SDF

Ir. SARAH LERY MBOEIK - ANGGOTA DPD RI ASAL NTT - KOMITE 4, PANITIA PERANCANG UNDANG UNDANG(PPUU), PANITIA AKUNTABILITAS PUBLIK DPD RI TIMEX | POS KUPANG | KURSOR | NTT ON LINE | MEDIA INDONESIA | SUARA PEMBARUAN | KOMPAS | KORAN SINDO | BOLA | METRO TV | TV ON LINE | HUMOR
Sarah Lery Mboeik Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
widgeo.net

Senin, 13 Januari 2014

PRESS RELEASE

                                KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESI   KUALA LUMPUR
                                                                  No.004/PEN/0114
                                                                  PRESS RELEASE
                                       SIDANG LANJUTAN KASUS SDRI. WALFRIDA SOIK
                                                                  12 JANUARI 2014
Pada Minggu (12101) di Mahkamah Tinggi Kota Bahru, Kelantan, Malaysia telah dilangsungkan sidang lanjutan kasus Walfrida Soik yang terancam hukuman mati karena didakwa membunuh majikannya pada tanggal 7 Desember 2010. Sidang dipimpin oleh Hakim Y.A. Dato'Azmad Zaidi bin lbrahim dengan Timbalan Pendakwa Raya (Jaksa Penuntut Umum/JPU) Puan Julia lbrahim. Dalam persidangan ini, 5 (lima) orang dari 7 (tujuh) orang saksi yang dipanggil kembali untuk diperdengarkan kembali kesaksiannya, telah hadir di pengadilan, namun hanya 3 (tiga) saksi yang dapat dimintakan klarifikasi atas keterangan mereka pada sidang sebelumnya karena batas khirwaktu sidang adalah pukul 17.00.

Hakim memutuskan bahwa 2 saksi yang telah hadir hari ini dan 2 saksi lainnya akan dimintai keterangan paga sidang berikutnya yaitu tanggal 19 Januari 2014. Ketiga saksi yang telah diperdengarkan kembali kesaksiannya hari ini adalah Ong Kian Peng, tetangga korban; Lee Chee Keong, anak korban; dan Lee LaiWeng, suami korban. Tim Pengacara Pembela KBRI Kuala Lumpur, pada kesempatan ini melakukan klarifikasi langsung kepada saksi-saksi tersebut terkait keterangan mereka pada sidang terdahulu. Selain itu Tim Pengacara KBRI Kuala Lumpur juga menggali informasi lebih dalam dari ketiga saksi tersebut tentang interaksi antara korban, Walfrida dan para saksi tersebut selama 11 (sebelas) hari Walfrida bekerja dengan keluarga korban.

Pendalaman juga dilakukan atas riwayat penyakit korban & karakter korban yang pada sidang sebelumnya telah dijelaskan oleh Dr. Wan Mohd Zamri yang merawat korban atas penyakit parkinson serta memberikan obat anti depresan. Diagnosa bahwa korban menderita depresi karena penyakit yang dideritanya diperkuat oleh kesaksian Prof Dr. John Prakash, seorang dokter ahli dari India yang mengajar di Hospital University of Science Malaysia, yang menyatakan bahwa korban menunjukkan tanda-tanda orang menderita depresi. Disamping itu Tim Pengacara KBRI Kuala Lumpur juga meminta tetangga korban yang menjadi saksi untuk menyampaikan secara lebih rinci hal-hal yang terjadi sebelum dan sesudah tindakan pembunuhan terjadi.

Dari proses persidangan hari ini, Tim Pengacara Pembela mendapatkan beberapa informasi tambahan yang melengkapi informasi yang telah ada sebelumnya. Hal ini nantinya digunakan untuk memperlajam strategi pembelaan pada tahap sidang pembelaan diri nantinya.

Sidang kali ini dihadiri oleh Tim Satgas KBRI Kuala Lumpur dan turut hadir tokoh nasional, penrvakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care & lndonesia for Freedom Movement, Pengacara Pemantau (watching brief) dari pihak keluarga dan beberapa wartawan dari media nasional.

KBRI Kuala Lumpur bersama dengan Tim Pengacara Pembela terus berkoordinasi dengan pihakpihak terkait guna mempersiapkan strategi pembelaan selanjutnya kepada Walfrida Soik untuk memastikan hak-hak hukumnya terpenuhi.

Kuala Lumpur, 12 Januari2014

Minggu, 12 Januari 2014

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DENGAN AHLI



DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-------
NOTULEN
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM
KOMITE IV
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA

1.     Hari/tanggal
:
Selasa, 1 Oktober 2013 
2.     Pukul
:
20.00 – 22.00 WIB
3.     Tempat
:
Ruang Rapat Komite IV DPD RI
4.     Pimpinan Rapat
:
Bapak Drs. Zulbahri M., M.Pd. (Ketua Komite IV DPD RI)
5.  Acara
:
RDPU dengan Dian Puji Simatupang dan Yuli Indrawati materi RUU Keuangan Negara

A.  Pembukaan  
Ketua Komite IV DPD RI, Bapak Drs. Zulbahri M., M.Pd. membuka Rapat Dengar Pendapat Umum Komite IV dengan Narasumber pada  pukul 20.00 WIB. 

B.    Hal-hal yang berkembang 
Pemaparan Narasumber
1.                     RUU Keuangan Negara versi DPD RI
1)    Materi muatan versi DPD RI merupakan materi muatan yang comprehensive, systematic, and all-inclusive.
2)    Beberapa perubahan yang mendasar dalam materi RUU Keuangan Negara versi DPD RI menyangkut hal-hal antara lain:
-       pengertian dan ruang lingkup keuangan negara dan keuangan daerah,
-       hak dan kewajiban negara, daerah, dan badan hukum lain,
-       risiko fiskal,
-       keadaan krisis,
-       wewenang pejabat dalam pengelolaan keuangan negara,
-       sinkronisasi penganggaran dan perencanaan,
-       tahun anggaran APBN dan APBD.
3)    RUU versi DPD RI justru mengatasi ill-structured problems dalam sektor keuangan negara, daerah, dan badan hukum yang satu sama lain saling bertentangan dan disharmonisasi.
4)    UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menimbulkan konflik antar-norma, konflik antar-regulasi, dan konflik antar-wewenang yang menghambat negara dan daerah mencapai tujuan bernegara.
5)    Judul undang-undang yang hanya menyatakan sebagai “keuangan” karena melaksanakan ketentuan Bab VIII tentang Keuangan.
6)    Penegasan batas limitatif yang jelas antara negara dan daerah, serta badan hukum.
7)    RUU Keuangan Negara dalam DPD RI tegas membedakan akibat dari tindakan publik penyerahan dan pemisahan.
2.     RUU Keuangan Negara versi DPR:
1)    Menambah perluasan ruang lingkup keuangan negara.
2)    Mensinkronisasi perencanaan dan penganggaran.
3)    Menetapkan perubahan tahun APBN dan APBD.
4)    Menghapus sanksi administrasi dan pidana. Padahal sanksi yang ditiadakan sangat disayangkan dan tidak menimbulkan efek jera.
5)    Mengatur singkat DPD memberikan pertimbangan atas RAPBN. Padahal jika DPD hanya memberikan pertimbangan, sama sekali tidak terdengar aspirasi dari daerah.
6)    Hanya melakukan perubahan kurang dari 50%, artinya tidak usah RUU Keuangan Negara baru, tetapi lebih baik RUU Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2003.
7)    RUU Keuangan Negara tidak mengatasi atau melakukan upaya atas ill-structured problems dalam sektor keuangan.
8)    RUU Keuangan Negara versi DPR tidak memberikan upaya memperbaiki sistem keuangan secara all-inclusive.
3.      Kekurangan yuridis materi muatan RUU Keuangan Negara versi DPR-RI
1)    Menciptakan paradoks rasionalitas dalam pengaturan (regulation), tata kelola (governance), dan pembagian risiko (distribution of risk) sektor keuangan.
2)    menimbulkan contradictio in terminis dalam memaknai keuangan negara.
3)    Menghasilkan peraturan perundang-undangan dan keputusan/kebijakan dalam sektor keuangan yang ill-defined and ill-structured problems.
4)    Mendorong ketidakpastian hukum dan tindakan administrasi negara yang tidak teratur.
4.     Sektor keuangan dalam konsep negara kesatuan Republik Indonesia terletak pada wujudnya yang mengendalikan, dan bukan memiliki. Sektor keuangan yang terdiri atas keuangan negara, keuangan daerah, keuangan badan hukum, dan keuangan lainnya tetap ada pada pengendalian negara melalui regulasi berupa peraturan perundang-undangan.
5.     Sektor keuangan sebenarnya terkait dengan konsep badan hukum, baik badan hukum publik dan badan hukum privat. Konsep badan hukum menghormati dan menghendaki pemisahan dan penyerahan dalam sektor keuangan, khususnya daerah dan badan hukum. Badan hukum dihormati pada regulasi, sehingga menjadi hak dan kewajiban pada keuangan tersebut.
6.     Pemisahan dan penyerahan antara keuangan negara dan keuangan daerah:
       Tindakan penyerahan diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2003 sudah diatur penyerahan, dan tindakan pemisahan sudah diatur dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2003.
       Tindakan penyerahan bagi daerah otonom dan pemisahan bagi badan hukum merupakan sesuatu yang tidak absah.
       Jika keuangan daerah juga termasuk keuangan negara, untuk apa ada desentralisasi dan otonomi daerah.
7.     Badan hukum memerlukan syarat yuridis formal, yaitu:
       mempunyai kekayaan terpisah;
       mempunyai tujuan tertentu;
       mempunyai kepentingan tertentu;
       mempunyai organisasi teratur.
8.     Pemisahan dan penyerahan dalam sektor keuangan justru menghormati konsep negara hukum dengan menempatkan paradigma negara kesatuan dalam wujud linearnya mencapai tujuan bernegara dalam bentuk yang pasti yaitu pengendalian.
9.     Negara kesatuan berbeda dengan apa yang disebut integralistik, negara kesatuan mewujudkan apa yang disebut pengendalian, pada integralistik mewujudkan pada pemilikan tunggal.
10.  Konsepsi hukum penguasaan keuangan publik yang seharusnya diatur dalam Undang-undang Keuangan Negara. Keuangan publik dibagi menjadi tiga, yaitu:
a.     Keuangan Negara, meliputi:
1)    Hak Negara untuk memungut pajak, mengedarkan uang, melakukan pinjaman
2)    Kewajiban Negara untuk menyelenggarakan kepentingan umum
3)    Penerimaan negara
4)    Pengeluaran negara
5)    Kekayaan Negara yang dikelola sendiri: utang, piutang, dll.
6)    Kekayaan pihak lain dalam rangka pelayanan umum
b.     Keuangan Daerah, meliputi:
1)    Penerimaan daerah
2)    Pengeluaran daerah
3)    Kekayaan daerah yang dikelola sendiri: utang dlll
4)    Kekayaan pihak lain dalam rangka pelayanan umum
c.     Keuangan Badan Hukum, meliputi:
1)    Kekayaan BUMN
2)    Kekayaan BUMD
3)    Kekayaan BHMN
4)    Kekayaan Yayasan
Keuangan negara dan keuangan daerah, serta keuangan badan hukum harus dipisahkan agar jangan sampai  negara dalam bentuk kekayaan APBN itu terganggu. Harus diamankan dari tagihan atau risiko yang bukan bagian keuangan negara. Namun tetap ada konektivitas dan pengendalian antara keuangan daerah dan keuangan negara.
11.  Hak menguasai negara tidak sama dengan hak memiliki negara karena konsep menguasai berada pada tataran publik (negara sebagai badan hukum publik). Hak memiliki preferensinya pada konsepsi tataran privat (negara sebagai badan hukum privat sebagaimana subyek hukum lainnya). Dalam keuangan negara sekalipun, itu bukan hak memiliki, tetapi hak menguasai yang artinya negara tetap mengatur dan mengendalikan.
12.  Terkait Pertimbangan DPD RI perlu diperhatikan:
1)    Dalam sistem perwakilan yang berkamar dua, yaitu DPR dan DPD, hak budget dimiliki pemilik mandat rakyat melalui pemilu.
2)    Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 RAPBN memperoleh pertimbangan DPD hakikatnya kehendak nasional dalam MPR.
3)    UU Keuangan perlu mengatur makna pertimbangan, daya mengikatnya apakah menjadi penyeimbang hak budget/fungsi anggaran DPR, atau dasar rasionalitas DPR dalam mengambil keputusan tentang RAPBN? 

Tanggapan Anggota Komite IV
  1. Komite IV mengundang Ketua Baleg DPR secara personal untuk membandingkan ide RUU Keuangan Negara yang dibuat oleh DPD dengan ide yang dibuat oleh DPR.
  2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dipisahkan dari kekayaan negara, padahal seharusnya jika sudah dinamakan milik negara seluruhnya dimiliki oleh negara.
  3. Jika dipisahkan antara keuangan daerah dan keuangan negara, apakah berarti daerah itu bukan bagian dari negara?
  4. RUU Keuangan Negara versi DPD jangan sampai dituduh mengindensiasi menjadi negara federal.
  5. Posisi keuangan BUMN kalau bisa dikeluarkan dari sisi keuangan parlemen, kalau bisa terjamin dari sisi keuangan yang bisa dipertanggungjawabkan.
  6. Hal-hal yang belum sepakat dengan DPR,  perlu tim ahli untuk mengkaji lebih mendalam landasan teori RUU Keuangan Negara, bukan sekedar pembandingan pasal-pasalnya.
  7. Pasal 22D ayat 1, DPD mempunyai hak untuk mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah. RUU Keuangan Negara merupakan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah.
  8. RUU Keuangan Negara versi DPD perlu mengundang BUMN dan dipublikasikan ke media.
  9. Perlu mempertimbangkan, jika RUU Keuangan Negara ini disahkan, berdampak sistemik pada undang-undang lainnya.
  10. Produk RUU Keuangan Negara dalam bentuk DIM yang berdasar pada usulan DPR, jangan berbentuk pertimbangan.

Jawaban Narasumber
  1. Pemisahan kekayaan negara mengandung makna bahwa pemerintah menyisihkan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal guna dijadikan modal pendirian BUMN untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan BUMN dalam meningkatkan kegiatan usahanya. Konsekuensi logis adanya penyertaan modal pemerintah pada BUMN, pemerintah sebagai pemilik saham ikut menanggung resiko dan bertanggungjawab terhadap kerugian negara yang dibiayai sebesar saham atau modal yang dimilikinya. Dalam menanggung resiko tersebut, kedudukan pemerintah tidak dapat berposisi sebagai badan hukum publik tetapi sebagai badan hukum privat yang kedudukan hukumnya sama dengan kedudukan hukum badan hukum atau pemegang saham swasta lainnya. Hal demikian disebabkan tugas pemerintah sebagai bestuurszorg, yaitu tugas yang meliputi segala lapangan kemasyarakatan dan suatu konsep negara hukum modern yang memperhatikan kepentingan seluruh rakyat. Konsekuensinya jika badan hukum publik harus turut menanggung resiko dan bertanggungjawab atas semua kerugian tersebut, fungsi tersebut tidak dapat optimal dan maksimal dijalankan oleh pemerintah, disamping menyalahi prinsip pembedaan antara badan hukum publik dan perdata.
  2. Dengan kehendak desentralisasi fiskal, terdapat penyerahan secara formal dari keuangan negara menjadi keuangan daerah, dimana terjadi transformasi status hukum yang berlangsung pada saat pemerintah pusat menyalurkan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN kepada daerah. Dengan demikian, pengelolaan dan pertanggungjawaban DAU dan DAK tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan daerah. Tidak demikian halnya dengan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan.
  3. Pemisahan keuangan negara dan keuangan daerah bukanlah suatu representasi yang terkait dengan bentuk negara antara negara kesatuan dan negara federal, tetapi representasi yang terkait dengan sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan. Secara regulatif, keuangan negara dan keuangan daerah memiliki sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban yang berbeda, kalau keuangan negara dikelola pemerintah dan dipertanggungjawabkan kepada DPR RI dan juga DPD RI. Sementara itu, keuangan daerah dikelola pemerintah daerah yang dipertanggungjawabkan kepada DPRD. 
  4. Perlu ditegaskan di sini, RUU Keuangan versi DPD RI memisahkan secara tegas sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban, dan bukan memisahkan negara dan daerah karena yang ditekankan adalah “sistem keuangan” dan bukan “sistem pemerintahan”. Dalam prinsip negara kesatuan, negara dan daerah merupakan satu kesatuan dalam “suatu sistem pemerintahan negara”, tetapi dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan memiliki “batas-batas kewenangan”.
  5. Keuangan daerah tidak dapat disebut sebagai keuangan negara karena “sistem pengelolaan dan pertanggungjawabannya (governance), sistem pembagian risikonya, dan sistem pengaturannya berbeda” dengan keuangan negara. Akan tetapi, meskipun berbeda dan terpisah (differences and separated), negara tetap memiliki hak mengendalikan (control) dalam bentuk menyusun pedoman pengelolaan dan pertanggungjawaban sesuai dengan kewenangannya sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara.
  6. Mengapa tidak disebut keuangan pemerintah dan keuangan pemerintah daerah? Karena keuangan adalah milik badan hukum, dan bukan penyelenggara atau pengurusnya. Keuangan adalah milik badan hukum publik, yaitu negara dan daerah, perseroa badan usaha milik negara, dan badan hukum lainnya. Bukan milik pemerintah, pemerintah daerah, direksi persero BUMN, atau pengurus penyelenggara badan-badan lain.
  7. Intinya, keuangan negara adalah hak dan kewajiban negara yang diformulasikan dalam APBN, kemudian keuangan daerah adalah hak dan kewajiban daerah yang diformulasikan dalam APBD. Keduanya berbeda dan terpisah secara prinsip sebagai hak dan kewajiban, sehingga jika keduanya disebut keuangan negara, maka semestinya hak dan kewajiban daerah (termasuk tagihan dan beban gaji pegawai negeri daerah) harus termuat dan diformulasikan dalam APBN, tanpa kecuali.
  8. Perbedaan negara federal dan negara kesatuan dalam mengelola keuangan yaitu negara kesatuan masih memegang kendali, utang tidak boleh lebih dari 5% dan  defisit tidak boleh lebih dari 3%. 
  9. Saat ini masyarakat sangat tertarik dengan Indonesia lawyer club, acara tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengalirkan ide DPD.
  10. Pasal 22D UUD dapat menjadikan dasar hukum dimana DPD memiliki kewenangan untuk terlibat dalam penyusunan produk keuangan negara, dalam hal ini APBN.  
  11. RUU Keuangan negara seperti pertarungan antara konservatif tradisional di DPR dan progresive moderat di DPD. Adapun dalam judicial review ditemui ada ancaman terhadap BUMN yang mengajukannya ke MK.
  12. Jika negara ingin campur tangan langsung dalam usaha perdagangan maka lebih tepat mendirikan Badan Dagang Negara.
  13. Untuk mendapatkan masukan mengenai RUU Keuangan Negara dapat mengundang himpunan, misalnya: himpunan bank-bank milik negara (Himbara) dan Asosiasi Konstruksi Indonesia. Untuk menegaskan RUU Keuangan versi DPD maka DPD dapat berada di belakang para pengaju judicial review.

C.    Simpulan
Rapat Dengar Pendapat ini tidak bersifat menyimpulkan. Hal-hal yang berkembang dalam rapat akan menjadi bahan inventarisasi materi atas pembahasan DPD terhadap RUU Keuangan Negara

D.    Penutup
Rapat ditutup pada pukul 22.00 WIB.