SDF

Ir. SARAH LERY MBOEIK - ANGGOTA DPD RI ASAL NTT - KOMITE 4, PANITIA PERANCANG UNDANG UNDANG(PPUU), PANITIA AKUNTABILITAS PUBLIK DPD RI TIMEX | POS KUPANG | KURSOR | NTT ON LINE | MEDIA INDONESIA | SUARA PEMBARUAN | KOMPAS | KORAN SINDO | BOLA | METRO TV | TV ON LINE | HUMOR
Sarah Lery Mboeik Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
widgeo.net

Jumat, 16 Maret 2012

PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2011






KEPUTUSAN   
                      DEWAN PERWAKILAN DAERAH  REPUBLIK INDONESIA                                            NOMOR 31/DPD RI/III/2011—2012
TENTANG
PERTIMBANGAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2011
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang       :        a.     bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
                          b. bahwa Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara;
 c. bahwa pertimbangan atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara disampaikan secara tertulis oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selambat-lambatnya sebelum memasuki pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah;
 d. bahwa asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 perlu disesuaikan dengan perkembangan perekonomian dunia;
 e. bahwa sehubungan dengan bahan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melalui Komite IV sesuai dengan lingkup tugasnya telah membahas dan merumuskan Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia secara tertulis terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 sebagai bahan pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah;     
 f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012;
Mengingat        :    1. Pasal 22D Ayat (2) dan Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5254);
4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 01/DPD RI/I/2009–2010 tentang Tata Tertib sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 01/DPD RI/I/2009—2010 tentang Tata Tertib;
5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun 2007—2009;

Memperhatikan :    Surat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia                    Nomor: LG.02.02/02305/DPR RI/III/2012 tanggal 7 Maret 2012 tentang Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012;
Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-11,
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Masa Sidang III Tahun Sidang 2011—2012
Tanggal 15 Maret 2012


MEMUTUSKAN:
Menetapkan     :    KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2012.
PERTAMA         :    Setelah melakukan pengkajian, mempelajari dan membaca aspirasi dan kondisi masyarakat, serta berbagai kesulitan masyarakat akibat rencana kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia meminta Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk membatalkan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak.
KEDUA            :    Dalam hal Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tetap memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak, maka Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia memberikan pertimbangan sebagaimana terlampir.
KETIGA           :    Pertimbangan tertulis Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah.
KEEMPAT         :    Isi dan rincian pertimbangan tertulis Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada diktum PERTAMA dimuat dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini.
KELIMA           :    Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

     


Ditetapkan di Jakarta        
pada tanggal 15 Maret 2012

DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
PIMPINAN
Ketua,





H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A.
Wakil Ketua,






G.K.R. HEMAS
Wakil Ketua,









LAODE IDA


 
I.    Pendahuluan
  1. Pemerintah mengajukan Rancangan APBN Perubahan Tahun 2012 didasari pada beberapa pertimbangan, antara lain, untuk mengantisipasi perubahan perekonomian dunia (harga minyak dunia dan krisis ekonomi di Eropa dan USA), untuk mengantisipasi perubahan perekonomian nasional (harga BBM, tingkat inflasi, dan perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional), serta untuk menjaga kesinambungan pembangunan yang harus tetap mengutamakan kepentingan rakyat dan kedaulatan negara.
  2. Perlu diingat kembali apa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan bahwa anggaran negara menjadi instrumen untuk mencapai tujuan nasional, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Amanat konstitusi juga menegaskan perlunya percepatan pembangunan di daerah untuk mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata di seluruh daerah. Dengan politik anggaran seperti itu, anggaran negara dan juga perubahan terhadap Rancangan APBN 2012 menjadi instrumen atau alat untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional.
  3. Perkembangan pelaksanaan APBN Tahun 2012 sampai dengan saat ini diperkirakan akan menghadapi tekanan berat sebagai akibat kenaikan harga minyak di pasar internasional dan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara Eropa dan belum pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Tekanan tersebut akan berdampak pada penurunan permintaan ekspor Indonesia. Selain itu, kenaikan harga minyak di pasar internasional dan penurunan permintaan ekspor negara-negara Eropa akan menurunkan permintaan ekspor dari Cina dan negara Asia lainnya. Dampak tersebut akan berlanjut ke Indonesia dalam bentuk penurunan permintaan ekspor bahan baku ke Cina dan negara-negara Asia lainnya.
  4. Dampak kenaikan harga minyak dan melambatnya perekonomian dunia harus diantisipasi dengan cermat dan hati-hati, terutama mencegah melambatnya perekonomian nasional, meningkatnya pengangguran, meningkatnya biaya produksi, melambungnya harga kebutuhan pokok rakyat, serta meningkatnya angka kemiskinan. Sebagai gambaran telah muncul berbagai reaksi masyarakat atas rencana rancangan kebijakan kenaikan harga BBM. Hal ini menjadi perhatian yang dalam bagi DPD RI.  
  5. Selain perkiraan dampak negatif kenaikan harga minyak di pasar internasional dan melambatnya perekonomian dunia, DPD RI juga menemukan dan mencatat berbagai masalah yang masih dihadapi oleh rakyat, antara lain (1) meningkatnya harga pangan; (2) terbatasnya peluang rakyat miskin untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dan melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi; (3) sulitnya rakyat di beberapa daerah dalam mengakses layanan kesehatan; (4) meningkatnya ekonomi biaya tinggi sebagai akibat meluasnya kerusakan infrastruktur dan terbatasnya kapasitas infrastruktur; dan (5) terhambatnya kegiatan ekonomi masyarakat sebagai akibat terbatasnya pasokan bahan bakar minyak dan terbatasnya pasokan energi. Berbagai permasalahan tersebut harus dapat diatasi oleh Pemerintah secara tuntas melalui berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang tertuang dalam APBN 2012 dan RAPBN Perubahan Tahun 2012.
  6. APBN merupakan instrumen atau alat stimulus fiskal yang harus digunakan secara cermat, tepat, dan efektif. Dalam kondisi perekonomian global yang diperkirakan akan mengalami kelesuan dan perlambatan, DPD RI berpendapat bahwa belanja negara harus bersifat produktif dan ekspansif untuk mencegah krisis (anti krisis) dan sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi daerah. 
  7. DPD RI memandang penting RAPBN-P Tahun 2012 sebagai bagian tak terpisahkan dari pencapaian tujuan dan sasaran RPJMN Tahun 2010—2014. DPD RI mempunyai mandat untuk ikut mengawasi penyusunan dan pelaksanaan RAPBN-P Tahun 2012. Oleh sebab itu DPD RI meminta kepada Pemerintah agar dapat memberikan informasi setiap program dan kegiatan Kementerian/Lembaga yang dilaksanakan di setiap provinsi dan kabupaten/kota.

II.  Pertimbangan DPD RI tentang Kerangka Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal Tahun 2012
  1. RAPBN-P 2012 berbeda dari APBN 2012 dalam asumsi ekonomi makro yang digunakan. Perubahan komponen ekonomi makro yang terlihat dalam Tabel 1 adalah                  (1) pertumbuhan ekonomi yang lebih kecil dari tingkat inflasi; (2) nilai tukar rupiah yang turun; (3) rata-rata harga minyak naik; dan (4) lifting minyak turun. Asumsi makro ekonomi tersebut menunjukkan keadaan perekonomian nasional yang cenderung menurun dan kesejahteraan masyarakat miskin semakin menurun. 

Tabel 1                                                                                                                Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012
Uraian
APBN 2012
RAPBN-P 2012
1.  Pertumbuhan Ekonomi (%) per tahun
6,7
6,5
2.  Inflasi (%) per tahun
5,3
7,0
3.  Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan (%)
6,0
5,0
4.  Nilai tukar (RP/USD1)
8.800,0
9.000,0
5.  Harga minyak (USD per barrel)
90,0
105,0
6.  Lifting minyak (ribu barrel per hari)
950,0
930,0
  Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

  1. Setiap perubahan asumsi ekonomi makro yang diikuti dengan perubahan struktur pendapatan dan belanja negara akan berdampak langsung pada perekonomian provinsi dan kabupaten/kota. Dampak yang dirasakan oleh setiap daerah akan berbeda sesuai dengan struktur ekonomi, daya tahan, dan kapasitas fiskal. RAPBN-P Tahun 2012 harus memberikan keberpihakan yang jelas dan tegas kepada daerah-daerah yang relatif tertinggal dan rentan terhadap gejolak perekonomian nasional. Oleh sebab itu, DPD RI berpendapat bahwa penurunan asumsi pertumbuhan ekonomi harus diimbangi dengan upaya penajaman kebijakan dan program pembangunan untuk menjaga momentum percepatan pertumbuhan ekonomi dan menjamin percepatan pembangunan bagi daerah-daerah yang tertinggal.
  2. Kebijakan fiskal harus dapat membatasi dampak penurunan perekonomian nasional dan daerah. Rakyat yang tinggal di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan sudah lama harus menghadapi tekanan dan beban pengeluaran yang tinggi sebagai akibat kelangkaan pasokan BBM, kenaikan harga pangan, dan ekonomi biaya tinggi yang disebabkan oleh keterbatasan prasarana dan sarana transportasi. Oleh sebab itu, Pemerintah harus secara khusus memperhatikan upaya pengendalian inflasi yang terjadi di berbagai daerah tersebut dan memperhitungkan secara cermat dan akurat dampak perlambatan ekonomi nasional terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat. Setiap kementerian/lembaga harus mengarahkan program dan kegiatan pembangunan secara terpadu untuk mengatasi berbagai kelangkaan dan keterbatasan di wilayah tersebut.
  3. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kebijakan fiskal, pemerintah harus terus menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran agar tidak terjadi defisit yang berlebihan. Pendapatan perlu ditingkatkan melalui berbagai upaya peningkatan pajak dan pengeluaran perlu dihemat melalui pengurangan belanja K/L yang tidak efektif, melalui penurunan belanja subsidi, terutama subsidi BBM, serta melalui upaya penghematan dan pengendalian kebocoran anggaran.   

III.  Pertimbangan DPD RI tentang Pokok-Pokok Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2012
A.   Pertimbangan DPD RI terhadap Pendapatan dan Hibah Tahun 2012
1.    Dalam menyusun RAPBN-P Tahun 2012, Pemerintah mengajukan perubahan terhadap pendapatan dan hibah negara naik. Dari Rp1.311.386,7 miliar menjadi Rp1.344.476,8 miliar yang terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp1.011.737,9 miliar dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp331.913,8 miliar, serta hibah tetap sebesar Rp825,1 miliar (lihat Tabel 2).
2.    Dengan usulan perubahan tersebut, sumbangan penerimaan perpajakan terhadap penerimaan dalam negeri turun dari 78,74% menjadi 75,25%. DPD RI tidak sepakat dengan usulan Pemerintah untuk menurunkan target penerimaan perpajakan. DPD RI berpendapat bahwa Pemerintah harus tetap mempertahankan penerimaan perpajakan sesuai dengan APBN 2012. Pendapat tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa Pemerintah belum secara sungguh-sungguh dan tuntas melakukan reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan perpajakan. Selain itu, Pemerintah juga belum mengatasi masalah mafia pajak secara tegas, konsisten, lugas, dan tanpa pandang bulu, baik kepada aparat pemerintah yang melakukan penyimpangan maupun kepada perusahaan yang melakukan kecurangan pembayaran pajak. Dengan melakukan reformasi perpajakan secara total dan menghapuskan mafia pajak secara tuntas, DPD RI berpendapat bahwa penerimaan perpajakan masih dapat dicapai sesuai dengan APBN 2012.
3.    Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang menurun tampaknya disebabkan oleh kenaikan harga BBM. Agak sukar dipahami adanya kenaikan PNBP di luar akibat harga BBM karena ekonomi nasional menunjukkan penurunan pertumbuhannya. Penerimaan negara bukan pajak di berbagai kementerian/lembaga perlu dikelola lebih baik sehingga penerimaan negara bukan pajak dapat ditingkatkan lagi untuk memperkuat sumber-sumber penerimaan negara.

B.   Pertimbangan DPD RI terhadap Belanja Negara Tahun 2012
4.    Dalam penyusunan RAPBN-P Tahun 2012, Pemerintah menyampaikan pokok-pokok perubahan kebijakan fiskal tahun 2012, antara lain (1) peningkatan defisit anggaran dari 1,53% terhadap PDB dalam APBN Tahun 2012 menjadi 2,23% terhadap PDB; (2) penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM premium dan diesel) dan tarif tenaga listrik (TTL); (3) rencana pelaksanaan program kompensasi pengurangan subsidi BBM seperti pelaksanaan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), subsidi transportasi umum, serta biaya pembatasan dan diversifikasi BBM ke bahan bakar gas (BBG); (4) rencana penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) untuk mendanai program-program infrastruktur konektivitas Indonesia bagian timur, pengembangan infrastruktur pendukung keterkaitan domestik (domestic connectivity) dan koridor ekonomi, ketahanan pangan, mitigasi bencana, klaster 4, pemenuhan kebutuhan mendesak lainnya, dan biaya konversi energi; serta (5) prorgam dan kegiatan prioritas lainnya yang belum tertampung dalam APBN Tahun 2012 dan rencana pemotongan belanja untuk mengendalikan defisit APBN tanpa harus mengganggu pencapaian keluaran (output) dan hasil (outcome).
5.    Hasil penghematan belanja negara dari belanja K/L dan pengurangan subsidi BBM dialokasikan untuk meningkatkan kompensasi pengurangan subsidi BBM dan dana transfer ke daerah, terutama untuk DAU dan DAK agar ekonomi lokal dapat berkembang dan memberikan lapangan kerja dan pendapatan untuk masyarakat miskin di daerah. Penambahan dana untuk DAK digunakan untuk membangun infrastruktur ekonomi di daerah perdesaan dan BLT yang dikembangkan untuk membangun kebanggaan sebagai warga negara yang berdaulat. Pemberian BLT yang menimbulkan ketergantungan yang berkelanjutan dan menimbulkan pertentangan antar penduduk miskin di daerah perlu dihindari.



Tabel 2
Ringkasan APBN 2012 dan RAPBN-P 2012 (Rp Miliar)

Uraian
APBN 2012
(%)
RAPBN-P 2012
(%)
Selisih
A.   Pendapatan Negara dan Hibah
1.311.386,7
100,00
1.344.476,8
100,00
33.090,1
I.   Penerimaan Dalam Negeri
1310.561,6
99,94
1.343.651,7
99,94
33.090,1
1.   Penerimaan Perpajakan
1.032.570,2
78,74
1.011.737,9
75,25
(20.832,3)
2.   Penerimaan Negara Bukan Pajak
277.991,4
21,20
331.913,8
24,69
53.924,4
II.           Penerimaan Hibah
825,1
0,06
825,1
0,06
0,0






B.   Belanja Negara
1.435.406,7
100,00
1.534.582,1
100,00
99.175,4
I.   Belanja Pemerintah Pusat
964.997,3
67,23
1.058.318,4
68,96
93.321,2
1.   Belanja Kementerian/Lembaga
508.359,6
35,42
535.087,6
34,87
26.728,0
2.   Belanja Non-Kementerian/Non-Lembaga
456.637,7
31,81
523.230,8
34,10
66.593,1
a.   Pembayaran Bunga Utang
122.217,6
8,51
117.785,4
7,68
(4.432,2)
b.   Subsidi
208.850,2
14,55
273.155,6
17,80
64.305,4
(1)  Subsidi Energi
168.559,9
11,74
230.432,5
15,02
61.872,6
(a) BBM, LPG, dan BBN
123.599,7
8,61
137.379,8
8,95
13.780,2
(b) Listrik
44.960,2
3,13
93.052,7
6,06
48.092,5
(2) Subsidi Nonenergi
40.290,3
2,81
42.273,1
2,75
2.432,8
(a) Pangan
15.607,1
1,09
20.926,3
1,36
5.319,2
(b) Pupuk
16.944,0
1,18
13.958,6
0,91
-2.985,40
(c) Benih
279,9
0,02
129,5
0,01
-150,40
(d) Public Service Obligation
2.025,0
0,14
2.151,4
0,14
126,40
(e) Bunga Kredit Program
1.234,4
0,09
1.293,9
0,08
59,50
(f)  Pajak
4.200,0
0,29
4.263,4
0,28
63,40
c.   Belanja Lain-Lain
28.529,7
1,99
42.535,0
2,77
14.005,3
(1) Kompensasi Pengurangan Subsidi Energi
0,0
0,00
25.565,1
1,67
25.565,1
II. Transfer ke Daerah
470.409,5
32,77
476.265,7
31,04
5.854,2
1.     Dana Perimbangan
399.985,6
27,87
405.839,8
26,45
5.854,2
2.     Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
70.423,9
4,91
70.423,9
4,59
0,0
C.   Keseimbangan Primer
(1.802,4)

(72.319,9)

(70.517,5)
D.  Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B)
(124.020,0)

(190.105,3)

(66.085,3)
% Defisit terhadap PDB
(1,53)

(2,23)

(0,70)






E.   Pembiayaan (I+II)
124.020,0

190.105,3

66.085,3
I.   Pembiayaan Dalam Negeri
125.912,3

194.531,0

68.618,7
1.   Perbankan Dalam Negeri
8.947,0

60.561,6

51.614,6
a.   SAL
5.056,8

56.173,7

51.116,9
2.     Nonperbankan Dalam Negeri
116.965,3

133.969,4

17.004,1
a.   Surat Berharga Negara
134.596,7

159.596,7

25.000,0
b.   Dana Pengembangan Pendidikan Nasional
(1.000,0)

(7.000,0)

(6.000,0)
II.           Pembiayaan Luar Negeri (Neto)
(1.892,3)

(4.425,7)

(2.533,4)






Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012
6.    Sejalan dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2012,  Pemerintah juga mengajukan beberapa perubahan terhadap belanja negara, antara lain (1) total belanja negara meningkat dari Rp1.435.406,7 miliar menjadi Rp1.534.582,1 miliar, (2) belanja pemerintah pusat meningkat dari Rp964.997,3 miliar menjadi Rp1.058.318,4 miliar, dan (3) transfer ke daerah meningkat dari Rp470.409,5 miliar menjadi Rp476.263,7 miliar.
7.    DPD RI tidak sependapat dengan Pemerintah tentang perubahan komposisi belanja negara yang tercantum dalam RAPBN-P 2012. DPD RI mencatat bahwa komposisi belanja negara mengalami perubahan, yaitu porsi belanja pemerintah pusat meningkat dari 67,23% menjadi 68,96%, sedangkan porsi transfer ke daerah menurun dari 32,77% menjadi 31,04%. Komposisi belanja negara ini tidak ideal dalam mempercepat pembangunan daerah. Kenaikan belanja pemerintah pusat ini harus ditinjau kembali.
8.    DPD RI juga mencatat bahwa total kenaikan belanja kementerian/lembaga adalah Rp26.728 miliar, sedangkan total kenaikan transfer ke daerah hanya Rp5.854,2 miliar. Kenaikan belanja kementerian/lembaga empat kali lipat dari kenaikan transfer ke daerah. DPD RI berpendapat bahwa langkah Pemerintah tidak tepat dan bertentangan dengan semangat otonomi daerah karena dana trasfer ke daerah memiliki peranan yang besar untuk pengembangan ekonomi daerah, pemberian lapangan kerja, dan sumber pendapatan bagi masyarakat miskin.
9.    Mengingat dampak terbesar dari perlambatan pertumbuhan ekonomi dan menurunnya kegiatan ekonomi adalah rakyat yang tinggal di daerah, DPD RI meminta kepada Pemerintah untuk mengalihkan penambahan belanja kementerian/lembaga menjadi penambahan transfer daerah, terutama untuk DAU, agar mendekati angka 26% dari pendapatan neto dalam negeri dan DAK untuk pembangunan infrastruktur di daerah. Pemerintah harus tetap menjaga belanja kementerian/lembaga sesuai dengan APBN 2012 dan sebaliknya Pemerintah harus menambah transfer ke daerah.
10.    Upaya menjaga momentum pertumbuhan dan mendorong percepatan pembangunan daerah hanya dapat dilakukan dengan menambah belanja modal yang digunakan untuk memacu pembangunan infrastruktur di daerah-daerah yang relatif tertinggal. Dalam hal ini, DPD RI mencatat bahwa porsi belanja modal dalam RAPBN-P 2012 ternyata masih di bawah 12%. Porsi belanja modal ini relatif kecil dan tidak memadai untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mendorong percepatan pembangunan daerah. Oleh sebab itu, DPD RI berpendapat bahwa Pemerintah perlu meningkatkan porsi belanja modal dengan mengalihkan belanja lain-lain yang tercantum sebagai pos belanja pemerintah pusat dalam RAPBN-P 2012 menjadi belanja modal. Dengan pengalihan tersebut, terdapat kepastian dalam pembangunan infrastruktur di daerah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, meredam perlambatan ekonomi nasional, dan mencegah penyebaran dampak krisis ekonomi global.
11.    Berkaitan dengan transfer ke daerah, DPD RI berpendapat bahwa berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah dalam pengelolaan dana transfer daerah masih belum optimal dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah dan mempercepat pembangunan daerah. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan dana transfer daerah, antara lain, ialah (1) terlambatnya penerbitan petunjuk teknis yang menyebabkan kesulitan administrasi anggaran yang dilakukan pemerintah daerah, (2) kurang tertatanya manajemen pengelolaan DAK sebagai akibat terlalu banyaknya jenis prorgam DAK, (3) terlambatnya penyaluran dana alokasi khusus sebagai akibat keterlambatan penerbitan pedoman dan petunjuk teknis,                (4) meningkatnya beban aparat pemerintah daerah yang harus menghadapi pemeriksaan auditor sebagai akibat perbedaan dasar hukum dalam penyusunan dan penggunaan DAK dengan dasar hukum dalam pemeriksaan penggunaan DAK, dan (5) kurang efektifnya penggunaan DAK sebagai akumulasi dari berbagai permasalahan sebelumnya.

Tabel 3
Belanja Negara APBN 2012 dan RAPBN-P 2012

Uraian
APBN 2012
RAPBN-P 2012
Selisih
Rp Miliar
Rp Miliar
%
Rp Miliar
%
I.   Belanja Pemerintah Pusat
964.997,3
67,23
1.058.318,4
68,96
93.321,10
1.   Belanja Pegawai
215.862,4
15,04
212.242,8
13,83
-3.619,60
2.   Belanja Barang
188.001,7
13,10
186.555,9
12,16
-1.445,80
3.   Belanja Modal
151.975,0
10,59
168.975,2
11,01
17.000,20
4.   Pembayaran Bunga Utang
122.217,6
8,51
117.785,4
7,68
-4.432,20
5.   Subsidi
208.850,2
14,55
273.155,6
17,80
64.305,40
6.   Belanja Hibah
1.796,7
0,13
1.790,6
0,12
-6,10
7.   Belanja Sosial
46.763,8
3,26
55.377,5
3,61
8.613,70
8.   Belanja Lain-Lain
28.529,7
1,99
42.535,0
2,77
14.005,30






II. Transfer ke Daerah
470.409,5
32,77
476.263,7
31,04
5.854,20
1.   Dana Perimbangan
399.985,6
27,87
405.839,8
26,45
5.854,20
2.   Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
70.423,9
4,91
70.423,9
4,59
0,00






JUMLAH
1.435.406,8
100,00
1.534.582,1
100,00
99.175,30
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

12.    DPD RI meminta kepada Pemerintah untuk menata kembali pengelolaan dana transfer ke daerah sehingga mempunyai dampak nyata dan terukur bagi pengurangan kesenjangan fiskal; peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah; peningkatan produktivitas, efisiensi, nilai tambah, dan daya saing daerah; perluasan kesempatan kerja; pengurangan kemiskinan; peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah; peningkatan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; serta pencegahan degradasi dan penurunan daya dukung lingkungan di daerah. Langkah tersebut sejalan dengan upaya mendorong pembangunan yang lebih memihak kepada pertumbuhan ekonomi (pro growth), perluasan lapangan kerja (pro jobs), pengurangan kemiskinan (pro poor), dan pelestarian lingkungan (pro environment).       


Tabel 4 
Alokasi Belanja Transfer ke Daerah RAPBN-P 2012

NO
DANA TRANSFER
2012
APBN
RAPBN-P
SELISIH
% PERUBAHAN
1
Dana Perimbangan
399,985.6
405,839.8
5,854.2
1.5

a.     Dana Bagi Hasil
100,055.2
105,909.4
5,854.2
5.9

b.     Dana Alokasi Umum
273,814.4
273,909.4
--
--

c.     Dana Alokasi Khusus
26,115.9
26,115.9
--
--
2
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
70,423.9
70,423.9
--
--

a.    Dana Otonomi Khusus
11,952.6
11,952.6
--
--

b.    Dana Penyesuaian
58,471.3
58,471.3
--
--

JUMLAH
411,938.2
417,792.4
5,854.20
1.4
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2012.

C.     Pertimbangan DPD RI terhadap Kebijakan Pemerintah tentang Program Pengurangan Subsidi BBM Tahun 2012
13.    Sebagai antisipasi terhadap meningkatnya harga minyak mentah di pasar dunia dan melambatnya perekonomian global, DPD RI mencatat bahwa Pemerintah menyiapkan langkah-langkah pengamanan pelaksanaan APBN tahun 2012 sebagai berikut (1) penghematan subsidi BBM melalui kenaikan harga BBM jenis premium dan minyak solar sebesar Rp1.500 per liter; (2) penghematan subsidi listrik melalui kenaikan TTL sebesar 3 persen untuk semua golongan tarif secara bertahap setiap triwulanan mulai triwulan II tahun 2012; dan (3) harga pembelian pemerintah (HPP) beras dinaikkan dari Rp5.060 menjadi Rp6.600 per kilogram. Semuanya mempunyai kecenderungan meningkatkan biaya hidup masyarakat dan meningkatkan jumlah orang miskin.
14.    DPD RI berpendapat bahwa sebelum memberlakukan kenaikan harga BBM dan TTL, Pemerintah perlu menjelaskan skenario dampak terhadap kesejahteraan rakyat. Skenario dampak tersebut perlu memperhitungkan dampak langsung yang segera dirasakan oleh rakyat yang berupa kenaikan harga kebutuhan pokok dan beban pengeluaran rumah tangga serta kenaikan biaya produksi dan biaya angkut bagi para pelaku usaha, terutama usaha kecil. Selain itu, Pemerintah perlu  menjelaskan perkiraan dampak tidak langsung yang berupa pengurangan dan penghentian produksi, pengurangan jam kerja dan pengurangan tenaga kerja, penurunan jangkauan dan mutu layanan pendidikan dan kesehatan serta dampak tidak langsung lainnya yang secara akumulatif akan menambah berat beban pengeluaran rumah tangga dan sekaligus menutup sumber pendapatan rumah tangga dan pelaku usaha kecil. Dalam menyusun skenario dampak langsung dan tidak langsung kenaikan harga BBM dan TTL tersebut, Pemerintah harus benar-benar memperhitungkan karateristik, kondisi, dan risiko stabilitas serta memperhitungkan kesejahteraan masyarakat di setiap daerah yang berbeda sehingga memenuhi kaidah keseimbangan dan keadilan antardaerah.
Tabel 5
Subsidi dalam RAPBN-P 2012
NO
SUBSIDI
2012
APBN
RAPBN-P
Selisih
% perubahan
1
ENERGI
168,559.9
230,432.5
61,872.6
36.71

a.    Subsidi BBM dan LPG Tabung 3 kg
123,599.7
137,379.8
13,780.10
11.15

b.    Subsidi Listrik
44,960.2
93,052.7
48,092.50
106.97
2
NON ENERGI
40,290.4
42,723.1
2,432.70
6.04

a.    Subsidi Pangan
15,607.1
20,926.3
5,319.20
34.08

b.    Subsidi Pupuk
16,944.0
13,958.6
(2,985.40)
(17.62)

c.    Subsidi Benih
279.9
129.5
(150.40)
(53.73)

d.    Subsidi PSO
2,025.0
2,151.4
126.40
6.24

e.    Subsidi Bunga Kredit Program
1,234.4
1,293.9
59.50
4.82

f.     Subsidi Pajak
4,200.0
4,263.4
63.40
1.51

JUMLAH
208,850.3
273,156.6
64,305.30
30.8
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012. RI
15.    DPD RI merasa perlu mengingatkan bahwa strategi ketahanan pangan menjadi prioritas penting. Harga pangan menjadi pemicu tingkat inflasi yang penting. Oleh karena itu, subsidi pupuk dan bibit yang menjadi komponen utama dalam produksi pangan tidak boleh diturunkan hanya karena penyampaiannya yang kurang baik. Sebagian besar penduduk miskin bekerja di sektor pertanian (75% dari penduduk Indonesia) sehingga pengurangan subsidi benih dan pupuk mempunyai dampak yang besar terhadap lapangan kerja di perdesaan dan peningkatan jumlah orang miskin. DPD RI tidak dapat menyetujui penurunan subsidi pupuk dan benih. Sistim distribusi pupuk dan benih harus diperbaiki, bukan subsidinya yang dikurangi (Lihat Tabel 4).
16.    DPD RI juga mencatat bahwa Pemerintah memperkirakan rencana kenaikan harga BBM dan TTL tersebut akan berdampak bagi kenaikan harga pangan serta penurunan daya beli dan tingkat kesejahteraan penduduk miskin. Selain itu, Pemerintah juga memperkirakan bahwa kenaikan harga BBM akan meningkatkan inflasi menjadi sekitar 7%, meningkatkan angka kemiskinan, dan mengganggu keberlanjutan pendidikan bagi siswa dari keluarga miskin. Oleh karena itu, pemerintah mengusulkan dana kompensasi untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi masyarakat. Program kompensasi dimaksudkan sebagai program darurat yang bersifat sementara dan dapat dilaksanakan dengan cepat. Nilai bantuan memadai untuk kompensasi, harus tepat sasaran, dan biaya pengelolaan efektif serta memungkinkan secara kelembagaan. Salah satu program yang digambarkan dapat membantu masyarakat miskin adalah bantuan langsung tunai. BLT ini perlu dilihat dampaknya pada solidaritas masyarakat, pembangunan jati diri masyarakat, dan diperbandingkan dengan akses pada sumber pendapatan yang memdai melalui program padat karya.
17.    DPD RI mencatat bahwa Pemerintah mengusulkan program kompensasi pengurangan subsidi BBM tahun 2012 sebagai berikut (1) bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) yang berupa penyaluran bantuan tunai sebesar Rp150.000,00 per bulan selama 9 bulan untuk rumah tangga yang diidentifikasi berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) sekitar 18,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) atau 30% kelompok rumah tangga ekonomi terbawah dengan total bantuan sebesar Rp25,6 triliun; (2) subsidi angkutan umum melalui penambahan PSO untuk angkutan umum kelas ekonomi, untuk penumpang dan barang, kompensasi terhadap kenaikan biaya tidak langsung angkutan umum perkotaan, serta bentuk kompensasi lainnya selama 9 bulan dengan alokasi anggaran sebesar Rp5,0 triliun.
18.    DPD RI berpendapat bahwa pengalaman pelaksanaan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat telah menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain (1) timbulnya tindak kekerasan antar rakyat, (2) memudarnya semangat kebersamaan antarwarga, (3) meningkatnya rasa tidak percaya rakyat terhadap pengurus RT, RW, kepala desa, camat, dan bupati/walikota; serta (4) tidak tepatnya sasaran penggunaan bantuan. Sehubungan dengan itu, DPD RI hanya dapat mendukung  program BLT apabila dilaksanakan tepat sasaran dan berbentuk padat karya membangun prasarana perdesaan untuk penduduk miskin. BLT harus dikelola lebih terukur dan tepat sasaran dan hanya bersifat sementara. Program padat karya memberi kesempatan bagi masyarakat miskin memperoleh pekerjaan dan sumber penghasilan serta pemeliharaan jati dirinya, mampu membangun ekonomi lokal, terutama ekonomi masyarakat miskin. Masalah transportasi umum di daerah kepulauan perlu mendapatkan prioritas, antara lain perbaikan transportasi antar daerah di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan.
19.    Dalam hubungan dengan penyeimbangan alokasi anggaran, DPD RI meminta subsidi BBM agar dikurangi besarannya. Pengurangan subsidi meskipun kecil akan menyebabkan harga BBM meningkat dan pemerintah harus responsif terhadap dampaknya, baik langsung maupun tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama kemungkinan terjadinya kenaikan jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin. Kompensasi terhadap kenaikan harga BBM harus diantisipasi melalui pengalihan dana subsidi dan penghematan belanja negara K/L untuk membantu masyarakat miskin. Sementara itu, kebocoran anggaran, korupsi, dan penyalahgunaan anggaran harus ditindak tegas. Untuk itu, pengawasan harus lebih ditingkatkan.

D.  Pertimbangan DPD RI tentang Belanja Pemerintah Menurut Organisasi
20.    Dalam penyusunan RAPBN-P Tahun 2012, Pemerintah mengajukan perubahan   alokasi anggaran kementerian/lembaga, terutama dalam 5 (lima) kementerian/lembaga dengan alokasi anggaran yang meningkat lebih dari Rp1.000 miliar, yaitu (1) Kementerian Pekerjaan Umum meningkat sebesar Rp11.238,1;      (2) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meningkat sebesar Rp11.228,2 miliar; (3) Kementerian Perhubungan meningkat sebesar Rp8.590,3 miliar; (4) Kepolisian Negara Republik Indonesia meningkat sebesar Rp1.496,7 miliar; dan                   (5) Kementerian Perumahan Rakyat meningkat sebesar Rp1.324,4 miliar. DPD RI berharap agar kenaikan angggaran beberapa kementerian tersebut digunakan untuk meningkatkan belanja modal, pembangunan, dan pemeliharaan infrastruktur ekonomi di daerah. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
a.    Kementerian Pekerjaan Umum
DPD RI mencatat bahwa tambahan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum akan digunakan oleh Pemerintah untuk membangun infratstruktur konektivitas Indonesia Timur yang berupa pembangunan infrastruktur jalan di Provinsi NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat; pembangunan infrastruktur konektivitas domestik dan koridor ekonomi seperti jalan perbatasan Kalimantan, jalan dan jembatan ruas Salumatu-Mamasa-Batas Tator Sulawesi Selatan, jalan strategis Provinsi Sulawesi Tenggara, dan pembangunan jalan mendukung kawasan industri Dumai; pembangunan waduk dan sarana irigasi guna mendukung ketahanan pangan; serta pembangunan infrastruktur penanganan banjir di Pula Jawa.     
b.   Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
DPD RI berpendapat bahwa prioritas penambahan anggaran Kementerian Pendidikan Nasional perlu diarahkan, antara lain untuk peningkatan jangkauan dan mutu pendidikan dasar dan menengah, terutama di daerah perdesaan, kawasan perbatasan, daerah pedalaman, dan pulau-pulau kecil di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan; pengembangan layanan pendidikan sekolah menengah dan kejuruan sesuai dengan potensi daerah, terutama perkebunan, kelautan, dan perikanan; serta pemberian beasiswa bagi siswa miskin untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi.
c.    Kementerian Perhubungan
DPD RI mencatat bahwa tambahan anggaran Kementerian Perhubungan akan digunakan oleh Pemerintah untuk membangun infratstruktur konektivitas Indonesia Timur berupa pembangunan infrastruktur perhubungan di Provinsi NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat; pembangunan infrastruktur konektivitas domestik dan koridor ekonomi seperti pembangunan jalan kereta api jalur ganda Semarang-Bojonegoro, sebagian konstruksi Solo-Kertosono, dan pembangunan bandara.
d.    Kepolisian Negara Republik Indonesia
DPD RI berpendapat bahwa prioritas penggunaan anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia digunakan untuk meningkatkan pelayanan, terutama pemberantasan penyalahgunaan minuman keras di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan; pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkoba di wilayah Jawa dan Bali, Sumatera, dan wilayah lainnya; pemberantasan pembalakan liar di Sumatera, Kalimantan, dan wilayah lainnya; pemberantasan penambangan liar di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan wilayah lainnya; serta pemberantasan pencurian ikan oleh kapal-kapal asing di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara.
e.    Kementerian Perumahan Rakyat
DPD RI mencatat bahwa tambahan anggaran Kementerian Perumahan Rakyat akan digunakan oleh Pemerintah untuk pelaksanaan program-program klaster 4, yaitu program penyediaan rumah masyarakat berpenghasilan rendah di Provinsi NTT yang belum dapat direalisasikan pada tahun 2011; penanganan permukiman kumuh DAS Ciliwung; serta pembangunan rumah sangat murah/swadaya. DPD RI berpendapat bahwa prioritas pembangunan perumahan rakyat tersebut perlu dipertajam dan diarahkan untuk mendukung pengembangan perumahan rakyat di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan; serta revitalisasi prasarana perumahan dan permukiman di Kota Ambon, Jayapura, Samarinda, Makassar, Medan, dan Palembang.
21.    Kenaikan RAPBN-P untuk beberapa K/L dan non-K/non-L yang terbesar terdapat pada 3 sektor, yaitu (1) Kementerian Perhubungan sebesar Rp8.590,3 miliar;        (2) Kementerian Pendididkan dan Kebudayaan sebesar Rp11.228,2 miliar; dan       (3) Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp11.238,1 miliar (lihat Tabel 6). 

Tabel 6                                                                                                             Kenaikan Anggaran Kementerian/Lembaga di Tingkat Pusat                                dalam RAPBN-P TA 2012 (Rp Miliar)
NO.
K/L
KENAIKAN
RAPBN-P TA 2012
1
Mahkamah Agung
405,1
5.512,6
2
Kementerian Perhubungan
8.590,3
36.708,1
3
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
11.228,2
75.579,0
4
Kementerian Pekerjaan Umum
11.238,1
73.801,1
5
Kementerian Agama
29,9
38.377,4
6
Kementerian Pariwisata
212,2
2.402,0
7
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
85,5
1.103,8
8
Kementerian Perumahan Rakyat
1.324,0
5.928,5
9
Kepolisian Negara RI
1.496,0
41.279,9
10
LIPI
33,8
761,7
11
Badan Pengawas Pemilu
53,1
53,1
12
Lembaga RRI
769,0
769,0
13
Lembaga TVRI
753,2
753,2

IV.    Penutup  
  1. Dengan memperhatikan berbagai catatan dan pertimbangan, DPD RI berpendapat bahwa usulan Pemerintah tentang RAPBN-P Tahun 2012 belum dapat diterima sepenuhnya. DPD RI berpendapat bahwa Pemerintah perlu memberikan penjelasan tambahan tentang beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
a.    Rincian perkiraan dampak perlambatan ekonomi nasional terhadap perekonomian daerah, terutama dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan di setiap provinsi.
b.    Langkah-langkah pengoptimalian penerimaan perpajakan dengan melakukan penertiban administrasi perpajakan dan pemberantasan mafia pajak.
c.    Rincian dari perubahan kebijakan fiskal menyangkut distribusi subsidi antardaerah, distribusi lokasi pelaksanaan pembangunan infrastruktur, dan distribusi penerima manfaat kompensasi antardaerah.
d.    Langkah-langkah pengalihan penambahan belanja kementerian/lembaga menjadi penambahan transfer daerah untuk meningkatkan infrastruktur ekonomi daerah.
e.    Langkah-langkah penataan kembali pengelolaan dana transfer ke daerah.
f.     Langkah-langkah peningkatan porsi belanja modal dan pembangunan infrastruktur di daerah.
g.    Rincian perkiraan dampak tidak langsung berupa pengurangan dan penghentian produksi; pengurangan jam kerja dan pengurangan tenaga kerja; serta penurunan jangkauan dan mutu layanan pendidikan dan kesehatan serta dampak tidak langsung lainnya yang secara akumulatif akan menambah berat beban pengeluaran rumah tangga dan sekaligus menutup sumber pendapatan rumah tangga dan pelaku usaha kecil.
  1. Selain itu, DPD RI  juga menegaskan kepada Pemerintah agar benar-benar melakukan optimalisasi terhadap seluruh instrumen anggaran tahun 2012, baik berupa belanja pusat dalam bentuk dana dekonsentrasi/tugas pembantuan, dana transfer daerah, dana perbankan, investasi swasta, dan sumber dana lainnya untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan pemerataan pembangunan, dan mendorong percepatan pembangunan daerah.
  2. Dalam kondisi perekonomian dunia yang melemah, terutama Eropa dan USA, yang dikuti oleh menurunnya neraca perdagangan luar negeri, kenaikan harga minyak dunia hanya dipicu oleh ketidakpastian situasi di Timur Tengah, bukan oleh meningkatnya permintaan pasar. Kenaikan harga seperti itu tidak memiliki rasional ekonomi dan stabilitas kenaikan tersebut amat rentan berubah. Dalam hubungan dengan hal tersebut, DPD RI berpendapat bahwa kenaikan harga BBM dan Listrik tidak perlu dilakukan secara menyeluruh, tetapi perlu dilakukan dengan pendekatan kewilayahan dan tingkatan sosial masyarakat yang mendapat bantuan subsidi. Untuk mengatasi keseimbangan RAPBN-P 2012, penerimaan pajak harus dinaikan, belanja negara dikurangi melalui penghematan, dan program padat karya dikembangkan melalui DAK untuk memberikan kesempatan kerja dan penambahan sumber pendapatan masyarakat miskin di daerah.  

Jakarta, 15 Maret 2012
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
PIMPINAN
Ketua,





H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A.
Wakil Ketua,






G.K.R. HEMAS
Wakil Ketua,









LAODE IDA