
190.628,78
|
11,07
|
3.
Belanja Modal
|
184.363,5
|
10,95
|
187.010,2
|
10,86
|
221.453,12
|
12,86
|
4.
Pembayaran Bunga Utang
|
113.243,8
|
6,73
|
112.901,2
|
6,56
|
99.016,75
|
5,75
|
5.
Subsidi
|
317.218,6
|
18,85
|
358.184,4
|
20,80
|
344.406,10
|
20,00
|
6.
Belanja Hibah
|
3.621,3
|
0,22
|
2.346,5
|
0,14
|
2.410,84
|
0,14
|
7.
Bantuan Sosial
|
73.608,8
|
4,37
|
71.315,9
|
4,14
|
68.881,22
|
4,00
|
8.
Belanja Lain-lain
|
19.983,4
|
1,19
|
30.699,4
|
1,78
|
18.942,34
|
1,10
|
Transfer Ke
Daerah
|
528.630,30
|
31,41
|
528.735,30
|
30,70
|
536.068,09
|
31,13
|
1. Dana Perimbangan
|
444.798,8
|
26,43
|
444.903,8
|
25,84
|
452.205,21
|
26,26
|
2. Dana Otsus
|
83.831,5
|
4,98
|
83.831,5
|
4,87
|
83.862,89
|
4,87
|
Total
|
1.683.011,20
|
100,00
|
1.722.030,50
|
100,00
|
1.722.030,50
|
100,00
|
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN-P TA 2013
5.
Kebijakan
Pemerintah dalam pengalokasian belanja subsidi yang meningkat dari 18,85%
menjadi 20,80%, perlu dipertanyakan. Pola alokasi belanja subsidi perlu
ditinjau kembali dengan memperhatikan langkah-langkah penghematan yang harus
dilakukan oleh Pemerintah, kebutuhan subsidi dan permasalahan setiap daerah,
dan pola penyaluran subsidi langsung kepada masyarakat. DPD RI mengusulkan agar belanja subsdisi
dikurangi menjadi 20,00% dari seluruh belanja negara dan dari kompensasi BBM,
sekurang-kurangnya Rp20 triliun ditambahkan ke dalam dana transfer ke daerah, terutama ke kabupaten/kota yang kemampuan
fiskalnya rendah.
6.
Dengan demikian, kebijakan dana transfer ke daerah dapat dilaksanakan secara konsisten dan terarah
sehingga dapat (i) mengurangi kesenjangan fiskal, (ii) meningkatkan kualitas dan mengurangi kesenjangan
pelayanan publik antardaerah, (iii)
mendukung
kesinambungan fiskal nasional, (iv)
meningkatkan
kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi, (v) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional, (vi) meningkatkan sinkronisasi perencanaan pembangunan
nasional dengan daerah, serta (vii)
mendukung pencapaian
berbaga program pro job, pro growth, pro poor, dan pro
environment.
d.
Pertimbangan DPD RI terhadap Kebijakan
Pemerintah tentang Program Pengurangan Subsdidi BBM Tahun 2013
1.
Penerapan kebijakan perbedaan (diskriminasi) harga
biasanya hanya berlaku bagi pelaku yang menguasai pasar secara penuh
(monopoli). Persyaratan
atau asumsi yang harus dipenuhi dalam penerapan diskriminasi harga adalah pemahaman
terhadap perilaku permintaan konsumen yang ditunjukkan oleh elastisitas
permintaan, tidak adanya pelanggaran penjualan ulang (resale) antarsegmen pasar, dan kemampuan
secara
pasti untuk mengontrol jumlah penawaran dari setiap segmen
pasar.
2.
Dalam hal ini, kebijakan Pemerintah untuk
melakukan
diskriminasi harga BBM, yaitu penerapan harga BBM
subsidi dan nonsubsidi yang berbeda telah
menimbulkan gejolak dan menyebabkan perilaku penimbunan BBM yang terjadi
di berbagai daerah. Kondisi itu menyebabkan harga yang harus dibayar konsumen, baik
rumah tangga maupun industri selalu lebih tinggi daripada
harga yang ditetapkan Pemerintah. Dengan kata lain, diskriminasi
harga yang dilakukan Pemerintah telah gagal. Berbagai daerah sering kali menghadapi kekurangan pasokan BBM dan
kelangkaan BBM sehingga harga sudah melampaui daya beli rakyat. Pada akhirnya
kondisi ini menurunkan daya beli masyarakat dan mengurangi tingkat
kesejahteraan rakyat. Apabila Pemerintah telah melakukan
kebijakan diskriminasi harga, Pemerintah juga harus memenuhi persyaratan dengan
dukungan pengawasan dan pengendalian yang ketat.
3.
Kebijakan harga tunggal merupakan satu solusi
pemecahan masalah subsidi BBM. Harga tunggal pada prinsipnya adalah harga BBM
yang diberlakukan sama untuk setiap segmen, dalam arti bahwa harga yang ditetapkan
pemerintah hanya satu harga untuk satu produk. Penetapan harga tunggal lebih efisien dan dan efektif
dibandingkan dengan diskriminasi harga.
4.
Subsidi mempunyai kaitan langsung
dengan kebutuhan dasar rakyat dengan implikasi yang sangat luas
terhadap seluruh kehidupan rakyat dan kemajuan daerah. Oleh sebab itu, DPD RI
meminta Pemerintah agar secara cermat memperhitungkan kepentingan rakyat sebagai
dasar penentuan kebijakan subsidi.
5.
Pemerintah menyatakan akan
mengalihkan belanja subsidi menjadi belanja lain-lain,
termasuk pemberian kompensasi kepada rakyat. Pemberian Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi terhadap pengurangan subsidi
BBM (kenaikan harga BBM) tidak sepenuhnya menjawab permasalahan yang dihadapi
rakyat. Kebutuhan nyata rakyat di daerah adalah akses pendidikan
dan kesehatan secara mudah dan murah; akses transportasi secara aman,
terjangkau dan nyaman; penciptaan kesempatan kerja secara luas; dan peningkatan
pendapatan dan daya beli secara nyata. Oleh sebab itu, Pemerintah perlu mengutamakan
perubahan kebijakan subsidi untuk peningkatan akses pendidikan
dan kesehatan; perluasan akses transportasi daerah, perluasan lapangan kerja
dan peningkatan daya beli rakyat secara langsung.
6.
Pemerintah perlu benar-benar
memperhatikan daerah yang sangat memerlukan dukungan dalam penyediaan pasokan
pangan dan pengendalian harga pangan serta daerah-daerah yang relatif
tertinggal. Dalam hal ini, Pemerintah perlu menata ulang birokrasi,
termasuk penyiapan langkah pengendalian dan pengawasan (safeguarding) sebelum memberikan tambahan anggaran.
7.
DPD berpendapat harus diambil keputusan mengenai kompensasi pengurangan subsidi BBM. Pemanfaatan kompensasi itu agar memperhatikan hal-hal sebagai
berikut.
a.
Sekurang-kurangnya Rp20 triliun
dialokasikan untuk tambahan dana transfer ke daerah, antara lain, dengan
memperhatikan kabupaten/kota yang mempunyai kapasitas fiskal rendah.
b.
Agar diantisipasi kemungkinan
pemanfaatan BLSM untuk kepentingan politik.
c.
Penyediaan raskin yang layak untuk
kelompok masyarakat secara tepat dan disalurkan dengan cermat dan teliti serta dilakukan
pada waktu yang tepat.
e. Pertimbangan DPD RI tentang Belanja Pemerintah
Menurut Organisasi
1.
Belanja pemerintah secara sektoral perlu memperhatikan
peranan kementerian/lembaga yang bersangkutan terkait dengan upaya pelayanan
publik yang lebih luas dan lebih baik, yang dapat mengentaskan kemiskinan, yang
mampu meningkatkan produktivitas masyarakat, dan yang mengurangi pengangguran
dan meningkatkan lapangan kerja di daerah. Sektor tersebut didukung oleh
alokasi anggaran yang dikembangkan oleh beberapa kementerian/lembaga, antara
lain, pendidikan dan kebudayaan, kesehatan, pekerjaan umum, pertanian, serta kelautan
dan perikanan (petani dan nelayan).
2.
Selama ini rakyat di wilayah Papua, Maluku, Nusa
Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan harus menghadapi tekanan dan beban
pengeluaran yang tinggi sebagai akibat kelangkaan pasokan BBM, kenaikan harga
pangan, dan ekonomi biaya tinggi yang disebabkan oleh terbatasnya prasarana dan
sarana transportasi. Oleh sebab itu, Pemerintah harus secara khusus
memperhatikan upaya pengendalian inflasi yang terjadi di berbagai daerah tersebut
dan memperhitungkan secara cermat dan akurat dampak perlambatan ekonomi
nasional terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat. Setiap kementerian/lembaga
harus mengarahkan program dan kegiatan pembangunan secara terpadu untuk
mengatasi berbagai kelangkaan dan keterbatasan di wilayah tersebut.
3.
DPD RI memandang bahwa belanja kementerian dapat diturunkan, tetapi beberapa kementerian
yang berorientasi pada pelayanan publik harus tetap dipertahankan, seperti
kementerian yang membidangi infrastruktur, pertanian, pendidikan, dan
kesehatan.
4.
Dalam RAPBN-P TA 2013 alokasi belanja infrastruktur turun, DPD RI mengharapkan belanja
infrastruktur dapat dinaikkan alokasinya di daerah-daerah yang terpencil,
terluar, dan perbatasan.
5.
Terhadap respons atas perubahan
ekonomi dunia, diusulkan untuk mengembangkan ekonomi
lokal di daerah yang lebih demokratis dan membangun kedaulatan ekonomi yang
lebih terstruktur.
6.
Sehubungan dengan
kegiatan-kegiatan sektor kementerian yang terkait dengan pembiayaan untuk
kompensasi ini agar diperhatikan kepentingan daerah yang sangat mendesak antara
lain.
Pendidikan dan Kebudayaan
Di sektor pendidikan dan
kebudayaan, perlu perhatian yang lebih besar pada:
a. peningkatan program studi yang mendukung pengembangan potensi daerah sesuai dengan pengembangan industri dan kearifan lokal;
b. penambahan jumlah guru di daerah-daerah terpencil, termasuk daerah kepulauan dan kawasan perbatasan;
c. peningkatan alokasi anggaran untuk guru PAUD;
d. percepatan program pendidikan dasar gratis sehingga terealisasi secara penuh;
e. pengadaan buku paket di sekolah untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar;
f. peninjauan kembali mekanisme penyaluran dana BOS dan dana Bantuan Keluarga
Miskin (BKM);
g. penurunan beban biaya pendidikan tinggi sehingga tidak memberatkan beban
pengeluaran masyarakat, terutama keluarga
miskin;
h. peningkatan anggaran untuk kegiatan penelitian dan pengembangan;
i. revitalisasi perlengkapan praktikum dan laboratorium pada politeknik;
j. peningkatan beasiswa kepada para dosen berprestasi di daerah; dan
k. pencegahan korupsi pelayanan perizinan kegiatan pendidikan seperti
izin program
studi, akreditasi, dan ujian nasional.
Kesehatan
Di sektor kesehatan, aspirasi daerah yang perlu
diperhatikan, antara lain:
a. perluasan
akses terhadap kesehatan, terutama di daerah kepulauan;
b. penyediaan
bantuan peralatan dan obat obatan bagi rumah sakit di daerah-daerah kepulauan,
kawasan perbatasan, dan daerah pemekaran;
c. penambahan
dokter umum dan dokter spesialis di daerah-daerah kepulauan, kawasan perbatasan,
dan daerah pemekaran dengan memperluas kesempatan bagi putra daerah untuk
mengikuti pendidikan kedokteran;
d. penambahan
puskesmas untuk menjangkau daerah-daerah kepulauan, kawasan perbatasan, dan
daerah pemekaran;
e. pembenahan
terhadap puskesmas sebagai pusat layanan kesehatan masyarakat perlu menjadi prioritas
utama di setiap daerah;
f. pembangunan
rumah sakit rujukan di daerah terpencil dan daerah perbatasan;
g. unit
pelaksana teknis (UPT) Kementerian Kesehatan diharapkan menjadi referensi bagi
pemda dalam upaya peningkatan standar pelayanan kesehatan bagi masyarakat;
h. penyediaan
bantuan untuk pengadaan air bersih dan perbaikan sanitasi di daerah-daerah
kepulauan, kawasan perbatasan, dan daerah pemekaran;
i. pelaksanaan
standardisasi tenaga perawat;
j. penyediaan
dan penambahan DAK kesehatan bagi beberapa kabupaten/kota yang belum
mendapatkan alokasi DAK;
k. pendirian
sekolah kesehatan setingkat SMK di daerah terpencil bagi calon tenaga kesehatan
bidan;
l. peningkatan
dan pemberian tambahan insentif bagi tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, dan
perawat;
m. pengawasan
terhadap praktik penyalahgunaan operasi sesar (seksio sesarea);
n. pemerataan
distribusi peralatan kesehatan di daerah yang disesuaikan dengan ketersediaan
tenaga dokter spesialis;
o. peningkatan
alokasi anggaran untuk penanganan HIV/AIDS di daerah rawan;
p. pengoptimalan
posyandu untuk penyuluhan kesehatan;
q. pengawasan
atas pelaksanaan ketentuan UU mengenai kewajiban fasilitas pelayanan kesehatan
bagi pasien dalam keadaan darurat; dan
r. penyampaian
petunjuk teknis DAK kesehatan dari Kementerian Kesehatan kepada daerah harus dilakukan
paling lambat 60 hari sejak penetapan APBN.
Pekerjaan Umum (Infrastruktur)
Dalam hubungan dengan dukungan perkerjaan umum,
permasalahan yang perlu mendapat perhatian, antara lain, adalah:
a. percepatan
penanganan jalan yang rusak akibat abrasi dan longsor melalui balai/satuan kerja
yang ada di daerah;
b. peningkatan
pengawasan oleh Inspektorat Kementerian PU terhadap kualitas jalan dan jembatan
yang dibangun di daerah;
c. peningkatan
pemeliharaan waduk dan sarana irigasi guna peningkatan produksi pangan;
d. pembangunan
jalan untuk membuka isolasi jalur darat bagi daerah di pegunungan;
e. peningkatan
koordinasi kementerian dan pemda setempat dalam penanganan pendangkalan sungai;
f. pemecahan
masalah pembebasan lahan perlu dilakukan secara cermat dan tuntas untuk
mengatasi hambatan pembangunan infrastruktur jalan;
g. peningkatan
penyediaan air bersih dan irigasi serta penanganan banjir melalui pengerukan
waduk, embung-embung, dan sungai yang mengalami pendangkalan (sedimentasi);
h. pemerataan
pembangunan infrastruktur jalan, terutama di daerah perbatasan, pemekaran, dan
kepulauan;
i. peningkatan
alokasi anggaran untuk pemeliharaan dan pelestarian tempat wisata berupa situs
budaya;
j. peningkatan
keterpaduan pembangunan infrastruktur jalan dengan moda transportasi lainnya;
k. sebagai
kompensasi pengurangan subsidi BBM untuk jangka pendek berupa Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM) dan raskin agar benar-benar tepat sasaran;
l. pelaksanaan
Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum (P4
IPU) sebesar Rp 6 triliun diharapkan dapat membantu mengurangi beban biaya
hidup, khususnya masyarakat miskin di perdesaan dan perkotaan; dan
m. dalam
rangka fungsi pengawasan terhadap APBN, diperlukan sharing data dari
Kementerian PU, khususnya dana APBN 2013 setiap provinsi dan kabupaten/kota
sebagai dasar bagi DPD RI dalam pengawasan di daerah.
Pertanian, Kelautan, dan Perikanan
Dalam meningkatkan peran sektor pertanian,
perikanan, dan kelautan perlu perhatian yang lebih besar terhadap hal-hal
sebagai berikut, antara lain:
a. peningkatan
akses petani kepada sarana produksi pertanian, pelindungan petani dari bencana
alam dan perubahan iklim, serta akses pasar yang lebih luas;
b. penambahan
jumlah kapal minimal 40 GT, khususnya di wilayah perikanan, dengan tetap
mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat;
c. peningkatan
status Pelabuhan Perikanan Nusantara yang potensial menjadi Pelabuhan Samudera;
d. optimalisasi
perikanan darat termasuk usaha tambak udang;
e. pemerataan
distribusi bantuan bagi nelayan, termasuk kapal motor;
f. peningkatan
teknologi desalinasi untuk mendukung penyediaan air bersih di daerah pesisir;
g. peningkatan
penyuluhan bagi petani dan nelayan;
h. peningkatan
pengawasan illegal fishing di wilayah
perbatasan laut dengan negara lain yang disertai pemberdayaan pulau-pulau
terluar;
i. peningkatan
jumlah tempat pelelangan ikan dan pasar hasil bumi;
j. pendirian
sekolah kelautan dan penyuluhan pertanian terintegrasi; dan
k. pelestarian
taman nasional laut dan pelindungan daerah aliran sungai.
7.
Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan, DPD
RI meminta Pemerintah untuk menyampaikan
setiap program dan kegiatan kementerian/lembaga
yang dilaksanakan
di setiap provinsi dan kabupaten/kota dalam RAPBN-P TA 2013 sebagai
dasar
pemantauan dan pengawasan DPD RI di daerah.
IV.
PENUTUP
Untuk menghadapi gejolak menurunnya perekonomian akibat
berbagai krisis, Pemerintah perlu memberikan pengakuan kepada upaya penghematan
yang dilakukan masyarakat dan dunia usaha. Upaya pencegahan korupsi di sektor
pajak dan belanja Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, harus
ditingkatkan.
Pemerintah perlu
melakukan mobilisasi dan optimalisasi sumber dana dari perbankan dan
investasi swasta dan sumber dana lainnya untuk mewujudkan tujuan dan
sasaran pembangunan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat,
meningkatkan pemerataan pembangunan, dan mendorong percepatan
pembangunan daerah.
Jakarta, 13 Juni 2013
DEWAN
PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK
INDONESIA
PIMPINAN
|
|
Ketua,
H.
Irman Gusman, S.E., M.B.A.
|
|
Wakil
Ketua,
G.K.R. Hemas
|
Wakil
Ketua,
Dr.
Laode Ida
|