SDF

Ir. SARAH LERY MBOEIK - ANGGOTA DPD RI ASAL NTT - KOMITE 4, PANITIA PERANCANG UNDANG UNDANG(PPUU), PANITIA AKUNTABILITAS PUBLIK DPD RI TIMEX | POS KUPANG | KURSOR | NTT ON LINE | MEDIA INDONESIA | SUARA PEMBARUAN | KOMPAS | KORAN SINDO | BOLA | METRO TV | TV ON LINE | HUMOR
Sarah Lery Mboeik Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
widgeo.net

Selasa, 09 Juli 2013

PERTIMBANGAN TERHADAP PENGAWASAN TINDAKLANJUT TEMUAN BPK RI SEMESTER 2 TA 2012



I.      PENDAHULUAN


Sebagai pelaksanaan dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dan Pasal 224 ayat (1) huruf g UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai salah satu lembaga perwakilan telah menerima Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2012 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Sidang Paripurna DPD RI tanggal 30 April 2013. Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan bahwa lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
        
Sesuai dengan Pasal 240 UU Nomor 27 Tahun 2009 untuk menindaklajuti hasil pemeriksaan BPK tersebut, DPD RI telah melakukan penelaahan terhadap hasil pemeriksaan BPK maupun pembahasan dengan pihak-pihak yang dipandang perlu. DPD RI sebagai salah satu lembaga negara perlu terus berupaya (melalui pelaksanaan fungsi pertimbangan dan pengawasan) untuk melakukan penyempurnaan di bidang tata kelola dan akuntabilitas keuangan negara dan daerah sesuai dengan harapan masyarakat.

Hasil penelaahan dan/atau pembahasan tersebut dijadikan bahan untuk membuat pertimbangan bagi DPR RI dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.

II.    METODE

Dalam rangka menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2012, telah dilakukan penelaahan dan pembahasan atas hasil pemeriksaan semester tersebut oleh Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Provinsi Maluku, Kementerian Keuangan, Kemeterian Dalam Negeri dan BPK Perwakilan. Di samping itu, anggota DPD RI juga menyerap aspirasi masyarakat dan daerah dalam kegiatan di daerah pemilihan masing-masing.

III.  HASIL PEMERIKSAAN BPK SEMESTER II TAHUN 2012

Dalam Semester II Tahun 2012, BPK melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pada 709 objek pemeriksaan, baik pada tingkat pusat maupun daerah.

1.  Pemeriksaan Keuangan

a.  Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)

Pemeriksaan atas LKPP 2012 dilaksanakan dalam Semester I 2013. Walaupun demikian, Laporan Hasil Pemeriksaan LKPP 2012 telah diserahkan secara khusus oleh BPK kepada DPD pada tanggal 13 Juni 2013. Telaah LKPP 2012 ini akan dilakukan DPD secara khusus dalam bentuk Pertimbangan DPD atas RUU Pertanggungjawaban APBN 2012.
 
b.  Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga

Selain LKPP, BPK juga memeriksa laporan keuangan tiap-tiap kementerian negara, lembaga negara, lembaga pemerintah nonkementerian, serta LK BUN. LKKL 2012 sedang diperiksa dan akan dilaporkan BPK dalam Hapsem I tahun 2013 yang akan datang.


c.  Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

Dari 524 LKPD 2011, dalam Semester II 2012 BPK telah memeriksa 94 LKPD, sedangkan pada semester sebelumnya telah diselesaikan 426 LKPD. Dengan demikian, dalam Tahun 2012 BPK telah melaporkan 520 LKPD 2011. Masih terdapat 4 pemerintah daerah yang terlambat menyerahkan LKPD 2011. Sebagai catatan, 2 LKPD Tahun 2010 baru dapat diselesaikan dalam semester II Tahun 2012. LKPD tahun 2012 sedang diperiksa BPK dan hasilnya baru akan dilaporkan kepada DPD dalam Hapsem I 2013 berikut.

Opini BPK atas penyajian LKPD sudah membaik telah meningkat. Hal itu terlihat dari jumlah opini wajar tanpa pengecualian/WTP atas LKPD 2011 atas 67 LKPD (2010:        34 LKPD) yang merupakan peningkatan hampir 100%. Walaupun demikian, 104 LKPD 2011 (2010: 147 LKPD) masih mendapatkan opini tidak wajar atau BPK menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer).

Selain pemeriksaan LKPD, dalam semester II tahun 2012, BPK juga melakukan 9 pemeriksaan laporan keuangan BUMD, yaitu PDAM  yang semuanya memperoleh opini WTP.

Dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan di lingkungan pemerintah daerah ini, BPK menemukan 980 kasus yang telah atau berpotensi menyebabkan kerugian daerah sebesar Rp 817,9M.

2.  Pemeriksaan Kinerja

Dalam Semester II Tahun 2012, BPK telah melakukan pemeriksaan kinerja atas 154 objek pemeriksaan, terdiri atas 80 objek pemeriksaan di lingkungan pemerintah pusat (termasuk BUMN) dan 74 objek pemeriksaan di lingkungan pemerintah daerah (termasuk BUMD). Pemeriksaan kinerja di lingkungan pemerintah daerah terutama dalam sektor kesehatan, baik pelayanan di RSUD maupun program jamkesmas dan jamkesda dan sektor pendidikan.

Hasil pemeriksaan kinerja terhadap 66 rumah sakit di 26 provinsi mengungkapkan bahwa pelayanan kesehatan rumah sakit pada umumnya belum efektif dan masih ditemukan kelemahan-kelemahan yang mempengaruhi efektivitas pelayanan kesehatan rumah sakit. Namun, BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan pelayanan obat pada instalasi farmasi RSUD Embung Fatimah Kota Batam Tahun 2011 dan Semester I Tahun 2012 telah efektif.

Hasil pemeriksaan atas program jamkesmas/jamkesda memperlihatkan kelemahan seperti:
(a)    belum adanya basis data peserta dan masyarakat miskin yang akurat dan masih terdapat masyarakat miskin belum memperoleh pelayanan kesehatan gratis;
(b)   penyaluran, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana belum sesuai dengan pedoman pelaksanaan; dan
(c)    reviu kinerja pengelolaan program tidak dilakukan.
Dalam pemeriksaan kinerja sektor pendidikan di pemerintah daerah, BPK melaporkan bahwa:
(a)    basis data tenaga kependidikan kurang memadai dan belum dimutakhirkan secara periodik;
(b)   kualifikasi tenaga pendidik belum memenuhi standar, di bawah kualifikasi akademik yang ditetapkan, dan jumlah tenaga pendidik yang memiliki syarat kelulusan administratif ujian sertifikasi masih sedikit;
(c)    sarana prasarana pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama belum memadai, masih terdapat sekolah yang kekurangan ruang kelas dan buku pegangan, serta belum memiliki perpustakaan dan ruang laboratorium; dan
(d)    pengadaan alat laboratorium dan ruang kelas karena ruang laboratorium masih dalam proses pengerjaan dan para guru belum sepenuhnya memiliki keterampilan menggunakan alat laboratorium.

3.    Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT)

Dalam Semester II Tahun 2012, BPK telah melakukan PDTT atas 450 objek pemeriksaan. Entitas tersebut terdiri atas 148 objek pemeriksaan pada lingkungan pemerintah pusat (termasuk BUMN, BLU, dan badan lainnya), 302 objek pemeriksaan pada lingkungan pemerintah daerah (termasuk BUMD).

PDTT pada lingkungan pemerintah daerah dilakukan di antaranya atas pengelolaan pendapatan; pelaksanaan belanja; manajemen aset; pengelolaan dan pertanggungjawaban Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda); operasional BPR/BPD, PDAM, RSUD, dan BUMD lainnya. BPK melaporkan temuan yang telah/berpotensi merugikan keuangan daerah sebanyak 2.068 kasus senilai Rp 892,4 miliar.  Kasus-kasus tersebut antara lain berupa kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang (450 kasus senilai Rp136,00 miliar); kekurangan penerimaan yang berasal dari denda keterlambatan pekerjaan (309 kasus senilai Rp45,47 miliar); serta ketidaksesuaian pekerjaan dengan kontrak tetapi pembayaran pekerjaan belum dilakukan sebagian atau seluruhnya (278 kasus senilai Rp126,87 miliar).

Dari PDTT di BUMD, terdapat 174 kasus merupakan temuan yang berdampak terjadi atau berpotensi terjadi kerugian daerah senilai Rp794,33 miliar. Kasus-kasus yang sering terjadi, antara lain, berupa kekurangan penerimaan yang belum ditetapkan atau belum dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah (45 kasus senilai Rp155,57 miliar) dan piutang/pinjaman atau dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih (38 kasus senilai Rp461,71 miliar).

4.    Pemantauan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Mengandung Unsur Pidana yang Disampaikan Kepada Instansi yang Berwenang (Aparat Penegak Hukum)

Sejak akhir tahun 2003 s.d. semester II tahun 2012 BPK telah menyampaikan temuan dugaan tindak pidana sebanyak 332 temuan senilai Rp34.353,58 miliar. Dari 332 temuan tersebut, BPK telah menyampaikan kepada aparat penegak hukum, yaitu Kepolisian Negara RI, Kejaksaan RI, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebanyak 146 temuan atau 44% belum ditindaklanjuti atau belum diketahui informasi tindak lanjutnya dari instansi yang berwenang.
  
IV.   HASIL PENGAWASAN DPD RI

Hasil telaahan atas hasil pemeriksaan BPK Semester II tahun 2012 dan dari hasil kunjungan kerja, baik yang dilakukan oleh setiap anggota DPD maupun dari Fokus Grup Diskusi tersebut memperlihatkan hal-hal sebagai berikut.
1.     Masih besar jumlah LKPD 2011 yang mendapat opini tidak wajar ataupun disclaimer, yaitu 104 LKPD, yang disebabkan oleh masalah-masalah di antaranya adalah pengelolaan aset, kekurangan kas, penyelesaian temuan-temuan tahun sebelumnya, perbedaan pencatatan antara PPKD, SKPD dan BUMD, ataupun penerapan standar akuntansi pemerintahan.
2.     Belum ada suatu arahan yang tersinkronisasi dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan, mengenai pengelolaan aset daerah. Sebagai contoh, terdapat berbagai aplikasi pengelolaan aset daerah yang ditawarkan, baik dari berbagai instansi pemerintah pusat maupun dari pihak swasta. Pembinaan pengelolaan keuangan pada pemerintah pusat perlu menjadi contoh. Kementerian Keuangan memberikan arahan dan bimbingan yang terus menerus, baik dalam bentuk petunjuk, perangkat lunak (software) aplikasi akuntansi dan pengelolaan aset yang terkendali secara cuma-cuma, maupun rekonsiliasi bulanan laporan keuangan kementerian/lembaga.
3.     Belum ada tindakan komprehensif yang tersinkronisasi pada tingkat pemerintah pusat untuk membenahi SDM pengelola keuangan daerah, dalam hal perekrutan, pelatihan dan pendidikan, serta jalur karier.
4.     Terdapat perbedaan penerapan standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) oleh BPK, suatu temuan dapat menyebabkan opini tidak wajar atau disclaimer pada suatu LKPD, tetapi pada LKPD lain tidak berpengaruh sehingga LKPD memperoleh opini WTP atau WDP.
5.     Laporan Keuangan BPK, sebagai salah satu kementerian/lembaga pelaksana APBN, sejak tahun 2008 tidak termasuk dalam laporan keuangan kementerian/lembaga yang diserahkan kepada DPD setiap semester. Menurut UU Nomor 15 Tahun 2006, laporan keuangan BPK diperiksa oleh akuntan publik dan diserahkan kepada DPR dengan salinan kepada pemerintah untuk penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat. Undang-undang tersebut juga menyatakan bahwa dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. Dengan demikian, transparansi pengelolaan keuangan negara dapat ditegakkan secara menyeluruh.

V.     PERTIMBANGAN DPD RI

Atas hasil pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2012, DPD RI memberikan pertimbangan sebagai berikut.
1.     Peningkatan Kualitas Penyajian Laporan Keuangan
1.1.   Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan BPKP secara bersama sama dan secara tersinkronisasi membina pemerintah daerah dalam memperbaiki pengelolaan keuangan daerah, termasuk perbaikan sistem pengendalian intern  sehingga LKPD dapat diterbitkan tepat waktu dan memperoleh opini wajar tanpa pengecualian. Pembinaan ini termasuk penyediaan petunjuk dan perangkat lunak (software) akuntansi keuangan daerah secara gratis dan pendidikan/pelatihan dan konseling.
1.2.   Perlu ada titik temu mengenai penyelesaian temuan periode-periode sebelumnya, seperti tunjangan komunikasi intensif pada DPRD agar tidak membebani LKPD periode berjalan dan periode berikutnya dengan tanpa mengabaikan aspek penegakan hukum atas temuan periode lalu itu.
1.3.   BPK Pusat perlu menerapkan pengendalian mutu yang lebih ketat dalam pemberian opini atas LKPD oleh BPK Perwakilan sehingga kredibilitas opini BPK atas LKPD tetap terjaga.
1.4.   Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan BPKP perlu duduk bersama untuk merumuskan rencana aksi (action program) perbaikan penyajian LKPD untuk mencapai opini WTP atau WDP pada 104 daerah yang LKPD 2011-nya masih mendapat opini tidak wajar dan disclaimer.
2.     Sumber Daya Manusia Pengelola Keuangan Daerah
2.1.    Pemerintah Pusat dan daerah perlu melakukan terobosan strategis untuk mengatasi kekurangan tenaga akuntansi pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu memberdayakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan dan perguruan tinggi negeri setempat untuk mendidik tenaga D3 akuntansi yang diperlukan. Selain itu, moratorium penerimaan PNSD tenaga akuntansi pengelola keuangan daerah perlu dihentikan.
2.2.    Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa penempatan dan pembinaan karier tenaga pengelola keuangan daerah didasarkan pada kompetensi dan jalur karier yang jelas.
3.     Penertiban Pengelolaan Aset

Sama seperti tahun sebelumnya, hal utama yang menyebabkan banyak laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2011 belum mendapat opini wajar tanpa pengecualian adalah yang berkenaan dengan aset. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk:

3.1.    mempertegas komitmen kepala daerah agar membenahi inventarisasi dan penilaian aset daerah dan terus melakukan inventarisasi aset-aset tetap, termasuk penyertifikasian tanah milik pemerintah daerah melalui kerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan aset-aset lainnya dengan akurat dan dipastikan keberadaannya agar neraca yang disajikan dalam laporan keuangan mencerminkan keadaan yang sebenarnya;

3.2.    meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui Kementerian Dalam Negeri dan koordinasi antarpemerintah daerah pemekaran sehingga aset yang telah diadakan melalui fungsi tugas pembantuan dan dekonsentrasi serta akibat pemekaran wilayah dapat dicatat dan dikelola dengan baik; dan

3.3.    mendesak Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri agar memberikan bantuan yang diperlukan kepada pemerintah daerah dalam hal penilaian aset, termasuk menyediakan secara gratis perangkat lunak yang diperlukan untuk mengelola aset pada SKPD.
4.     Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Inspektorat daerah berperan penting dalam memperbaiki pengendalian intern di pemerintah daerah. Dengan demikian, independensi inspektur daerah sebagai pimpinannya tetap perlu dijaga dan ditingkatkan dengan mencontoh praktik baik yang dilakukan di perseroan terbatas maupun perbankan, kedudukan inspektur daerah sebagai auditor intern perlu diperkuat dengan mengharuskan pengangkatan dan pergantian inspektur daerah yang dilakukan dengan persetujuan DPRD. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan peraturan terkait lainnya perlu ditinjau kembali untuk mewujudkan praktik yang baik ini.
5.     Pemeriksaan Sektor Kesehatan dan Pendidikan
5.1.      Kementerian Kesehatan tetap memberikan bimbingan yang diperlukan bagi pemerintah daerah dalam menjalankan program pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, seperti jamkesmasda sehingga tujuan program tercapai secara akuntabel. Bimbingan kepada pemerintah daerah dalam mengelola RSUD tetap diteruskan dan ditingkatkan
5.2.      DPD mengapresiasi pelaksanaan audit kinerja oleh BPK dan meminta  BPK untuk tetap meneruskan dan memperluas pemeriksaan kinerja sektor kesehatan dan pendidikan untuk meningkatkan angka indeks pembangunan manusia (IPM).
6.     Pemeriksaan atas PDAM dan BUMD lainnya.
BPK tetap melandaskan pemeriksaannya atas objek pemeriksaan yang dimandatkan oleh peraturan perundang-undangan. BUMD merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Sampai dengan adanya Undang-Undang tentang BUMD, pemeriksaan atas laporan keuangan PDAM dan BUMD lainnya agar tetap dilaksanakan oleh Akuntan Publik atau BPKP, sedangkan BPK tetap melaksanakan pemeriksaan kinerja ataupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu pada BUMD-BUMD tersebut sesuai dengan skala prioritas dan ketersediaan sumber daya pemeriksaan di BPK.
7.     Laporan Keuangan BPK
7.1.    Untuk mencapai tranparansi pengelolaan keuangan negara, BPK diharuskan mengirimkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik bersama laporan keuangan kementerian/lembaga lainnya.
7.2.    Laporan keuangan BPK periode sebelumnya, sejak 2008 yang belum dipublikasikan dan disampaikan ke DPD, dapat disampaikan dalam penyerahan hapsem berikutnya.
8.     Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK
8.1.    Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu segera menindaklanjuti rekomendasi BPK yang berkaitan dengan hasil pemeriksaannya dan menerapkan sanksi bagi pejabat yang lalai dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK sehingga menyebabkan temuan yang berulang.

8.2.    Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, DPR/DPD/DPRD bersama BPK terus secara aktif memantau proses hukum oleh aparat penegak hukum terhadap temuan-temuan BPK yang berindikasikan pada tindak pidana korupsi ataupun tuntutan ganti rugi, khususnya temuan yang sudah lama dilaporkan.


VI.   PENUTUP

Demikian pertimbangan DPD RI ini dibuat dan disampaikan kepada DPR RI sesuai dengan amanat konstitusi agar menjadi bahan pertimbangan bagi DPR RI dalam melakukan penyusunan dan pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

                                                                           
Jakarta, 8 Juli 2013