Siaran Pers Bersama
Pemerintah Harus Serius
Membela Wilfrida Soik dari Ancaman Hukuman Mati Di Malaysia!!!!
Masalah ancaman hukuman mati
terhadap buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri hingga hari ini
masih merupakan masalah krusial yang yang belum diselesaikan secara sistematik
dalam mekanisme perlindungan buruh migran Indonesia, padahal sejak 12 April
2012 pemerintah Indonesia telah meratifikasi International Convention on The Rights of All Migrant Workers and Their
Families. Hal ini sebenarnya merupakan kemajuan bagi komitmen perlindungan
untuk buruh migran.
Wilfrida Soik, PRT migran asal Kolon Ulun, Ratu
Fika, Raimanuk, Belu NTT, saat ini tengah menghadapi ancaman hukuman mati atas
tuduhan pembunuhan terhadap majikannya, Yeap Seok Pen (60 tahun). Pada 7
Desember 2010, Wilfrida ditangkap polisi Daerah Pasir Mas di sekitar kampung
Chabang Empat, Tok Uban, Kelantan. Ia
dituduh melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap majikan yang dijaganya,
seorang perempuan tua Yeap Seok Pen (60). Wilfrida terancam hukuman mati atas
dakwaan pembunuhan dan melanggar pasal 302 Penal Code (Kanun Keseksaan)
Malaysia dengan hukuman maksimal hukuman mati.
Wilfrida
diberangkatkan ke Malaysia pada 23 Oktober 2010 melalui jalur Jakarta -
Batam - Johor Bahru. Dari Johor Bahru, Wilfrida Soik dibawa langsung ke Kota
Bharu, Kelantan. Pada saat diberangkatkan umur Wilfrida baru 17 tahun. Namun
pihak yang meberangkatkan memalsukan umur Wilfirda menjadi 21 tahun. Dalam
paspor, tanggal lahir Wilfrida 8 Juni 1989, padahal berdarakan surat baptis
yang dikeluarkan gereja katolik Paroki Roh Kudus Kolo Ulun, Fatu Rika,
Kecamatan Raimanuk, Belu, menyebutkan Wilfrida dilahirkan 12 Oktober
1993.
Pada 7 Desember 2010,
Wilfrida Soik membela diri dengan melawan dan mendorong majikannya (Yeap Seok
Pen) hingga jatuh dan berakhir dengan kematian majikannya tersebut. Selama
bekerja, Wilfrida sering menerima amarah dan pukulan.
Saat ini, Wilfrida
Soik ditahan di Penjara Pengkalan Chepa, Kota Bharu, Kelantan. Dan telah
menjalani beberapa kali persidangan di Mahkamah Tinggi Kota Bahru. Sidang
pertama dilakukan pada tanggal 20 Februari 2011. Beberapa sidang yang telah
dijalani: 24-27 Maret 2013, 24 Juni 2013, 5 Agustus 2013 dan 26 Agustus 2013.
KBRI Kuala Lumpur telah menunjuk pengacara dari kantor pengacara Raftfizi &
Rao untuk membela Wilfrida.
Berdasarkan jaminan
konstitusi dan berbagai aturan hukum nasional lainnya yang menjamin hak atas
hidup setiap orang, maka pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk membela
dan membebaskan Wilfrida dari ancaman hukuman mati. Beberapa aturan hukum
tersebut adalah:
1.
Pasal 28 UUD 1945: Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
2.
Pasal 6 UU Nomor 5 tahun 2012 tentang pengesahan
kovenan internasional tentang hak sipil dan politik : Setiap manusia berhak
atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh
hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara
sewenang-wenang
3.
Pasal 9 Konvensi internasional tentang
perlindungan seluruh hak-hak buruh
migran dan anggota keluarganya (UU nomor 6 tahun 2012 tentang pengesahan
konvensi buruh migran) : Hak atas
hidup dari buruh migran dan anggota keluarganya harus dilindungi oleh hukum.
4.
Pasal 9
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Setiap
orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
5. Pasal 4 UU No. 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak, Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
6. Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 1999 tentang
ratifikasi konvensi ILO No. 138 tentang usia minimum untuk bekerja
7.
Pasal 19
UU Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri “ Negara wajib
memberikan perlindungan kepada setiap warga Negara Indonesia yang ada di luar
negeri
Berdasarkan
landasan tersebut, kami mendesak pemerintah Indonesia Malaysia dan untuk:
1. Pemerintah
Indonesia harus lebih serius melakukan upaya pembelaan hukum terhadap Wilfrida
Soik yang pada saat peristiwa yang disangkakan terjadi masih di bawah umur
2. Pemerintah
daerah Belu dan NTT harus lebih pro aktif melakukan upaya-upaya pembelaan baik
melaui pemantauan terhadap sidang-sidang yang berlangsung, support keluarga
Wilfrida untuk ke Malaysia maupun melanjutkan proses hukum terhadap pihak-pihak
yang terlibat pemberangkatan Wilfrida ke Malaysia yang diduga kuat menjadi
korban trafficking
3. Mendesak
Mahkamah Tinggi Kota Bahru Malaysia untuk membebaskan Wilfrida Soik dari
hukuman mati
4. Menyerukan
kepada pemerintah Malaysia dan Indonesia (dimana keduanya merupakan anggota UN
Human Rights Council) untuk menghentikan praktek pemidaan dengan metode hukuman
mati karena merupakan pelanggaran HAM. Praktek hukuman mati sudah banyak
ditinggalkan oleh Negara-negara di muka bumi.
PBB juga menegaskan urgensi penghapusan hukuman mati seperti yang
tertuang dalam Second Optional Protocol to the UN International Covenant on
Civil and Political Rights.
Jakarta, 28 Agustus 2013
1. Eva
Kusuma Sundari (anggota DPR RI)
2. Sarah
Lerry Mboik (anggota DPD RI)
3. Anis
Hidayah (Migrant CARE)
4. Wahyu
Susilo (Migrant CARE)
5. Alex
Ong (Migrant CARE Malaysia)
6. Magdalena
Tiwu (anggota DPRD Belu NTT)
7. Mulyadi
(SARI)